Malam Penobatan PSG sebagai Raja Baru Eropa
Old Big Ears akhirnya datang ke Paris!!
Final Liga Champions edisi ke-70 pada Sabtu malam 31 Mei 2025 di Munich Football Arena, dimeriahkan Linkin Park, yang menyanyikan"In The End" dan tiga hit metal dengan hentakan yang energik. Disusul pemusik biola David Garret memainkan "Seven Nation Army" yang melengking, sebelum anthem Liga Champions berkumandang tanda pertandingan final dimulai.
Setelah itu kita menyaksikan sejarah baru sepak bola tercipta. Paris Saint Germain (PSG) mencapai kejayaaan Liga Champions untuk pertama kalinya. PSG akan dicatat sebagai klub ke-24 yang memenangkan turnamen antarklub paling prestius di Eropa.
PSG secara perkasa menghancurkan Inter Milan dengan skor 5-0. Kemenangan final terbesar dalam sejarah kompetisi ini, melewati final 1994 saat AC Milan meruntuhkan Barcelona 4-0. Rasanya kita tidak akan melihat kemenangan yang lebih besar dalam puluhan tahun ke depan.
Dari awal hingga akhir pertandngan, Paris mendominasi secara teknis, fisik, dan taktis. Seluruhnya. Lima gol diciptakan Achraf Hakimi menit ke-12, Desire Doue yang berusia 19 mencetak brace pada menit ke-20 dan menit ke-63, Khvicha Kvaratskhelia menit ke-73, dan pemain pengganti Senny Mayulu menit ke-86. Kelima gol diciptakan dengan indah dan berkelas dunia.
Pertunjukan PSG malam itu adalah penampilan yang menakjubkan dalam panggung sebesar final. Nyaris sempurna dari semua segi. Saya yang menonton final sejak 1995, belum pernah melihat dominasi seperti itu pada laga final yang biasanya berlangsung sangat ketat.
Inter Milan asuhan Simone Inzaghi tidak dapat mendekati level standarnya. Lini tengah mereka sangat mudah untuk ditembus untuk menghancurkan pertahanan Inter yang sebelumnya kokoh. Duel ini terlalu jauh bagi Inter yang sudah tua, bertanding hanya menjadi bulan-bulanan anak-anak muda PSG. Malam itu Nerrazuri menderita sepanjang pertandingan, sehingga wasit Istvan Kovacs (Rumania) mengasihani mereka dengan meniup peluit akhir tiga detik setelah menit ke-90. Membuat fansnya bercucuran air mata sepanjang malam.
Kemenangan yang layak untuk PSG setelah penderitaan sejak diambil alih Nasser Al-Khelaifi, Presiden Qatar Sports Investments pada 2011. Sebelum musim ini, mereka telah lolos ke babak sistem gugur sebanyak 12 kali berturut-turut dan mengalami 12 kali patah hati, beberapa di antaranya hampir tidak dapat dipercaya, mereka diolok-olok, dihina dan dicaci maki. Setelah air mata kesedihan, sekarang mengalir dalam sukacita.
Jika ada pemain PSG yang paling pantas mendapatkan, dia adalah kapten Marquinhos, setelah 11 tahun mencoba. Jadi sangat mengesankan melihat Marquinos dikalungi medali emas, menerima trofi idaman, berjalan haru ke podium tempat rekan satu tim dan manajernya menunggu dan mengangkatnya tinggi ke langit.
Kesuksesan ini juga sangat bermakna bagi pelatih Luis Enrique. Treble kedua untuk Enrique dalam karir manajerialnya, setelah bersama Barcelona pada 2015. Enrique juga bergabung dengan klub ekslusif yang berisi Ernst Happel, Ottmar Hitzfeld, Jupp Heynckes, Carlo Ancelotti, José Mourinho, dan Pep Guardiola, sebagai pelatih yang menang pada dua tim berbeda.
Drama menyentuh terjadi sesaat pertandingan berakhir, Enrique menyalin baju kaos hitam bergambar kartun lucu dengan bendera PSG bertuliskan " We Ara The Champion", menggambarkan dirinya dan putrinya, Xana, yang meninggal dunia pada 2019 karena penyakit kanker tulang yang langka.
Fans PSG kemudian membentangkan spanduk besar bergambar Enrique dan Xana yang sedang menancapkan bendera PSG. Ketika Enrique menang bersama Barcelona pada 2015 di Berlin, ia merayakannya bersama Xana di lapangan, dan Xana menancapkan bendera Barcelona di lapangan. Kenangan manis, ia ingin bisa melakukan hal yang sama dengan PSG. Enrique yang membuat tatto huruf "X" di lengan kirinya, tersenyum lebar namun juga diliputi emosi, menghargai apresiasi tersebut. Sungguh penghormatan yang indah dan menyentuh.
Di ujung lain arena, bek Inter Denzel Dumfries meluangkan waktu untuk menghibur para pendukung yang menangis. Itu sentuhan yang juga indah. Seperti sudah dibilang berkali-kali final Liga Champions lebih dari sepak bola, tapi juga metafora kehidupan;
Pertunjukan yang luar biasa. Sungguh tim yang hebat, juara yang hebat. Pasukan Luis Enrique yang dikapteni kapten Marquinhos telah membuat sejarah untuk klub, untuk sepak bola Prancis, dan untuk sepak bola Eropa.
Masa depan klub ini sangat cerah. Selamat untuk PSG.
Komentar
Posting Komentar