Presidensi G20 untuk Mewujudkan Pembangunan Berkeadilan dan Berkelanjutan (SDGs) pada 2030
Saya rajin menonton unggahan di kanal YouTube Sekretariat Presiden. Kanal itu menyampaikan informasi jelas, detail, dan substansial, dengan menampilkan video dan visual yang luar biasa indah, sehingga kita seolah-olah merasakan dari dekat kegiatan dan tugas-tugas resmi kenegaraan dari Presiden Joko Widodo dan juga Wakil Presiden Ma'ruf Amin.
Dari kanal itu pula saya pertama kali mengetahui dan menyaksikan dengan penuh kebanggaan saat Presiden Jokowi menerima alih Presidensi G20 dari PM Italia Mario Draghi, di Roma, Italia, pada 31 Oktober 2021 lalu.
Presidensi G20 memang seperti "arisan", dan tahun ini giliran Indonesia. Setelah itu India pada 2023, dan kemudian Brasil pada 2024. Karena mekanisme 'arisan', G20 tidak punya kantor sekretariat permanen, tidak merujuk AD/ART, dan tidak ada rules of procedurs yang baku. Meskipun demikian Presidensi Indonesia G20 tetap merupakan kehormatan dan kepercayaan yang sungguh besar.
Sejak itu saya meyakini event yang sangat langkah dan "sakral" ini akan digaungkan, disosialisasikan, dan dipromosikan secara luas, di semua platform media yang tersedia.
Seperti sebelumnya, jika Indonesia akan menghelat event internasional, Presiden Jokowi sendiri terjun langsung mempromosikan. Contohnya, Jokowi sering mengenakan kaos Asian Games 2018 saat Indonesia tuan rumah pesta olahraga Asia tersebut.
Jokowi juga intens memastikan persiapan ajang balapan MotoGP di Sirkuit Mandalika, Lombok, Nusa Tenggara Barat, pada 20 Maret 2022, di mana Jokowi hadir mengenakan jaket berwarna merah G20 yang menarik perhatian penonton internasional. Luar biasanya saya juga berkesempatan hadir di Mandalika saat itu.
Penunjukan Maudi Ayunda sebagai Juru Bicara Pemerintah untuk Presidensi G20 juga merupakan 'kejutan' spesial, pesan kuat bahwa ajang G20 ini melibatkan kaum milenial sebagai generasi yang juga memegang peran penting menyukseskan ajang sebesar G20.
G20 merupakan the premier economic cooperation forum. Terdiri dari 19 negara ekonomi besar dan Komisi Uni Eropa. Berdasarkan statistik, G20 mewakili lebih dari 60 persen populasi bumi; 75 persen perdagangan global; dan 80 persen gross domestic product (GDP).
G20 dibentuk pada 1999 untuk mengatasi krisis ekonomi internasional pada 1997/1998, di mana saat itu forum negara besar dalam G7 dinilai tidak mampu, kemudian mengajak negara-negara berpendapatan menengah yang memiliki pengaruh ekonomi, termasuk Indonesia.
Untuk pertama kalinya, Indonesia memimpin G20, terhitung mulai pada 1 Desember 2021 dan akan berlangsung hingga bulan November 2022 mendatang. Presidensi G20 merupakan perhelatan luar biasa yang sangat langka, bisa menjadi kesempatan sekali seumur hidup. Momentum yang sangat penting menggaungkan nama Indonesia di pusat panggung dunia.
Event G20 sangat menentukan bagi Indonesia sebagai negara the emerging economy and the emerging democracy, yang bisa menjadi role model untuk banyak sekali aspek terkait tentang tata kelola dunia yang lebih adil. Indonesia bisa menjadi role model bagaimana pertemuan agama dan demokrasi; role model memanfaatkan maksimal bonus demografi; role model menghadapi era disrupsi yang membingungkan.
Tema Presidensi G20 Indonesia mengusung slogan "Recover Together dan Recover Stronger". Slogan yang dipilih langsung oleh Presiden Jokowi bukan sekadar slogan tapi mengandung makna yang sangat penting. Sangat tepat dengan situasi pandemi saat ini.
- Recover Together; untuk pulih perlu kolaborasi dan kerja sama sehingga tidak satupun negara ditinggalkan (no one is left behind); perlu mengedepankan multilaterisme, partnership, dan inklusivitas; semua memiliki tanggung jawab untuk pemulihan; diperlukan ekonomi dunia yang terbuka adil, dan saling menguntungkan;
- Recover Stronger: pandemi memberikan momen untuk transformasi dunia menjadi lebih baik; tidak cukup pulih tapi harus pulih lebih kuat; perlu ciptakan iklim kerja sama dan kolaborasi kongkrit yang memungkinkan pertumbuhan dunia yang lebih cepat.
Kepemimpinan Indonesia di G20 mengandung tiga nilai strategis, yakni:
- Menegaskan pentingnya solidaritas dan kerja sama global dalam percepatan pemulihan sosio ekonomi paska pandemi;
- Negara selatan pertama yang memimpin G20 merupakan representasi negara berkembang dalam memperjuangkan reformasi tata kelola dunia berkeadilan dan berkelanjutan;
- Presidensi G20 ini menjadi momen untuk pengakuan Indonesia sebagai the emerging economy, dan penguatan diplomasi Indonesia di peran kepemimpinan dunia.
Berdasarkan penjelasan Staf Khusus Menteri Luar Negeri RI untuk Penguatan Program-program Prioritas Dian Triansyah Djani, pada Seminar Publik bertajuk "Presidensi Indonesia G20: Kepemimpinan untuk Tata Dunia yang Berkeadilan dan Berkelanjutan" di UGM Yogyakarta pada 17 Maret 2022, bahwa KTT G20 di Bali pada 15-16 November akan mengundang 39 peserta, dengan rincian 20 negara G20; 9 negara undangan, dan 10 organisasi internasional.
Salah satu negara undangan khusus adalah negara kecil kepulauan di Samudera Pasifik, Republik Kiribati. Negara yang paling berdampak akibat krisis iklim. Langkah kongkrit Indonesia yang mementingkan juga negara berkembang lainnya di luar G20.
Sebagai pemegang Presidensi G20, Indonesia akan mendorong beberapa isu penting sebagai agenda utama, yakni sebagai berikut;
- Mempromosikan produktivitas, dengan mempromosikan pemulihan yang merata; dan meningkatkan efisiensi dalam perekonomian;
- Meningkatkan ketahanan dan stabilitas sistem keuangan;
- Memastikan pertumbuhan yang berkelanjutan dan mempromosikan pertumbuhan inklusif.
G20 sebagai global partnership, membutuhkan upaya kolektif dan mekanisme untuk atasi tantangan global saat ini. Pandemi, krisis iklim, kesenjangan semakin besar, dan perang. Pandemi Covid-19, sebagai contoh, akses dan distribusi vaksin yang tidak setara antarnegara dan kawasan. 36 negara belum menerima vaksin hingga pertengahan tahun 2022.
Saya teringat pidato politik Jokowi pada 21 Juni 2022 di Rakernas PDI Perjuangan, Presiden Jokowi menjelaskan bagaimana beratnya memimpin saat dunia dalam keadaan sangat sulit, penuh dengan ketidakpastian. Krisis karena pandemi, serta krisis karena perang yang mengakibatkan lonjakan harga pangan dan energi. 60 negara akan bangkrut ekonominya; 42 dipastikan sudah menuju ke sana!
Presiden mencontohkan dampak krisis membuat subsidi energi meningkat tajam. Subsidi energi dari 152,2 triliun rupiah melesat menjadi 502,04 triliun rupiah. Subsidi tersebut besar sekali, dapat digunakan membangun 1 ibukota baru seperti IKN yang dianggarkan 466 triliun rupiah. Semua pemerintahan di dunia berjaga dan hati-hati dalam menentukan kebijakan.
Keberhasilan Presidensi G20 Indonesia akan dilihat dalam mengakomodasi dan berperan mengelola perkembangan-perkembangan isu yang dihadapi. Perlu leadership dan creative diplomacy untuk menemukan konsensus. Indonesia sebagai negara pelopor bersedia menjamin kesejahteraan global. Contoh kongkritnya mewujudkan tujuan the Sustainable Development Goals (SDGs) pada 2030.
G20 tentu bisa dirangkai dalam bingkai percepatan pembangunan dalam negeri, yaitu kesejahteraan bangsa agar G20 tidak hanya memberikan kemanfaatan bagi dunia internasional; namun juga pembangunan dalam negeri yang bisa dirasakan langsung masyarakat Indonesia.
Sekadar satu contoh kongkrit, seperti dirilis di laman resmi Bank Indonesia, bahwa pertemuan-pertemuan rangkaian G20 di Indonesia juga menjadi sarana untuk memperkenalkan pariwisata dan produk unggulan Indonesia kepada dunia internasional, sehingga diharapkan dapat turut menggerakkan ekonomi Indonesia.
Dengan sejarah kepemimpinan Indonesia di tingkat internasional seperti pelopor Gerakan Non-Blok (GNB), yang menginisiasi Konferensi Asia Afrika (KAA) 1955 di Bandung, kita yakin bisa memenuhi harapan global bahwa kita semua siap untuk kembali bangkit secara lebih kuat.
Event Presidensi G20 akan menjadi sejarah emas dan akan selalu menjadi inspirasi bagi semua masyarakat untuk lebih berperan dan bertanggung jawab pada isu-isu penting dunia.
Salam.
Komentar
Posting Komentar