Forza Inter Milan




(dok. pri)


Begitulah sepak bola. Sepak bola mengajari kita untuk mengalami kenyataan nasib. Entah itu kesuksesan atau pun kegagalan. Suatu tim boleh saja mengira, mereka tidak bakal kalah.Tapi tiba-tiba datanglah peristiwa yang mencampakkan mereka ke dalam jurang kekalahan hanya dalam beberapa saat saja.

Tentang kekejaman nasib sepak bola, ingatlah peristiwa yang terjadi pada final Liga Champions 1999, ketika Bayern Munchen dikalahkan Manchester United hanya dalam waktu 112 detik saja. Tidak berhenti di situ, fase quarter final LC 2007, Bayern juga harus menerima kenyataan pahit dikalahkan secara tragis oleh AC Milan di markas mereka sendiri, Allianz Arena.

Dan beberapa saat yang lalu, Bayern Munchen harus kembali menerima kekejaman nasib. Saat mereka sangat yakin dapat meraih kemenangan untuk memastikan tempat delapan besar turnamen antar klub paling kompetitif di Eropa, hukuman datang, lagi-lagi tim dari kota Milano lainnya, si biru-hitam, Internazionale.

Inter Milan dengan status juara bertahan datang ke kota Munich membawa beban berat. Mereka harus menebus defisit satu gol kala first leg di San Siro akhir Februari lalu. Tidak cukup, Inter juga mesti menyelamatkan wajah negara Azzuri sebagai wakil di babak delapan besar, setelah dua tim sebelumnya AS Roma dan AC Milan rontok dari tim medioker eropa. Jika Inter latah kalah, maka ancaman koefisien UEFA untuk mencabut satu jatah Liga Champions untuk tim Italia akan diberikan kepada negara Jerman.

Pihak tuan rumah, Bayern  Munchen di bawah kendali pelatih Meneer Louis Van Gaal tampak dinaungi aura percaya diri sangat tinggi. Kemenangan 6-0 atas Hamburg di Bundesliga akhir pekan, plus tabungan gol away, membuat mereka di atas angin untuk menghentikan perjalanan La Beneamata mempertahankan gelar.

Namun sekali lagi, sepak bola bukan matematika yang ditentukan di atas kertas, melainkan di atas lapangan rumput hijau. Baru empat menit wasit meniup peluit, Samuel Eto’o yang berhasil lolos jebakan off side pertahanan Munchen membuat sontekan gol hasil umpan terobosan Goran Pandev, 0-1. Terkejut dengan gol cepat, jamaknya tim-tim Jerman yang terkenal bermental tangguh, Munchen merespon dengan dua gol dari Mario Gomez dan Thomas Muller. Munchen balik unggul 2-1 hingga jeda.

Tak ada pilihan lain, untuk bisa lolos, Inter butuh minimal dua gol dan saat bersamaan gawang Cesar tak boleh kebobolan lagi. Hasilnya telah kita ketahui bersama, Inter akhirnya mendapatkan dua gol yang dibutuhkan tersebut via tendangan keras diagonal dari luar kotak penalti Weshley Sneyder dan gol penentu sepakan Goran Pandev di penghujung laga yang dramatis. 

Kubu Inter bersorak gembira layaknya anak kecil mendapatkan mainan baru, dan secara bersamaan kubu tim Hollywood meratapi nasib bersama para pendukungnya di Allianz stadium yang megah. Sepak bola memang terkadang tidak adil dan kejam.

Saya tidak tahu apa yang dikatakan pelatih Leonardo di ruang ganti untuk membakar semangat anak asuhnya sebelum menjalani 45 menit hidup mati. Yang pasti, meski masih baru dalam kepelatihan profesional, Leo dikenal sebagai pelatih yang jago memotivasi anak asuhnya di Inter untuk bisa mengeluarkan segala kemampuannya.

Semalam, Inter berjuang tanpa henti hingga wasit menyudahi pertandingan. Tak ada yang dapat membantah ini merupakan kemenangan paling fenomenal Leonardo di Inter, sekaligus membungkam publik eropa.









Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naik Kereta Api Surabaya ke Jogja

Mencermati Teori Werner Menski: Triangular Concept of Legal Pluralism

Perjalanan Seru dari Makassar ke Jogja