Persembahan Emas Gresyia/Apriani

Arena Olimpiade memang selalu penuh misteri dan senantiasa menciptakan "keajaiban" yang menakjubkan. 

Ketika Greysia Poli harus lari ke luar lapangan saat reli pada skor 18-10 (set ke-2) untuk mengganti raket yang talinya putus, dan pasangan itu masih memenangkan poin, jelas ada sesuatu yang istimewa atau bisa kita katakan keajaiban sedang berlangsung di Musashino Forest Plaza, Tokyo.

Pada Senin, 2 Agustus 2021, pertandingan final ganda putri, Greysia Poli/Apriani Rahayu secara meyakinkan menang melawan pasangan China, Chen Qing Chen/Jia Yia Fan, straight-game 21-19, 21-15 dalam waktu 57 menit. Greysia/Apriani memenangkan point terakhir dibuat lebih tegang oleh Chen/Yia Fan yang menuntut challenge review.

Pertandingan bersejarah itu dinilai sebagai salah satu hasil yang paling tidak terduga dalam sejarah badminton Olimpiade. Greysia/Apriani yang tidak diunggulkan mengukir kemenangan dengan permainan fantastis, atas Chen/Yia Fan, yang merupakan pasangan unggulan kedua.

Kemenangan Greysia/Apriani pada hari ke-10 penyelenggaraan Olimpiade Tokyo tersebut memastikan kontingen Indonesia memenangkan satu-satunya medali emas, sehingga dengan penuh rasa bangga dan terharu, kita semua dapat menyaksikan bendera merah putih berkibar di tiang tertinggi diiringi berkumandangnya lagu Indonesia Raya di Olimpiade Tokyo.

Sebagai penggemar bulu tangkis sejak awal 1990-an, bagi saya laga final tersebut pertandingan bulu tangkis terindah yang menawan hati, dengan emosi paling dalam yang pernah saya rasakan. Barangkali untuk pertama kali saya menangis terharu merespon satu pertandingan olahraga.

****

Cabang bulu tangkis memang kembali diharapkan untuk dapat mempertahankan memenangkan medali emas Olimpiade Tokyo 2020. Indonesia tampil di lima nomor, dan setidaknya bisa mendapatkan satu.

Satu hal yang membuat kemenangan Greysia Poli/Apriani Rahayu menjadi haru biru dan memberi energi luar biasa bagi masyarakat adalah bahwa mereka sama sekali tidak ditargetkan untuk mencapai kesuksesan yang didamba-dambakan setiap atlet ini dari seluruh negara.

Ganda putri, dan juga nomor tunggal putri, dianggap dua nomor terlemah Indonesia. Greysia/Apriani berangkat ke Tokyo dianggap hanya sebagai pelengkap saja.

Publik badminton terlalu sibuk membicarakan dua pasangan ganda putra Indonesia yang menduduki peringkat satu dan dua dunia, yakni Kevin Sanjaya/Marcus Gidoen atau “the minions”, dan “the daddies” Hendra Setiawan/Muhammad Ahsan. Kedua pasangan tersebut lebih sering memenangkan turnamen besar seperti All England dan Kejuaraan Dunia.

Satu nomor lagi yang dinilai punya peluang cukup besar menyabet medali emas adalah ganda campuran, yang mengandalkan pasangan juara All England 2020, Praven Jordan/Melati Devia Oktavia. Pasangan ini punya misi mengikuti jejak Tontowi Yahya/Lyliana Natsir yang meraih medali emas pada Olimpiade Rio 2016.

Namun sekali lagi Olimpiade adalah panggung terakbar olahraga yang penuh misteri.

Dua nomor yang sangat ditargetkan ternyata gagal total. Markus/Kevin kandas di babak perempat final dari pasangan Malaysia yang baru pertama kali mengalahkan mereka, Aaron Chia/Soh Wooi Yik.

Adapun Hendra/Ahsan selangkah lebih baik dengan menembus ke semifinal tapi kandas dikalahkan pasangan China Taipeh, Lee Yang/Wang Chi Lin, yang kemudian menjadi juara. The Daddies kalah lagi dari Aaron Chia/Soh Wooi Yik di pertandingan perebutan medali perunggu. 

Sedangkan ganda campuran Praven/Melati takluk dari pasangan China, Zheng Siwei/Huang Yaqiong di babak perempat final. Ketiga pasangan tersebut tidak dapat menampilkan performa sebagaimana biasanya. Tekanan dan beban bertanding sangat besar membuat mereka sama sekali tak berkembang di Tokyo.

Justru Greysia/Apriani bermain dengan melepas tekanan, bermain gembira, dan menikmati pertandingan demi pertandingan. Greysia/Apriani meniti satu persatu jalan yang penuh liku dengan penampilan yang solid, kompak, dan konsisten. 

Jika kita melihat kembali, mereka sangat kuat sejak penyisihan. Mereka selalu menang dengan perjuangan hebat, semangat hebat, dan pantang menyerah tiap perebutan poin. 

Penampilan heroik Greysia/Aprianoi yang menggugah di pertandingan puncak adalah buah manis kerja keras dari proses panjang. Saya yakin betapa keras persiapan mereka menuju Tokyo ditempa pelatih Eng Hian. 

Medali emas adalah gelar “mayor” pertama bagi Greysia/Apriyani, yang bahkan belum pernah juara All England atau Kejuaraan Dunia. Sebelumnya prestasi terbaik Grey/Apriani adalah juara ketiga Kejuaraan Dunia 2018 dan 2019, serta Asian Games 2018 Jakarta-Palembang.

Greysia/Apriyani akan tercatat dalam sejarah sebagai pemain bulu tangkis ganda putri Indonesia pertama yang menjuarai Olimpiade. Dengan demikian, lengkap sudah semua nomor badminton yang pernah memenangkan medali emas sejak pertama kali dipertandingkan pada Olimpiade Barcelona 1992.

Greysia/Apriani resmi bergabung dengan eight club bersama Susi Susanti (tunggal putri Olimpiade 1992); Alan Budikusumah (tunggal putra Olimpiade 1992); Ricky Subagja/Rexi Mainaki (ganda putra Olimpiade Atlanta 1996); Chandra Wijaya/Toni Gunawan (ganda putra Olimpiade Sydney 2000); Taufik Hidayat (tunggal putra Olimpiade Athena 2004); Hendra Setiawan/Markis Kido (ganda putra Olimpiade Beijing); dan Tontowi Ahmad/Lyliana Natsir (ganda campuran Olimpiade Rio 2016).

Perjuangan dan kesuksesan Greysia/Apriani sejenak membuat Indonesia tersenyum bangga di tengah pandemi. 

Terima kasih, Greysia/Apriani. Kata-kata, tulisan ini bahkan bonus berlimpah saja belum cukup, untuk menyandingkan dengan perjuangan kalian mengharumkan nama Indonesia.

Kalian memang hebat! 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naik Kereta Api Surabaya ke Jogja

Mencermati Teori Werner Menski: Triangular Concept of Legal Pluralism

Perjalanan Seru dari Makassar ke Jogja