Kejutan Ulang Tahun di Prajabnas 2010

Satu malam pada 2010 barangkali menjadi kenangan ulang tahun saya paling mengejutkan. Sebelas tahun sudah berlalu, namun hingga sekarang saya masih bahagia (suka senyum-senyum sendiri) mengingat setiap momennya. 

Biarkanlah saya menceritakannya di sini.

Surat tugas mengikuti Diklat Prajabatan terbit, waktu itu kami yang masih berstatus CPNS tahun 2008 dalam lingkup Kementerian Pendidikan Nasional, bersiap-siap mengikuti dengan jadwal pada 22 Februari - 7 Maret 2010 di LPMP Sulsel.

Saya mungkin peserta terakhir yang masuk asrama untuk dikarantina selama dua pekan. Tak ikut gladi bersih, karena baru tiba beberapa menit sebelum upacara pembukaan. 

Jumlah peserta sekitar 120 orang. Kami adalah gabungan dosen muda Unhas, UNM, Poltek, Politani, UIN, dan juga STAIN Palopo. Kampus negeri yang berlokasi di Sulsel.

Suasana Prajabnas yang mengutamakan kebersamaan berjalan dinamis dan sangat kental unsur akademik, membuat wawasan semakin terbuka dan tercerahkan. Prajabnas juga mendidik kami bersikap disiplin dalam segala hal.

Setiap hari kegiatan Prajabnas dimulai pukul 5.30, mengikuti olahraga pagi jogging mengitari LPMP dan dilanjutkan dengan senam aerobik yang dipandu instruktur. Setelah itu sekitar pukul 6.30 waktunya sarapan di tempat yang setiap harinya kami datangi sebanyak lima kali (sarapan pagi, coffee break pukul 9.30, makan siang pukul 12.00, break sore pukul 15.30, dan makan malam pukul 19.00). 

Selama dua pekan, posisi para peserta tidak boleh berganti kursi. Semacam ritual yang tidak boleh dilanggar adalah seluruh peserta boleh menikmati hidangan harus serentak, setelah kehadiran peserta telah lengkap, dan tentunya diawali doa bersama.

Materi inti Prajabnas dimulai pukul delapan setelah apel pagi. Berakhir pukul 22.00, ditutup dengan apel malam. Prajabnas ini dibagi dalam tiga kelas yang masing-masing kelas diisi 40 peserta. Saya sendiri bergabung di Kelas-A, yang diketuai Achmad Taufik, dosen Politeknik Ujung Pandang. Overall, Prajabnas 2010 dipimpin (kami menyebutnya Kepala Suku) Muhammad Ridwan, Dosen FIB Unhas.

Satu hal istimewa bagi saya dalam Prajabnas ini akan berulang tahun yang ke-29 pada hari ke-5, tepatnya pada Jumat 26 Februari 2010. Dua hari sebelumnya, pada 24 Februari 2010, peserta bernama dr. Idrianti Idrus, yang akrab dipanggil Eche, juga berulang tahun ke-29. 

Bedanya, hari lahir Eche sudah diketahui banyak peserta, bahkan kami sudah menyanyikan lagu buatnya di pantry saat hendak sarapan. Saya yakin tidak akan mendapatkan ucapan dan lagu seperti yang diterima Eche. Tidak masalah, lagi pula saya sedikit malu menjadi pusat perhatian, jadi saya diam-diam saja.

Hari Jumat, 26 Februari itu datang, saat bunyi sirene meraung-raung di wisma Anggrek (asrama putra) pada pukul 4.30. Seketika saya terjaga dari tidur, berdoa pendek sejenak mengucap syukur pada Allah SWT. Setelah itu berlekas mandi, sembahyang subuh, dan siap-siap jogging, senam aerobik dan mengikuti rangkaian materi.

Diklat juga berjalan seperti biasa, saya sempat lupa hari itu ulang tahun, karena sibuk dalam materi ‘Etika Organisasi’ arahan widyaswara kandidat Dr. Mardyn. Apalagi ada peristiwa duka pada pagi itu. Peserta kelas kami bernama A. Momang Yusuf, menerima kabar Ayahnya meninggal dunia di Sinjai (150 km dari asrama). Sore kelabu itu kami melepas Momang di pelataran parkir. Momang tampak tegar dan berjanji kembali secepatnya untuk meyelesaikan Prajabnas.

Setelah materi selesai, serupa seperti malam-malam sebelumnya, saya (kami) sudah sangat lelah. Saya hanya ingin apel malam segera kelar, salat Isya, kemudian beranjak tidur. Sama sekali tidak ada kecurigaan saat apel malam itu berlangsung tidak formil dan lokasinya dialihkan ke depan wisma Anggrek-- biasa di lapangan depan.

Ternyata di sinilah awal momen spesial buat saya, juga buat Eche. Berawal dari Azhari, Komandan Lapangan (Korlap) Prajabnas yang memiliki suara lantang dan kumis lebat--tentu kombinasi klop untuk menunjang tugasnya. Seperti biasa dia mengevaluasi sikap disiplin peserta.

Namun malam ini berbeda, ia tidak lagi memberi ampunan kepada peserta yang dianggap indisipliner selama lima hari sejak hari pertama diakumulasi. Saya coba ingat peserta tersebut adalah: saya sendiri, Eche, Rosmala Dewi, dan Andri dari Kelas A. Dari Kelas B ada Adelia, Jus’am, dan Ibrahim. Kelas C yang saya ingat Subhan, dan peserta paling populer, siapa lagi kalau bukan Abbas.

Rosmala Dewi dinilai sering terlambat masuk kelas; Eche ketahuan kerap menggunakan handphone saat materi berlangsung; saya dianggap sering meninggalkan kelas padahal hanya sekali. Jus'am, pernah ditegur keras karena permasalahan waktu makan dan waktu salat Duhur. Sedangkan Subhan dinilai tidak disiplin sebab mengenakan sepatu sandal selama Prajabnas.

Sanksinya tidak main-main, kami semua dinyatakan "terdiskualifikasi". Seluruh peserta terdiam, apalagi kami sebagai terhukum. Eche dan Dewi sudah pasrah untuk mengulang Prajabnas tahun depan. Saya belum puas, masih ingin melakukan pembelaan. Saya masih sempat berpikir ini hanya akal-akalan panitia. 

Anehnya lagi peserta yang lain masih diberi kesempatan untuk membela kami. Banyak yang ingin mengecam keputusan ini, mengacung tangan, tapi hanya diberikan kepada tiga orang. 

Pertama, Ahmad Taufik, menilai hukuman ini terlalu dini karena tanpa ada pemberitahuan sebelumnya. Kedua, Sahril Bachori, berpendapat sanksi terlampau berat dan tak proporsional. Ketiga, Nani Suryani, perwakilan perempuan angkat bicara dengan mata berkaca-kaca, ia menilai kalau aturan seperti itu yang menjadi acuan, ia pun harus keluar karena telah melakukan pelanggaran serupa. Nani mendapat pujian karena kejujuran dan solidaritasnya.

Namun pledoi mereka tidak memengaruhi vonis, sanksinya hanya untuk kami yang berada di depan. Akhirnya, setelah panitia berhasil menciptakan suasana emosional, saya dan Eche didapuk mewakili para "terpidana" menerima dan membacakan surat sanksi.

Surat tersebut berkop resmi LPMP, membuat saya menilai sanksi ini sah. Saya membuka amplop itu dengan menahan amarah sekuat-kuatnya. Sudah terlintas di benak setelah ini, saya harus mengepak koper, kemudian meninggalkan LPMP. Kami diperlakukan tidak adil, begitu saya membatin.

Dan. Kaget sampai jantung saya berhenti berdegup sekejap, rasanya mau terlepas. Full of surprises, dalam surat tersebut tertulis kata-kata sebagai berikut: (saya tulis dengan otentik),

Kepada: Muhammad Zulfadli, S.H., M.H. dan dr. Indrianti Idrus, 

a.n. Kepala Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Sulawesi Selatan dan Satgas Pelaksana Prajabatan Nasional Gol. III Reguler tahun 2010, mengucapkan: “SELAMAT ULANG TAHUN YANG KE-29, SEMOGA PANJANG UMUR DAN SUKSES SELALU, BAIK DALAM KARIER DAN DI TEMPAT PENGABDIAN”.

Salam Prajabnas Kemendiknas 2010

Muhammad Zulfadli - (A-09)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naik Kereta Api Surabaya ke Jogja

Mencermati Teori Werner Menski: Triangular Concept of Legal Pluralism

Perjalanan Seru dari Makassar ke Jogja