Wajah Semifinalis Piala Eropa 2020
Sejak laga pembuka Italia vs Turki di Roma pada Jumat 11 Juni 2021, tercatat 48 pertandingan sepak bola berkelas telah dipertunjukkan di 11 kota di 11 negara. Dari Kopenhagen di Eropa Utara hingga Sevilla di Eropa Selatan; Dari Glasgow di Eropa Barat ke Bucharest dan Budapest di Eropa Tengah, hingga St Pettersburg dan Baku di bagian Eropa Timur.
Total 135 gol telah tercipta dari seluruh tim (24) atau rata-rata 2,82 gol per pertandingan, dan 20 negara peserta telah tersingkir dari turnamen paling prestise di benua Eropa ini.
Kita sudah mendekati pengujung lomba. Tentunya semakin menyita perhatian menantikan serunya tiga laga pamungkas yang pada Minggu depan akan menghasilkan juara Piala Eropa 2020. Turnamen edisi ke-16 yang sangat spesial, perayaan sejarah 60 tahun turnamen ini, dan masih di tengah pandemi Covid-19 yang membuat tertunda setahun dari jadwal awal.
Tersisa empat negara yang memiliki peluang itu, yakni Spanyol, Italia, Denmark, dan Inggris.
Dari keempat kandidat, berdasarkan sejarah, hanya Inggris yang belum pernah merasakan memenangkan trofi Euro Henry Delauney.
Sebagai bandingan Spanyol sudah tiga kali juara, yakni pada 1964, 2008, 2012. "La Roja" mengincar trofi ke-4, untuk meninggalkan Jerman sebagai penguasa tunggal pemegang trofi terbanyak. Seperti kita ketahui Jerman juga sudah tiga kali tampil sebagai juara, yakni pada Piala Eropa 1972, 1980, dan 1996.
Sedangkan Italia dan Denmark masing-masing pernah sekali sukses. Italia pada Euro 1968, sedangkan Denmark melakukan prestasi besar itu pada Euro 1992 yang berlangsung di Swedia, dinilai sebagai salah satu kejutan terbesar sepak bola yang pernah terjadi. Berangkat dari situlah julukan "Danish Dinamit" disandang negara Skandinavia ini.
Jadi boleh dibilang Inggris dikepung para mantan juara. Ironis bagi Inggris sesungguhnya sebagai negara yang mengklaim sebagai asal dan punya kompetisi sepak bola terbaik di dunia.
Mereka bahkan tak pernah merasakan atmosfer pertandingan final. Prestasi terbaik “Three Lions” hanya dua kali menembus babak semifinal, yakni pada Piala Eropa 1968 dan pada 1996 saat menjadi tuan rumah.
Semifinal Euro 1996 antara Inggris versus Jerman paling menyakitkan bagi tim "Tiga Singa". Bertanding di Stadion Wembley di depan Ratu Elizabeth II dan delapan puluh ribu fans, Tony Adams cs takluk dari Jerman melalui adu penalti yang dramatis. Manajer Inggris saat ini, Gareth Southgate, satu-satunya eksekutor yang gagal menunaikan tugasnya saat itu.
Rupanya Southgate dan publik Inggris harus menunggu 25 tahun lamanya untuk kembali melangkah ke babak yang sama Piala Eropa. Dan bukan kebetulan Inggris akan memainkan semifinal yang dirindukan, kembali dimainkan di Wembley. Dalam perjalanannya, Inggris besutan Southgate berhasil menebus kekalahan dari rival abadi Jerman di babak 16 besar di Wembley, dan kemudian melibas tim kejutan Ukraina di babak perempat final di Stadion Olimpico, Roma.
Dua kemenangan hasil dari permainan spektakuler dan organisasi tim semakin matang menjadi modal kuat untuk Three Lions yang berambisi besar menciptakan sejarah baru.
Di semifinal, Harry Kane cs akan berhadapan dengan Denmark, yang secara ‘ajaib’ melangkah jauh setelah mengalami tragedi ‘serangan jantung’ bintang utama mereka, Chritian Ericksen, di laga perdana mereka melawan Finlandia. Di dua laga awal Simon Kjaer dan kawan-kawan menderita kekalahan, dan baru memastikan lolos sebagai runner-up Grup B di bawah Belgia, setelah menang besar atas Rusia, 4-1. Denmark, Rusia, dan Denmark masing-masing memiliki tiga poin, tetapi Denmark unggul selisih gol.
Setelah lolos dari maut, “dinamit” Denmark benar-benar meledak pada babak knockout. Pada babak 16 besar, mereka menghancurkan Wales dengan skor 4-0. Anak asuhan Kasper Hjulman belum berhenti. Di babak perempat final mereka memulangkan Republik Ceko, dengan kemenangan 2-1 yang digelar di Stadion Nasional, Baku, Azerbaizan.
Inggris dan Denmark terahir bertemu pada babak penyisihan Piala Eropa 1992 dengan hasil imbang 0-0, di mana saat itu Denmark kemudian melaju kencang menjadi juara. Saya tak pernah menyaksikan laga Inggris melawan Denmark di turnamen akbar sebelumnya, saya sedikit penasaran.
Melihat grafik perjalanan, momentum, serta faktor tuan rumah, kali ini Inggris lebih difavoritkan. Inggris saat ini jaub lebih solid dari tim Inggris yang pernah ada.
Tapi Denmark tak gentar sedikit pun. Mereka dengan kekuatan mental dan kolektivitas tim tak mudah menyerah pada situasi tersulit sekali pun. Telah mereka tunjukkan kekompakan dari pertandingan ke pertandingan selanjutnya, yang didedikasikan untuk Eriksen. Respect.
****
Di tabel sebelahnya, semifinal mempertemukan dua raksasa Eropa, Spanyol dan Italia. Sulit untuk menemukan kata-kata yang pas untuk menggambarkan dahsyatnya pertandingan klasik pemegang 4 Piala Eropa dan 5 Piala Dunia ini.
Setiap laga kompetitif antara “La Roja” dengan “Gli Azzuri” senantiasa mencatatkan sejarah dalam lembaran sepak bola tingkat tinggi dan menciptakan drama sepak bola.
Sepak bola keduanya saling berkaitan bersamaan dengan rivalitas. Sebelum tahun 2006, Italia "ditakuti" Spanyol. Kemudian kemenangan Spanyol atas Italia di babak perempat final Piala Eropa 2008 merupakan tonggak awal Spanyol menapak puncak tertinggi sampai pada 2012, dengan menjuarai dua kali Piala Eropa dan sekali Piala Dunia 2010. Dalam rentang itu Spanyol menang dua kali atas Italia, termasuk final Wina 2012 yang terkenal, dengan skor mencolok, 4-0.
Italia baru bisa membalas di babak 16 besar Piala Eropa 2016. “Gli Azzuri” yang ditukangi Antonio Conte membekap “La Roja”, 2-0. Lagi-lagi pada Piala Eropa 2020, mereka kembali harus bertarung, kali ini di babak semifinal untuk memperebutkan satu tiket final.
Jadi sejak 2008, duel Spanyol versus Italia pernah terjadi pada semua fase Piala Eropa: penyisihan (2012); babak 16 besar (2016); perempat final (2008); semifinal (2020); dan final (2012). Hal yang unik dan menarik.
Italia kali ini sedikit lebih diunggulkan. Penampilan solid dan konsisten anak asuh Roberto Mancini sejak penyisihan dengan meraih poin sempurna, hingga perempat final menyingkirkan “generasi emas” Belgia dinilai lebih layak tampil di final.
Spanyol sendiri yang ditukangi Luis Enrique sempat tertatih-tatih ke babak gugur, sebelum mengatasi perlawanan ulet Kroasia di babak 16 besar dan menang adu penalti atas Swiss di perempat final. Ada sedikit unsur keberuntungan menaungi Sergio Busquet cs sampai hingga semifinal. Namun Spanyol tetaplah Spanyol, penakluk Eropa.
Dalam pertandingan semifinal turnamen akbar, banyak variabel yang bisa sangat menentukan siapa pemenangnya. Pada akhirnya saya memfavoritkan Inggris berhadapan dengan Italia di final.
Prediksi saya mungkin saja benar, namun jika meleset saya tidak akan menyesalinya. Sepak bola memang dari dulu begitu, sebagai sarana bagi semua orang untuk melakukan penilaian subyektifitas.
Salam Euro.
Komentar
Posting Komentar