The Holdovers: Tiga Jiwa yang Sepi Menemukan Keluarga

https://themiracletheatre.com/events/the-holdovers/

Setelah sekian lama, pada weekend lalu, saya bersama Vera kembali pergi ke Teater XXI Trans Studio Mall, untuk menonton film layar lebar berjudul The Holdovers.

The Holdovers berlatar pada Desember 1970 di sekolah asrama putra Barton, New England, AS. Alexander Payne menyutradarai film ini berdasarkan naskah yang ditulis David Hemingson. Dirilis pada akhir 2023 lalu, yang sejatinya film menyambut Natal.

Alur cerita fokus pada tiga karakter. Pertama, seorang guru pelajaran sejarah kuno bernama Paul Hunham (diperankan dengan baik Paul Giamatti). Paul telah menerima kekecewaan dan frustrasi sebagai bagian dari kehidupan kerja guru, ia tipikal guru klasik, keras kepala, sangat teguh pada disiplin dan standar akademis. Paul banyak dibenci di sekolah terutama Hardy Woodrup, yang sangat marah karena Paul tidak meluluskan siswa anak dari donatur besar Barton. Paul guru tua yang belum kawin dan punya masalah bau badan yang membuatnya makin dimusuhi oleh siswa-siswanya.

Karakter kedua adalah Angus Tully (Dominic Sessa), datang ke Barton dengan masalahnya sendiri, ia siswa remaja yang cerdas tapi juga nakal dan sulit diatur, barangkali pengaruh perpisahan ayah dan ibunya. Angus sangat sensitif, mudah emosi meluap-luap. Angus tidak disukai temannya dan tak diinginkan oleh ibu dan ayah tirinya, maka ia "diasingkan".

Sosok ketiga adalah Mary Lamb (Da'Vine Joy Randolph), ketua kantin sekolah Barton. Dibandingkan Paul dan Angus, penderitaan Mary paling menyakitkan. Ia sangat berduka kehilangan putra tunggalnya, Curtis, siswa Barton yang terbunuh di Vietnam, karena kebijakan wajib militer bagi warga kelas dua di AS. Mary selalu merokok, minum alkohol tiap malam, sambil nonton talkshow recehan di televisi untuk melewati masa terberat hidupnya. Seluruh sekolah bersimpati padanya. 

Ketiga sosok tersebut terpakasa mengisi liburan musim dingin dua pekan terakhir tahun 1970 bersama-sama di asrama sekolah yang kosong ditinggal winter break. Tak pelak, ketiga jiwa yang kesepian ini menemukan cara untuk bersatu, saling menguatkan satu sama lain.

Mary misalnnya, dalam masa berduka yang ia tanggung tapi tetap menjalani hidup dengan sikap dan kebijaksanaan, membawa secercah harapan dalam beberapa adegan yang sangat mengharukan, menyampaikan pesan untuk berdamai dan kelapangan hati menerima semua peristiwa yang menimpa. 

The Holdovers diceritakan dalam komedi dewasa dengan percakapan yang lucu, dan juga perasaan melankolis. Cara dan bagaimana ketiga karakter mengungkapkan diri mereka satu sama lain dan mengungkapkannya untuk kita sangat baik yang menggugah hati dan sikap.

Film ini membuat pelajaran lama tampak baru. Saya sempat bertanya-tanya sendiri mengapa cerita seperti ini harus berlatar di masa lalu dengan isu rasial dan previlege? Bisakah itu diperbarui ke sekolah kita pada saat ini? Saat sulitnya menyelesaikan isu-isu besar global pada abad ke-21 seperti yang diserukan Yuval Noah Harari.

Tapi saya sangat senang bioskop kembali mulai menayangkan film drama klasik seperti The Holdevers, karya hebat duet Aexander Payne dan David Hemingson.









Komentar

Postingan populer dari blog ini

Setelah Balapan, Konser Keren Lenny Kravitz (10)

Mencermati Teori Werner Menski: Triangular Concept of Legal Pluralism

Perjalanan Seru dari Makassar ke Jogja