Rafael Nadal Juara Sejati itu Pensiun

Dalam hidup ini, segala sesuatu memiliki awal dan akhir, begitu pula karir petenis Rafael Nadal. Nadal menutup tirai karir tenis profesionalnya pada Senin, 19 November 2024 lalu, di Malaga, Spanyol, pada ajang Davis Cup antara Spanyol melawan Belanda.

Bagi saya Nadal lebih dari seorang petenis, ia adalah salah satu atlet sejati terbaik yang pernah saya ikuti dan saksikan kiprahnya, di dalam dan luar lapangan. Sosok yang benar-benar istimewa yang reputasinya jauh melampaui tenis dan sport.

Saya masih ingat momen menyaksikan remaja berusia 18, bertanding di lapangan Philippe Chatrier, Roland Garros, dengan gaya berambut panjang mengenakan bandana putih, berkaos hijau tanpa lengan, celana selutut berwarna putih, mengalahkan petenis Argentina Mariano Puerta untuk memenangkan gelar Grand Slam pertamanya, Perancis Terbuka 2005.

Sejak itu Nadal menjadi menjadi rival terkuat petenis nomor satu dunia asal Swiss, Roger Federer. Federer memenangkan tiga Grand Slam (Australia, Wimbledon, dan US Open pada 2004. Kemudian dua gelar pada 2005, dan kembali tiga trofi pada 2006, di mana Federer hanya gagal di Perancis Terbuka yang mulai dikuasai Nadal. 

Saya dan penggemar tenis patut bersyukur dan berterima kasih atas kehadiran Nadal. Apa jadinya tenis putra tanpa Nadal waktu itu? Federer akan memonopoli semua Grand Slam dan akan membuat persaingan yang menjemukan. Tidak baik untuk tenis.

Rivalitas mereka yang terkenal dengan istilah "Fedal", yang ditegaskan oleh gaya bermain dan pendekatan yang kontras, memantik perhatian global terhadap olahraga tenis dan memicu apa yang oleh banyak orang dianggap sebagai era keemasan tenis putra.

Nadal yang mulai menancapkan dominasi di Roland Garros tak ingin berpuas diri, ia membidik Wimbledon, trofi impiannya sejak kanak-kanak. Lewat perjuangan keras, dua tahun berturut-turut pada 2006 dan 2007 Nadal bisa mencapai final. Sayang impian juara dikandaskan Federer yang semakin mengukuhkan sebagai "Raja Wimbledon" dengan lima piala berturut-turut. Pada 2006 Nadal kalah dalam 4 set, pada final 2007 Nadal melawan sampai 5 set.

Banyak pakar yang menilai Nadal tidak bakal bisa juara di lapangan rumput All England, selama Federer masih ada. Begitu pula sebaliknya, Federer tak akan mampu menaklukkan lapangan tanah liat Roland Garrros yang seolah seperti taman bermain bagi Nadal.

Namun juara sejati tak pernah putus asa dan tak kenal menyerah. Setelah menang empat kali berturut-turut di Roland Garros pada 2008, Nadal datang ke Wimbledon lebih tangguh dan lebih siap. Ia kembali maju ke final untuk menantang Federer, lagi-lagi. 

Hasilnya fantastis, Nadal membuktikan dan menjungkirbalikkan semua prediksi dengan menumbangkan "King" Federer, dengan lima set ketat, 6-4, 6-4, 6-7, 6-7, 9-7. Nadal seperti mengubah logika persaingan tenis. Final Wimbledon 2008 disebut sebagai pertandingan tenis terindah dan paling dramatis sepanjang sejarah. 

"Fedal" tercipta lagi pada final Australia Open 2009, dan Nadal kembali mengalahkan Federer dalam 5 set yang juga menegangkan. Dua kekalahan final dramatis dari Nadal membuat Federer terpukul dan menangis, momen yang belum pernah terjadi.

Namun seperti Nadal, Federer bisa bangkit dari keterpurukan, saat ia mulai diragukan. Federer "memanfaatkan" kekalahan pertama Nadal di Roland Garros oleh Robin Sonderling di babak keempat, karena Nadal tidak dalam fisik prima. Federer akhirnya sukses mengangkat "La Coupe des Mousquetaires," lambang juara Roland Garros, melengkapi tiga trofi slam yang sudah dikoleksinya. Federer juga kembali juara Wimbledon 2009 setelah menang dramatis atas Andy Roddick. Namun Federer gagal memenangkan US Open karena secara mengejutkan dikalahkan Juan Martin del Potro, petenis jangkung Argentina.

Tahun kejayaan Nadal terjadi pada 2010 setelah ia bangkit dari cedera lama pada 2009. Ia memborong tiga slam: Roland Garros, Wimbledon, dan US Open. Satu gelar yakni Australia dimenangkan Federer. Dominasi "Fedal" mulai terpatahkan mulai pada 2011, dengan kehadiran petenis Serbia Novak Djokovic yang menjuarai tiga slam: Australia, Wimbledon, dan US Open. Satu-satunya yang lepas adalah Roland Garros yang dimenangkan Nadal untuk keenam kali.

Satu pertandingan tak terlupakan juga dimainkan Nadal ketika melawan Djokovic pada final Australia 2012. Duel yang dimenangkan Djokovic tersebut berlangsung maraton, 5 jam 53 menit, final Grand Slam terlama yang pernah terjadi. Setelah itu Nadal menang lagi di Paris, Federer menang di Wimbledon untuk ketujuh kali. Di US Open juara baru muncul yakni Andy Murray dari Inggris. 

Dari "Fedal" kemudian "Big Three", dan "Big Four", yang mendominasi dengan memenangkan total 69 Grand Slam dari Wimbledon 2003 hingga US Open 2023.

Nadal sendiri telah memenangkan 22 gelar Grand Slam, menempatkannya di posisi kedua di belakang Djokovic dengan 24 gelar. Nadal mengangkat trofi slam terakhir setelah mengalahkan Casper Ruud di final Roland Garros 2022, mencatat gelar Prancis Terbuka yang ke-14. Selain itu Nadal telah memenangkan dua di Australia, dua Wimbledon, dan empat di US Open. Nadal juga  telah menghabiskan 209 minggu di peringkat 1.

Sayang karier Nadal juga diwarnai oleh seringnya cedera. Gaya bermain fisik dengan keuletan mengejar bola adalah faktor penyebab. Ajaibnya Nadal masih menikmati umur panjang karir yang luar biasa. Dua gelar slam terakhirnya diraih di Australia Terbuka dan Prancis Terbuka pada tahun 2022, satu musim comeback fantastis. Nadal bisa disebut simbol kebangkitan menghadapi masa sulit, baik di dalam lapangan menghadapi ketertinggalan, maupun di luar lapangan saat mengatasi cedera serius.

Selain perestasi cemerlang, Nadal adalah petenis yang memiliki sikap yang nyaris sempurna, cara dia memperlakukan semua orang, dari lawan, wasit, ball boy, fans, hingga media, menjadi teladan. Ia petenis yang tak sekalipun bereaksi berlebihan melampiaskan emosi dengan merusak raket, seburuk apapun penampilannya. Djokovic sering, dan Federer jarang melakukan sikap brutal itu, tapi Nadal tak pernah sekalipun! 

Nadal memiliki setiap kualitas dalam diri seorang atlet sejati. Bukan hanya apa yang telah ia capai di lapangan, tapi cara ia mencapainya sangat menakjubkan. Nadal menunjukkan semangat, keyakinan, bekerja keras, hasrat dan cinta yang luar biasa besar pada tenis.

Pada usia 38 tahun, dengan tubuhnya yang tidak lagi memungkinkan untuk bersaing pada level tertinggi, keputusan pensiun ini mungkin tidak dapat dihindari. Ia telah berjuang dan sudah waktunya mengucapkan selamat tinggal.

Seperti halnya Federer pada 2022, Nadal meninggalkan tenis sebagai salah satu pemain terhebat sepanjang masa dan telah mengubah olahraga ini menjadi lebih baik. Sangat aneh bagi saya membayangkan dunia tenis tanpa Nadal. Saya butuh waktu mencernanya. 

Selamat atas karir yang luar biasa dan selamat menikmati masa pensiun, Rafael Nadal, atlet sejati tiada duanya. 

Gracias, Rafa.






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Setelah Balapan, Konser Keren Lenny Kravitz (10)

Mencermati Teori Werner Menski: Triangular Concept of Legal Pluralism

Perjalanan Seru dari Makassar ke Jogja