Ketika Cerita Lama Runtuh dan Belum Ada Cerita Baru
Yuval Noah Harari seorang jenius, memiliki bakat sejati untuk mengemas pengetahuan dengan cara yang membuat pembaca terpukau.
Harari selalu mendapat cara terbaik-memberi perspektif historis dan filosofis- untuk menerangkan peristiwa dan analogi secara cemerlang. Ia mampu berpikir luas dan "keluar dari kotak" menggunakan perbandingan mengejutkan namun meyakinkan. Tiap pendekatan untuk bercerita dipikirkan dengan teliti oleh Harari.
Seperti jika kita membaca buku ketiga Harari berjudul 21 Lessoon for 21st Century (2018). Setelah mengelaborasi kehidupan sejarah manusia dalam Sapiens (2014) dan memproyeksikan kehidupan seperti apa yang dijalani manusia pada beberapa dekade-abad mendatang lewat Homo Deus (2016), buku ini mengupas hal-hal penting dan urgen yang umat manusia hadapi saat ini yang harus diselesaikan dengan bijaksana.
Merujuk judul, Harari menghimpun 21 isu aktual kehidupan modern saat ini, mulai terorisme, imigran gelap, berita bohong, perubahan iklim, agama, munculnya kecerdasan buatan, pelanggaran privasi, hingga penurunan kerja sama dunia internasional. Semuanya dikaitkan dengan satu hal: perkembangan teknologi bernama mesin algoritma, yang Harari istilahkan dengan digital dictatorship.
Proses global telah menjadi terlalu rumit untuk dipahami oleh satu orang. Dunia kontemporer terlalu sukar, tidak hanya untuk rasa keadilan kita, tetapi juga untuk kemampuan manajerial kita. Tak seorang pun benar-benar memahami apa yang sedang terjadi di dunia.
Lalu bagaimana kita bisa mengetahui kebenaran tentang dunia, dan menghindari menjadi korban propaganda dan informasi yang salah? Oleh Steven Sloman dan Philip Fernbach disebut sebagai 'ilusi pengetahuan'. Kita pikir kita tahu banyak, meskipun secara individu kita tahu sangat sedikit, karena kita memperlakukan pengetahuan di benak orang lain seolah-olah itu milik kita sendiri.
Harari mengingatkan lagi bahwa kita seharusnya tidak pernah meremehkan kebodohan manusia. Baik di tingkat pribadi maupun kolektif, manusia cenderung melakukan aktivitas yang merusak diri sendiri. Padahal “Kebodohan manusia” adalah salah satu kekuatan terpenting dalam sejarah, karena itu kita bisa terus belajar. Namun kita sering mengabaikannya.
Pendidikan mengajarkan kita bahwa jika kita tidak tahu sesuatu, kita tidak perlu takut mengakui ketidaktahuan kita dan mencari bukti baru. Jika kita percaya pada pencarian kebenaran oleh manusia yang bisa salah, mengakui kesalahan adalah bagian yang melekat dari permainan.
Dibutuhkan keberanian yang lebih besar untuk selalu mempertahankan kebebasan untuk meragukan, memeriksa kembali, mendengarkan pendapat kedua, mencoba jalan yang berbeda.
Perlu bereksperimen dengan jalan yang tidak produktif, menjelajahi jalan buntu, memberi ruang bagi keraguan dan kebosanan, dan membiarkan benih-benih kecil wawasan tumbuh dan berkembang secara perlahan.
Menurut Harari sangat sulit untuk menemukan kebenaran saat seseorang menguasai dunia. Kita terlalu sibuk. Kebanyakan pemimpin politik dan pengusaha bisnis selamanya dalam pelarian.
Jika Anda ingin mendalami topik apa pun, Anda membutuhkan banyak waktu, dan khususnya Anda perlu hak istimewa untuk meluangkan waktu. Jika Anda tidak mampu meluangkan waktu - Anda tidak akan pernah menemukan kebenaran. Aturan sederhana.
Menulis buku ini contohnya, memberikan pelajaran bagi Harari pada tingkat pribadi. Ketika membahas isu-isu global, ia selalu dalam bahaya mengistimewakan sudut pandang elite global daripada berbagai kelompok yang kurang beruntung.
Elite global memerintahkan percakapan, jadi tidak mungkin melewatkan pandangannya. Sebaliknya, kelompok yang kurang beruntung secara rutin dibungkam, sehingga mudah untuk melupakannya - bukan karena niat jahat yang disengaja, tetapi karena ketidaktahuan belaka. Tulis Harari.
Setiap generasi membutuhkan jawaban baru, karena apa yang kita tahu dan tidak tahu terus berubah. Harari rupanya kecewa pada dunia akademis dewasa ini. Dunia akademis memberinya alat yang ampuh untuk mendekonstruksi semua mitos yang pernah dibuat manusia, tetapi itu tidak menawarkan jawaban yang memuaskan untuk pertanyaan besar tentang kehidupan. Sebaliknya, hal itu mendorong untuk fokus pada pertanyaan yang sempit dan lebih sempit.
Rasanya semua sepakat makna 'menjadi manusia' kemungkinan besar akan bermutasi tak liniar. Yang terpenting dari semuanya adalah kemampuan untuk menghadapi perubahan, untuk mempelajari hal-hal baru, dan untuk menjaga keseimbangan mental dalam situasi yang tidak biasa.
Jangan mengharapkan kesempurnaan. Salah satu fiksi terbesar dari semuanya adalah menyangkal kompleksitas dunia, dan berpikir secara absolut tentang kemurnian murni versus kejahatan setan.
Trik untuk mengakhiri kecemasan kita, Harari menyarankan, adalah tidak berhenti khawatir dengan kerendahan hati. Itu untuk mengetahui hal-hal mana yang perlu dikhawatirkan, dan seberapa besar yang perlu dikhawatirkan.
Seperti yang dia tulis dalam pembuka buku: “Apa tantangan terbesar dan perubahan terpenting saat ini? Apa yang harus kita perhatikan? Apa yang harus kita ajarkan kepada anak-anak kita?.”
Kehidupan sekarang ini menurut menuntut perhatian penuh. Gagasan besar Harari adalah mengajak kita merenungkan. Bagaimana kita bertahan hidup di zaman kebingungan, ketika cerita-cerita lama runtuh, dan belum ada cerita baru yang muncul untuk menggantikannya.
Satu jawaban yang jelas adalah bahwa manusia adalah makhluk sosial, oleh karena itu kebahagiaan sangat bergantung pada hubungan kita dengan orang lain. Tanpa cinta, persahabatan, dan komunitas, siapa yang bisa bahagia? Jadi paling tidak, untuk menjadi bahagia kita perlu memperhatikan keluarga, teman, dan anggota komunitas.
Selamat berakhir pekan dan berbahagia, kawan-kawan.
Komentar
Posting Komentar