Kontroversi Marzuki Ali

Sebenarnya sejak lama saya termasuk orang yang cuek-cuek saja dengan omongan para politisi di media. Mereka adalah wakil rakyat atau pejabat publik yang memang senantiasa dimintai komentarnya tentang berbagai permasalahan yang berkembang di masyarakat. Dan biasanya komentar mereka seragam, klise.

Namun entah kenapa saya selalu merasa sewot dan jengkel dengan segala komentar-komentar kontroversial yang diucapkan politisi dari partai Demokrat, Marzuki Ali. Marzuki memang baru kali ini menjadi anggota DPR, dan langsung menjadi Ketua. Jangan bandingkan dengan ketua DPR sebelumnya Agung Laksono, apalagi dengan Akbar Tanjung. Dia tidak memiliki mental kepemimpinan yang kuat mengingat pengalaman politik dan organisasinya yang memang tak mumpuni dan kurang terasah.

Belum dua tahun menjabat di Senayan, paling tidak beberapa pernyataan dia yang membuat masyarakat geram, menunjukkan kedangkalan berpikir dan sikapnya. Tidak mencerminkan seorang pejabat yang berpihak kepada rakyat yang telah memilihnya hingga duduk di parlemen.

Belum hilang ingatan kita pada ucapannya saat bencana gempa bumi dan tsunami di Mentawai, Sumatra Barat, yang melukai perasaan para korban dan mendapat kecaman luas masyarakat. “Mentawai itu kan pulau. Jauh itu. Pulau kesapu dengan tsunami, ombak besar, konsekuensi kita tinggal di pulaulah. Kalau tahu berisiko pindah sajalah, kalau rentan dengan tsunami dicarikanlah tempat. Banyak kok di daratan." Ujar Marzuki. Pernyataan yang benar-benar tidak mencerminkan empati bagi korban tsunami di Mentawai, yang seharusnya mendapat dukungan dan bantuan.

Dia juga pernah dengan enteng berucap bahwa sejatinya besan Presiden SBY, Aulia Pohan, bukanlah seorang koruptor yang namanya harus segara direhabilitasi. Padahal sang besan Presiden tersebut telah terbukti di pengadilan tipikor dan kemudian dijebloskan ke penjara. Ucapannya tersebut dinilai melecehkan institusi hukum dan melemahkan semangat anti korupsi yang selalu dikobarkan oleh Presiden SBY.

Yang terbaru, membuat saya semakin jengkel dan apatis, seperti diberitakan Kompas, di tengah sorotan masyarakat tentang kengototan DPR membangun gedung baru yang menghabiskan uang rakyat tak kurang dari Rp. 1, 2 triliun. Nantinya setiap anggota dewan akan menempati ruang seluas 112 m2 yang ditaksir berbiaya Rp. 800 juta/ ruangan. Anda bisa membayangkan uang 1, 2 triliun dapat sangat bermanfaat bagi kepentingan masyarakat luas, kan. Sebut saja untuk pendidikan, kesehatan, pemukiman, sarana prasarana, dan sebagainya.

Lagi-lagi Marzuki member komentar yang seolah menggampangkan permasalahan dan tidak terpengaruh aspirasi masyarakat. "Ini Rp 7, 2 juta per meter persegi, termasuk elektrikal dan metalikal, termasuk lift. Kalau untuk kontruksinya saja Rp 4, 5 juta per meter. Ini sudah rendah. Ini sama bangunan empat lantai di Kecamatan. Kalau bagi orang teknik, silakan saling menguji. Kalau dibilang Rp 800 juta mahal, ya no comment. Mahal murahnya silakan dievaluasi. Kalau dibandingkan satu RSS dengan gedung satu lantai, ya berbeda. Jangan bandingkan bangunan istana dan harga biasa” Kata Marzuki dengan nada arogan.

Ketua DPR aja ngomong gitu. Silahkan menilai sendiri kapasitasnya sebagai pemimpin lembaga negara.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naik Kereta Api Surabaya ke Jogja

Mencermati Teori Werner Menski: Triangular Concept of Legal Pluralism

Perjalanan Seru dari Makassar ke Jogja