Kilas Balik Piala Dunia 2010, Rasa Baru dan Juara Dunia Baru di Negeri Nelson Mandela

(sumber:https://kumparan.com/kumparanbola/final-piala-dunia-2010)

Sungguh, Piala Dunia 2010 merupakan Piala Dunia yang benar-benar baru dari ragam perspektif. Dilaksanakan di benua baru, menghasilkan juara dunia baru, dan juga cara kita menikmati dengan nuansa baru. Hal yang terus melekat jika saya mengilas balik Piala Dunia edisi ke-19 ini.

Kemenangan Agung

Waktuya bagi Afrika. Setelah benua Asia (Korea Selatan dan Jepang pada 2002) diberi kepercayaan menggelar Piala Dunia 2002, maka delapan tahun berselang, FIFA memberikan kehormatan untuk benua Afrika sebagai tuan rumah turnamen sepak bola paling megah sejagat raya.

Tak pernah terbayangkan sebelumnya, bahwa Piala Dunia akan diselenggarakan di Afrika Selatan, negara yang dengan sistem pemerintahan apartheid. Praktik politik zaman purba yang memisahkan warga negaranya hanya karena warna kulit manusia. Sampai mujizat Tuhan untuk Afsel diturunkan melalui satu sosok manusia berhati mulia, mendiang Nelson Mandela.

Madiba-begitu ia disapa, adalah simbol pemersatu bangsa Afrika Selatan, yang punya sikap maaf tak pernah habis terhadap orang-orang kulit putih yang mengasingkan tubuhnya selama 27 tahun di Pulau Robben yang suram.

Ketika bebas dan kemudian terpilih menjadi Presiden, Madiba berjiwa lapang merangkul ras putih dengan tulus, tak pernah sedikitpun ia menyimpan dendam. Madiba berprinsip Afrika Selatan harus menatap era baru yang bermasa depan cerah.

Meskipun Bafana-Bafana, julukan Afrika Selatan, gagal di penyisihan Grup A, namun Afsel dengan ketokohan Mandela sukses menyelenggarakan Piala Dunia 2010 dengan elegan, tanpa noda humanisme. Dunia global banyak belajar pada Afsel bagaimana meraih kemenangan agung di lapangan sepak bola.

Piala Dunia Digital

Seingat saya, Afsel 2010 adalah Piala Dunia pertama berlangsung ketika media jaringan sosial seperti Facebook, Twitter, Blogspot, tengah mewabah dan melanda masyarakat di seluruh dunia. Juga forum Kompasiana ini, perdana menyemarakkan pesta sepak bola pada Piala Dunia 2010.

Berkat kemajuan teknologi komunikasi itu, membuat cara kita menikmati Piala Dunia pun berbeda. Sangat seru, lebih asik, lebih riuh, lebih meriah, dan lebih gembira daripada yang pernah kita rasakan sebelumnya.

Pada setiap pertandingan, kita semua bisa aktif, bahkan pada saat pertandingan tengah berlangsung, dengan memberikan komentar tentang jalannya pertandingan, atau "mencela" tim yang dijagokan teman kita.

Pokoknya tak ada aspek yang dilewatkan. Jadwal, kans, prediksi, hasil, dan warna-warni Piala Dunia lainnya, termasuk fenomena "Paul", gurita yang menghebohkan turnamen dengan prediksi-prediksi jitunya. Kesemuanya adalah informasi yang bergulir tak terbendung di lini masa kita semua mewarnai Afsel 2010.

Momen turnamen yang paling heboh dikaitkan dengan teknologi pada saat pertandingan klasik di babak perdelapan final di Bloemfontein, antara Inggris melawan Jerman.

Three Lions yang sempat tertinggal dua gol, mendapat angin dan momen bagus. Skor 1-2 saat itu, dan laga memasuki menit ke-38, ketika tendangan Frank Lampard dari jarak 25 meter meluncur keras ke arah tengah gawang. Bola melesat cepat melewati jangkauan kiper Manuel Neuer yang terlalu maju.

Bola Jabulani membentur mistar bagian bawah dan terpental jatuh sekitar 1 meter di belakang garis, kemudian memantul keluar di depan Neuer yang segera mengamankan dan menendang jauh seolah-olah tidak gol. Wasit Jorge Larrionda asal Uruguay pun terus melanjutkan permainan. Sampai kemudian teknologi membuktikan kebenaran yang tak terbantahkan.

Skandal macam ini yang acap berulang akhirnya membuka mata dan hati para elite FIFA, bahwa sudah waktunya penggunaan teknologi pada pertandingan sepak bola. Sepak bola mesti mengakui lebih banyak manfaat daripada mudarat jika teknologi garis gawang dipakai.

Jangan sampai sepak bola tidak mengikuti dinamika yang berkembang. Lihatlah cabang tennis dan badminton yang telah memanfaatkan teknologi tersebut demi meminimalkan kesalahan manusia.

Momen Bloemfontein akhirnya membuat FIFA memberlakukan teknologi garis gawang mulai pada Piala Dunia 2014.

****

Trofi Piala Dunia akhirnya diraih Spanyol setelah menang melawan Belanda di final melalui golden goal Andreas Iniesta di masa extra time.

La Furia Roja mencatatkan sebagai juara dunia baru, bersanding dengan 8 negara jawara Piala Dunia. Gelar sempurna bagi Spanyol setelah sebelumnya juga sukses juara Piala Eropa 2008. Spanyol pun menikmati era kejayaan di dunia sepak bola, setelah berdarah-darah membangun timnas solid selama 40 tahun. 

Pada waktu yang sama di Soccer City Stadium, Johannesburg, Belanda lagi-lagi meratapi kegagalan ketiga di final Piala Dunia.

Sampai jumpa di Brasil 2014.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naik Kereta Api Surabaya ke Jogja

Mencermati Teori Werner Menski: Triangular Concept of Legal Pluralism

Perjalanan Seru dari Makassar ke Jogja