Skandal "Shuttlegate" yang Mencoreng Olimpiade

Satu momen pertandingan di Olimpiade paling memalukan dan mencoreng nilai-nilai luhur olahraga

Tiba-tiba seisi penonton Wembley Arena, venue badminton Olimpiade London 2012, dan ratusan juta pemirsa televisi disuguhkan dua pertandingan memalukan yang mencederai fair play, di nomor ganda putri antara pasangan terkuat dunia asal China, Yu Yang/Wang Xiao Li, melawan ganda Korsel, Jung Kyung/Kim Ha-na. Satu pertandingan lagi melibatkan ganda putri Indonesia, Greysia Polii/Meiliana Jauhari menghadapi pasangan Korsel lain, Ha Je/Kim Min-jung. 

Ganda China, Yang/Wang dengan sengaja mencari kekalahan agar menempati runner up grup, sehingga terhindar kemungkinan duel dengan pasangan senegaranya di semifinal. Skenario China, hanya ingin mereka bertemu di final dengan memborong medali emas dan perak sekaligus. Seperti diketahui hasilnya Yang/Wang "sukses" kalah. 

Paralel dengan pertandingan di lapangan sebelahnya, begitu duel Yu Yang/Wang Xiao Li melawan Jung Kyung/Kim Ha-na selesai lebih cepat, ganda putri Indonesia, Greysia Polii/Meiliana Jauhari dan pasangan Korsel lain, Ha Je/Kim Min-jung, ikutan latah bermain curang dan unfair untuk mencari kekalahan saja agar dapat terhindar dari Yu Yang/Wang Xiao Li. Permainan begitu menjijikkan. Mereka cenderung dengan sengaja menyangkutkan bola ke net atau memukul bola melebar. Poli/Jauhari akhirnya "kalah". Ini adalah aib. Sangat memalukan. 

Empat pasangan ini mendapat cemooh dari penonton di Wembley. Tidak kurang 1x24 jam, delapan atlet ini harus mempertanggungjawabkan aksi mereka dengan keluarnya sanksi diskualifikasi dari WBF, badan federasi badminton dunia yang didukung oleh IOC, otoritas tertinggi Olimpiade. Empat pasang harus terlempar dari kompetisi dengan cara tidak hormat. Kalau perlu pelatih-pelatih mereka juga dihukum berat karena telah menyuruh bertindak sengaja mencederai sportivitas. 

Dalam olah raga terkandung nilai-nilai luhur. Olah raga menciptakan manusia berfisik kuat, berpikir jernih, membuat manusia menjadi pekerja keras, memiliki mental kuat dan tak mudah menyerah. 

Contohlah olympian asal AS, Greg Louganis, pada Olimpiade Seoul 1988. Peloncat indah legendaris ini mengalami musibah ketika bertanding. Kepalanya terbentur papan loncatan kemudian jatuh mengenaskan ke dalam kolam air. Seluruh penonton cemas menanti dan Louganis dengan tertatih berhasil keluar dari air, namun terjatuh di lantai mengerang kesakitan. Dia divonis geger otak, kepalanya mendapat beberapa jahitan. Namun sungguh hebat, dia masih sanggup berlaga melanjutkan lomba, hingga esoknya dia menjadi pemenang emas Olimpiade. 

Atau tengoklah sejarah 20 tahun kebelakang lagi di Olimpiade Meksiko 1968. Terkenang indah nama John Stephen Akhwari. Pelari maraton asal Tanzania ini satu peserta lari maraton 42,195 kilometer, dan bukanlah peraih medali pada Olimpiade 1968 itu. Saat pertengahan lomba menyusuri medan maha berat tersebut, dia mengalami kram kemudian terjatuh dengan sendi lutut bergeser dan bahu yang perih. 

Namun Akhwari tak mau menyerah. Setelah beberapa saat mengatasi rasa sakitnya, dia meneruskan lomba dengan lutut dibebat kain, dan berhasil menyelesaikan rute itu dengan waktu 3 jam, 25 menit, 27 detik. Jauh lebih lambat dari pemenang dari Etiopia, Mamo Wolde, dengan waktu 2 jam, 20 menit, 26 detik.

Ketika diwawancara mengapa dia ngotot meneruskan lari meski kondisi fisiknya tidak memungkinkan, Akhwari menjawab penuh nasionalisme, "Negara saya tidak mengirim saya terbang 10.000 mil jauhnya hanya untuk start berlari. Mereka mengirim saya untuk menyelesaikan lomba". 

Luar biasa. Untuk keberanian dan semangatnya menyelesaikan lomba, Louganis dan Akhwari disemati penghargaan sebagai atlet yang paling menujukkan prinsip dan semangat olimpiade oleh IOC. 

Bravo olah raga.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Setelah Balapan, Konser Keren Lenny Kravitz (10)

Mencermati Teori Werner Menski: Triangular Concept of Legal Pluralism

Perjalanan Seru dari Makassar ke Jogja