Siapa tak kenal pesawat Boeing? Sebagian besar dari kita pernah merasakan terbang dengan Boeing.
Didirikan oleh William Boeing di Seattle pada 1916, Boeing bermarkas di Pacific Northwest, telah menciptakan produk yang menjadi kebanggaan Amerika. Boeing menciptakan lapangan kerja terbesar di Seattle, memiliki dampak luas kepada ekonomi negara.
Boeing memasok pesawat paling populer untuk maskapai penerbangan di seluruh dunia. Pesawat Boeing merevolusi perjalanan udara, mendekatkan dunia. Membuat terbang terjangkau bagi kebanyakan orang.
Sejak lama Boeing adalah ahlinya, terbaik segalanya. Selalu fokus pada kualitas dan inovasi. "Jika bukan Boeing, saya tidak akan terbang". Slogan terkenal ini membuktikan kepercayaan mutlak penumpang dan awak pesawat di seluruh dunia kepada Boeing.
Tiba-tiba, reputasi perusahaan Boeing hancur berantakan. Ketika dua pesawat barunya mengalami kecelakaan mengerikan dalam waktu lima bulan.
Pada 29 Oktober 2018 pesawat Lion Air mengalami kecelakaan di Laut Jawa, Indonesia, menewaskan seluruh penumpang dan awak 189 orang. Kemudian pada 10 Maret 2019, 19 pekan setelah tragedi Lion Air, maskapai Ethiopia Airlines jatuh di tanah setelah lepas landas di Addis Ababa. 157 tewas dalam penerbangan tersebut.
Dua kecelakaan yang situasinya serupa. Pesawat yang sama yakni Boeing 737 Max terbaru, dekat dari bandara, cuaca sedang cerah dan pesawat terbang ketinggian rendah.
Kecelakaan pesawat baru dalam waktu lima bulan merenggut nyawa 346 orang tidak pernah terjadi dalam penerbangan modern. Menjerumuskan Boeing ke dalam krisis terbesarnya.
****
Pada awalnya, banyak pihak termasuk saya saling tuding dan cenderung menyalahkan pilot. Dua maskapai tersebut dituduh tidak menjalankan prosedur yang berlaku, mengabaikan keselamatan. Bias konfirmasi.
Hampir tidak ada yang menyalahkan desain pesawat, tidak ada yang percaya pesawat baru model Boeing 737 Max bisa menjadi faktor kecelakaan.
Setelah menyaksikan film dokumenter Netflix, Downfall: The Case Melawan Boeing, akhirnya kita bisa mengetahui kebenaran bahwa B-737 Max memiliki cacat desain.
Andy Pasztor, mantan Reporter The Wall Street Journal, menyimpulkan dari laporan setebal hampir 250 halaman, menemukan serangkaian kegagalan dalam desain pesawat. Kurangnya transparansi di pihak manajemen Boeing, dan pengawasan yang sangat tidak memadai oleh FAA, lembaga pengawas penerbangan.
Masalah 737 Max adalah aktivasi Sistem Augmentasi Karakteristik Manuver (MCAS). Fitur keselamatan otomatis yang dirancang untuk mencegah pesawat kehilangan daya angkat atau berhenti. Perangkat lunak yang terhubung ke sensor sudut terbang.
Sistem MCAS sudah menjadi momok bagi Boeing sejak awal pengembangan pesawat pada 2013. Namun Boeing menutup informasi, memutuskan untuk tidak menjelaskan sistem MCAS ke regulator FAA dan para pilot maskapai yang akan mengoperasikannya. Boeing mengklaim bahwa pilot seharusnya dapat mengambil tindakan jika MCAS bermasalah, walaupun belum pernah dilatih.
Boeing yang dulu memprioritaskan keamanan kini ditengarai mengabaikannya demi ambisi mengalahkan rival utamanya Airbus dari Eropa, menyebabkan kegagalan dalam pengembangan B-737 Max. Boeing dituding serakah mengutamakan laba dibandingkan keamanan.
Krisis besar Boeing ini adalah akumulasi rangkaian kebijakan buruk perusahaan sejak akuisisi McDonnel Douglas pada 1996. Suasasa merger menjadi tidak nyaman, mengurangi pekerja, dan memindahkan markas dari Seattle ke Chicago.
Seiring waktu fokus pada keamanan yang sudah menjadi tradisi makin lemah. Mengarahkan Boeing menuju percepatan, bertujuan meraup laba di bursa Wall Street. Semua berkutat pada harga saham Boeing.
Pada intinya Boeing mengambil jalan pintas untuk menghemat uang, memprioritaskan keuntungan daripada keselamatan ketika mereka memilih "jalan pintas" mengembangkan B-737, demi bersaing dengan pesawat baru Neo Airbush pada 2012 yang efisien bahan bakar hingga 20 persen di tengah harga minyak yang terus naik.
Menurut pakar dan pilot senior, B-737 Max seharusnya tidak pernah diizinkan untuk terbang sebelum ada pembenahan dan training untuk pilot. Jika tidak, B-737 Max bisa jatuh 15 kali lagi selama 30 tahun masa operasinya, atau kecelakaan setiap dua tahun.
Boeing terbukti menyembunyikan informasi itu dengan sengaja. Melakukan upaya seminimal mungkin. Boeing berani bertaruh bahwa masalah tersebut tidak akan terulang.
Fakta yang mengerikan bagi penumpang kalau kita merasakan dugaan kuat bahwa keuntungan diletakkan di atas keselamatan penumpang.
Komentar
Posting Komentar