Agenda utama ke Jogja kali ini sejatinya adalah menghadiri Prambanan Jazz 2024 yang dilaksanakan pada 5, 6, 7 Juli 2024. Event ke-10 ini mengusung tema "Satu Dekade Bersama", kolaborasi antarmusisi, seniman, jurnalis, hingga komunitas penggiat seni.
Tiba di Stasiun Tugu pada Sabtu siang 6 Juli 2024 saat kota Jogja disesaki wisatawan, membuat kami kesulitan mendapatkan kamar hotel bagus, hanya tersedia satu-dua di Maliboro, itupun harganya sudah lebih 3 juta rupiah per malam. Akhirnya kami hanya bisa menginap di RedDoorz near Pascasarjana UGM seharga 800 ribu rupiah per malam, padahal harga normalnya 250 ribu rupiah. Sebetulnya lebih tepat disebut kamar kos daripada kamar hotel.
Rencana awal Vera dan saya berangkat ke Candi Prambanan pada pukul 17.00 setelah mengantar Siti dan Uswa main ke Concert Hall Taman Budaya, di Jalan Sriwedani Gondomanan, karena di sana ada konser JKT 48 dengan tajuk "Aturan Anti Cinta". Kami menggunakan grabcar menembus kemacetan Jogja akhir pekan dan musim liburan sekolah. Perjalanan balik kami memilih grab motor dua unit, padahal sudah order grabcar yang tak kunjung diterima.
Menjelang Magrib tiba di Jalan C. Simanjuntak Terban, rumah yang ditinggali kerabat, Memed bersama keluarganya. Usai salat, pada pukul 18.00, Vera dan saya baru berangkat meminjam motor Memed, sekaligus menitipkan Siti dan Uswa di Terban.
Kami memutuskan mengendarai motor setelah mendapat informasi dari Reza dan Fandi, teman dari Makassar, yang sudah lebih dulu tiba di venue. Ia menginfokan jalur ke Prambanan macet panjang, terutama saat memasuki kawasan candi yang terletak di Kranggan, Klaten, sehingga akan lebih efektif jika menggunakan motor.
Saya mengendari honda Beat melaju dengan kecepatan standar 50 kilometer per jam, menyusuri Jalan Cik Ditiro, Colombo, Gejayan, Cenderawasih, Demangan Baru, Adi Sucipto, dan Jalan Raya Solo. Menikmati perjalanan dengan menengok perubahan-perubahan apa yang terjadi setelah saya meninggalkan Jogja pada awal 2008, 16 tahun silam. Ya, waktu mengubah begitu banyak hal.
Setelah tiba di Prambanan menjelang pukul 19.00, panggung sedang break Isya, kami berkeliling festival dulu, menengok banyak booth keren yang menawarkan hiburan games dan souvenir. Fasilitas lengkap tersedia dalam venue: storage, musholla, toilet portable, ruang difable, kids area, hingga Fox's sparkling village keren.
Karena sudah makan gudeg Yu Djum di Terban sore tadi, saya dan Vera hanya ingin ngopi dan mengemil. Puluhan bahkan hampir ratusan ragam kuliner di area festival siap melayani PJF lovers. Karena sangat ramai, kami berbagi tugas, saya mengantri kopi di stand Toko Kopi Tuku, sedangkan Vera membeli seporsi bakso.
Berkeliling area festival sangat fun. Di stand PLN ramai pengunjung mengecas HP sambil bersantai. Di situ, kami mengobrol dengan pasangan dari Solo, yang tiap tahun menghadiri Prambanan Jazz. "Ini hiburan rutin kami", katanya.
Kami mengantisipasi banyak hal berdasarkan rundown. Tentu tidak bisa menonton seluruh line-ups. Hanya penampil waktu malam yang kami akan nonton. Pertama yang kami saksikan adalah Kunto Aji, pada pukul 20.30. Karisma dan penampilan Aji yang eksentrik berhasil menghangatkan panggung festival yang makin semarak.
Saya sendiri sangat menunggu KLA Project usai penampilan Kunto Aji. Dan ketika Katon, Lilo, dan Adi mulai naik ke Festival Stage pada pukul 21.45, mereka disambut begitu semarak para Klanis dan PJF lovers yang sudah memenuhi depan panggung yang luas.
KLA mengajak kita bernostalgia dengan deretan hits yang familiar. Setelah membawakan Menjemput Impian, Katon memimpin melantunkan Indonesia Pusaka. Selanjutnya Terpuruk Ku di Sini, Gerimis, Tak Bisa ke Lain Hati, Yogyakarta, dan menutup penampilan yang romantis dengan tembang Tentang Kita. Lagu-lagu KLA diiringi tiupan maut saksofon Ari Kurniawan yang tampil memukau.
Di antara break, Katon dan Lilo bergantian menyapa penonton, dengan sesakali melepaskan jokes gaya 1980-an. Termasuk guyonan jayus saat mengajak Klanis untuk menghadiri konser 36 tahun KLA Projet pada 25 Oktober 2024 di Istora GBK. "Siapkan pinjol kalian", gurau Katon.
Prambanan Jazz day 2 ditutup penampilan keren Maliq & D'Essential. Band dari Jakarta yang digawangi Angga, Indah, dan Lale ini tampil optimal dan aktraktif. Maliq membawakan barisan lagu-lagu hits Dia, Kita Bikin Romantis, Semoga, dan menutup penampilan mereka dengan nomor Pilihanku, sukses menggoyang dengan penuh energi yang menulari penonton melewati malam minggu di Prambanan.
Hari ke-3
Pada hari terakhir, kami ingin datang lebih awal, sore petang. Namun perjalanan terhambat karena lalu lintas di Jalan Raya Solo macet begitu panjang, barangkali 5 kilometer hingga Prambanan, mengendarai motor sekalipun. Kami baru tiba pukul 19.00.
Jika kemarin kita cukup leluasa memarkir motor di area selatan, maka hari ini diarahkan ke utara, begitu sulit mencari celah di kantong-kantong parkir yang disediakan. Penonton membludak dua kali lebih banyak dibanding hari kedua.
Tentu saja ini seperti final day dalam setiap perhelatan. Malam ini akan hadir penampil yang memiliki fans fanatik. Kahitna, Tulus, Gigi Unplugged, dan Dewa feat Virzha, akan bergantian mentas di Festival Stage mulai pukul 19.00. Terjadwal pula penampilan Yuni Shara dan Tiara Eve di Navasrpm Stage. Sebelumnya dari siang hingga Magrib ada penampil Ardhito Pramono, Trisum, Tantowi Yahya, dan KIM.
Kahitna seperti lazimnya tampil optimal dengan aransemen musik yang berkelas yang diotaki Yovie Widianto, menghibur fans yang kebanyakan perempuan. Usai Kahitna, giliran Tulus mentas dengan mengeksplore lagu-lagu bertema cinta dan kehidupan sehari-hari dengan vokal yang kuat dan lirik yang bagus. Aksi Tulus yang humble dan gaya komunikatif yang cair, membuat penampilannya selalu mendapat kesan spesial di hati penggemar.
Selanjutnya Gigi, termasuk band ikonik Indonesia yang punya fans setia. Di sini mereka bermain upplugged. Gigi yang diperkuat Arman Maulana dan Dewa Budjana mengejutkan penonton dengan lagu pembuka, Pintu Surga, dan juga Ku Sadari. Dua lagu religius di panggung jazz tentu sesuatu yang unik. Arman yang kita kenal sejak dulu sebagai frontman aktraktif membawakan nomor-nomor andalan Andai, 11 Januari, My Facebook, juga Jomblo.
Saat di pertengahan penampilan GIGI, saya bergeser sejenak ke festival tepatnya di Fox's sparkling village untuk membeli secangkir kopi di Kopi Tuku yang antreannya berbaris rapi 20 meter. Saya mengira agak longgar, rupanya juga penuh, tak ada lagi kursi tersisa, orang duduk dengan santai di tanah rumput baik menggelar tiket maupun kosongan sambil makan dan bercengkerama, layaknya bertamasya di kebun raya menikmati pertunjukan musik. Total 25 ribu manusia hadir malam itu di kawasan candi berusia 1.168 tahun ini.
Merasakan suasana santai yang menyenangkan ini membuat saya tak minat balik ke depan stage yang berjubel, ingin tetap di sini menikmati dengan cara baru menonton konser. Saya menghubungi Vera dan ia bergabung ketika GIGI kelar tampil, menjelang performa Dewa 19.
Beruntung di sela menunggu Dewa manggung, kami mendapatkan 1 meja yang menyatu dengan kursinya untuk menikmati Es Kopi dan Chicken Teriyaki Sushi Thei. Dari sini berjarak 70 meter dari stage, kami menonton pertunjukan Ahmad Dhani Cs featuring Virza beraksi.
Dewa 19 mulai tampil pukul 23.15 menit. Lagu pembukanya Perempuan Paling Cantik di Negeriku Indonesia. Disusul Cukup Siti Nurbaya dari album Terbaik-terbaik (1995), kemudian Dewi, dan Aku Milikmu.
Setelahnya Dhani maju membawakan dua lagu berirama mengentak Madu Tiga Senangnya dalam Hati, dan Roman Picisan dengan sound menggelegar. Aura Dhani sekali lagi membuktikan ia adalah macan panggung.
Dilanjutkan dengan hits galau yang indah, Risalah Hati, dan Pupus. Hari telah berganti ke Senin 8 Juli 2024, ketika Virza menyanyikan Kangen, lagu yang selalu menawan hati. Kemudian mengakhiri dengan manis dan bersemangat, Separuh Napas, sekaligus menutup rangkaian Prambanan Jazz 2024.
Kami tak langsung bergegas pulang, menghindari kerumunan dan kemacetan di gerbang dan parkiran. Reza dan Fandi juga bergabung, sekadar ngobrol dan bersantai menikmati suasana malam yang hangat. Selama dua hari kami merasakan bersama sensasi pertunjukan musik di tengah Candi Prambanan yang megah dengan auranya yang magis. Petualangan musikal yang tak akan terlupakan!
Prambanan Jazz 2024 berjalan dengan sangat baik. Sejauh ini menurut saya adalah festival skala besar paling menarik. Panggung dengan background Candi Prambanan yang disinari lampu sorot dan diapit dua giant screen, serta venue sangat nyaman dengan ruang gerak leluasa, bebas asap rokok, dan rundown bisa terlaksana yang cuma bergeser sekitar 10-15 menit.
Baru menjelang pukul 01.00 dinihari kami bubar, sambil berjalan menuju parkiran di kawasan candi, kami sudah melihat puluhan truk besar masuk-keluar bersiap mengangkut peralatan konser dan festival yang baru saja selesai dihajat.
Good music, good place, good people, and good vibes.
Komentar
Posting Komentar