Argo: Drama Diplomat Amerika
Kita selalu tertarik cerita misterius seperti intel menjalankan tugasnya.
Satu operasi rahasia paling berani dalam sejarah Central Intelligency Agency (CIA) adalah penyelamatan enam diplomat Amerika Serikat di Teheran, Iran, pada Januari 1980 di masa kepresidenan Jimmy Carter.
Selama 17 tahun dirahasiakan, baru pada saat ulang tahun CIA ke-50 pada 1997, dengan alasan meningkatkan prestise dan menyebar inspirasi, CIA mengungkap ke publik bagaimana operasi penyamaran itu direncanakan dan dilaksanakan dengan sukses.
Tokoh kunci operasi itu adalah Antonio Joseph Mendez (1940-2019), agen intelijen CIA yang kemudian menginspirasi Ben Affleck untuk mengadaptasi menjadi film yang memenangkan academy award pada 2013. Affleck sendiri yang memainkan peran Tony Mendez sekaligus menyutradarai.
Film dimulai dengan narasi singkat profil Iran ketika masih kerajaan Persia yang selama 2.500 tahun diperintah oleh Shah. Kemudian Iran modern pada 1950 dipimpin oleh nasionalis intelektual Perdana Menteri Mohammad Mossaddegh hasil pemilu, yang kemudian hanya bertahan tiga tahun karena dikudeta yang disokong Amerika Serikat dan Inggris, sehingga tampuk pemerintahan kembali di tangan Shah bernama Reza Pahlevi, pemimpin yang luar biasa korup dan hidup bermewah-mewah di tengah kemiskinan dan kesengsaraan penduduk yang mayoritas penganut syiah tradisional.
Rakyat Iran pun menggelar revolusi untuk menggulingkan Reza Pahlevi pada Februari 1979, membuat Pahlevi terusir dari Iran dan bersembunyi di Amerika. Pemerintahan selanjutnya dipercayakan kepada Ayatollah Khomeini yang memimpin revolusi Iran.
Permusuhan Iran dengan Amerika Serikat mencapai puncaknya pada Senin 4 November 1979, saat Kedutaan Besar Amerika Serikat di Teheran diserbu dan direbut paksa ribuan mahasiswa dan kaum militan Islam pendukung revolusioner.
Kedubes Amerika Serikat di Teheran oleh revolusioner Iran dianggap mata-mata yang menyusun rencana kudeta pemerintahan Khoimeini, upaya kedua setelah berhasil melengserkan Mossadegh pada 1953. Kaum revolusioner ingin Amerika Serikat dan sekutunya angkat kaki dari Iran.
Mereka menyandera 52 diplomat dan staf yang berkantor di sana selama 444 hari. Meski begitu enam diplomat berhasil menyelamatkan diri kabur melalui pintu belakang dan berlindung di rumah dinas Duta Besar Kanada untuk Iran Ken Taylor selama lebih dua bulan, tidak pernah keluar rumah. Mereka sudah merasa akan mati dalam tawanan di Teheran.
Setelah peristiwa mencekam itu, Iran mendapat sorotan dari dunia, pro dan kontra menyikapi kebijakan politik 'brutal' Iran. Namun film ini berfokus bagaimana cara menyelamatkan dan membawa pulang enam diplomat tersebut. Inilah operasi penyamaran intel Tony Mendez.
Cara mereka dikeluarkan dibicarakan dengan alot pada beberapa rapat tertutup di kantor CIA di Langley Virginia. Menyimak perdebatan mereka membuat kita jadi sedikit paham bagaimana operasi-operasi intelijen direncanakan dan dimatangkan.
Ada yang mengusulkan bersepeda melintasi perbatasan Iran sejauh 484 kilometer di musim bersalju; menyamar menjadi guru asing tapi sekolah di Iran sudah delapan bulan tutup; berpura-pura sebagai agen lembaga pangan yang menutrisi anak-anak Iran kurang gizi, dan sebagainya.
Semua cara tentu memperhitungkan cermat segala kemungkinan akibat-akibatnya. Sulit memutuskan modus penyamaran, karena yang ada hanya pilihan-pilihan buruk, jadi intinya menemukan yang "terbaik" dari pilihan-pilihan buruk.
"Proses ekstraksi itu seperti aborsi, kau tak menginginkan itu, tetapi jika itu diperlukan, kau tak melakukannya sendiri”, ujar Tony di forum rapat CIA.
Setelah rapat siang itu belum berhasil memutuskan, pada malam harinya Tony mendapatkan inspirasi saat ia menelpon anaknya yang sedang menonton film Planet of Apes di televisi. Tony langsung mengajukan usul pura-pura membuat film fiksi ilmiah, di mana keenam diplomat menyamar menjadi tim kru yang mencari lokasi syuting eksotis di Teheran.
Tentu saja mendapatkan penolakan keras awalnya namun Tony berhasil meyakinkan bahwa cara inilah paling memungkinkan dilaksanakan walaupun tingkat kegagalannya pun tinggi. Kegagalan akan sangat memalukan bagi pemerintahan Carter, dan berbahaya bagi enam sandera.
Agar ide filmnya berhasil, Tony terbang ke Los Angeles, di mana dia mengajak rekan lamanya, John Chambers (diperankan John Goodman) penata rias asli yang sudah memenangkan Oscar. Berikutnya berkolaborasi dengan produser berpengalaman, Lester Siegel (Alan Arkin). Pada akhirnya Tony, John, dan Lester sepakat memberi judul Argo untuk film gadungan ini. Argo, fuck yourself!! pun menjadi slogan mereka bertiga selama operasi berlangsung.
Naskah skenario ditulis dan disimulasikan layaknya film benaran, rumah produksi dinamai Studio 6 untuk meyakinkan publik. Tak ketinggalan mempromosikan film ini di program reality televisi. “Jika kau ingin menjual kebohongan, mintalah pers menjualnya untukmu”, gurau Lester.
Setelah semua rencana matang, Tony mengeksekusi penyamaran, ia ke Teheran dengan terlebih dahulu singgah di Istanbul untuk mendapatkan visa Iran. Saat perjalanan di Teheran Tony masih merasakan suasana bergejolak, meskipun ia juga melihat banyak warga Iran makan ayam goreng di gerai KFC, pada saat kebencian Iran terhadap Amerika Serikat mencapai titik didih.
Keenam diplomat yang ditemui Tony sempat merasa tak yakin dengan rencana yang sudah disiapkan, tapi mereka tak punya pilihan lebih baik selain mematuhi skenario Argo. Keenam diplomat AS itu diberikan paspor Kanada palsu dan diinstruksikan pada pola pikir yang benar.
Setelah dua hari berlatih integorasi mendalam, termasuk kunjungan palsu ke Pasar Teheran yang menakutkan, mereka siap menjalankan peran masing-masing pada 27 Januari 1980, hari kepulangan mereka.
Pemeriksaan super ketat imigrasi di Bandara Mehrabad adalah babak paling menegangkan. Rombongan Tony yang berjumlah tujuh orang diperiksa satu-persatu dengan teliti, terutama pemeriksaan akhir oleh Garda Revolusi Iran di pintu boarding yang mencari orang berpaspor Amerika Serikat. Serta ketegangan kejar-kejaran di landasan bandara antara mobil dengan pesawat yang siap terbang.
Ketika pramugari Swiss Air, maskapai yang mereka tumpangi, mengumumkan bahwa minuman alkohol sudah tersedia karena pesawat telah melewati perbatasan Iran, semua ketegangan film ini pada akhirnya mencapai klimaks.
Film Argo memang dikritik karena mengecilkan peran Kanada terutama Dubes Ken Taylor dan istrinya Patricia, yang berani mengambil risiko besar menyembunyikan dan membantu merancang penyelamatan mereka di tengah krisis politik.
Terlepas dari itu menonton Argo adalah merasakan pengalaman menegangkan yang berakhir sangat mengharukan. Satu hal lagi, jangan lupa nikmati deretan lagu rock dari Rolling Stones, Van Halen, dan Led Zeppelin, yang mengisi soundtrack menambah sensasi film klasik.
Argo, fuck yourself.
Komentar
Posting Komentar