Piala Dunia AS 1994, Pembantaian Escobar

https://colombiareports.com/amp/25-year-after-andres-escobars-death-threats-of-violence-still-plague-colombias-football/

Dalam hitungan hari ke depan, Piala Dunia 2022 Qatar akan dimulai. Sebagai penggemar sepak bola, inilah Piala Dunia ke-8 yang membuat saya dilanda euforia. Terserang demam bola sepanjang sebulan penuh.

Segalanya bermula pada 1994. Belum hilang memori 28 tahun silam, ketika saya beranjak remaja 13 tahun, merasakan atmosfer hebat pergelaran Piala Dunia untuk pertama kali.

Masa itu saya belum tahu negara seperti Brasil, Jerman, atau Italia yang merupakan raksasa sepak bola dengan tiga kali menjadi kampiun.

Sebaliknya, saya justru mengira negara Amerika Serikat (AS) selaku tuan rumah sebagai favorit juara. Yang juga hebat di pikiran saya adalah Argentina dengan mega bintang Diego Armando Maradona, dan Belanda yang diperkuat trio andalan: Frank Rijkard-Ruud Gullit- Marco Van Basten.

Juara turnamen itu akhirnya berhasil diraih Brasil, setelah mengalahkan Italia lewat drama adu penalti pertama sepanjang final Piala Dunia. Tentu kita ingat kegagalan Roberto Baggio "Si Kuncir Kuda" pada momen itu.

Hingga sekarang, bagi saya setidaknya ada tiga momen paling kuat dari Piala Dunia 1994.

Pertama, perjalanan Brasil yang berjuluk "Samba" atau Jogo Bonito, menjadi kampiun Piala Dunia ke-4.

Kedua, skandal doping "Si Boncel" Maradona di pengujung kariernya. Ketiga, tragedi gol bunuh diri bek Kolombia, Andreas Escobar, saat bertanding melawan tuan rumah, AS --yang berujung kematian dirinya akibat diberondong selusin peluru oleh bandit kartel narkoba di sebuah klub malam di Kolombia.

Pembantaian Escobar yang paling mencengangkan dari ketiga momen di atas. Kejahatan itu sangat mengguncang batin kita semua.

Ketika pertama kali mendapat berita buruk tersebut di sela-sela pertandingan lanjutan Piala Dunia, saya tertegun seolah tak percaya, bahwa satu kesalahan atau blunder yang mengakibatkan kekalahan dalam permainan, harus diganjar dengan nyawa.

Sepak bola berduka dan seluruh dunia mengutuk perbuatan biadab tersebut.

Favorit Juara

Sejatinya, Kolombia datang ke AS dengan kepercayaan diri sebagai salah satu favorit juara, bahkan Pele meyakini bahwa Kolombia paling tidak akan melaju hingga semifinal.

Pelatih Kolombia Francisco Maturana, membawa pemain era terbaik seperti Carlos Valderrama, Freddy Rincon, Alexis Garca, dan Faustino Asprilla. Termasuk Andreas Escobar --yang konon seusai Piala Dunia 1994, bakal berkostum AC Milan, tim terbaik Eropa kala itu.

Kolombia bergabung di Grup A bersama tuan rumah AS, Rumania, dan Swiss. Sama seperti sebelumnya, Piala Dunia kerap menghasilkan kejutan. Kolombia langsung tumbang 1-3 oleh Rumania di pertandingan perdana. Satu gol Rumania diciptakan George Hagi yang dinilai sebagai salah gol terbaik dalam sejarah Piala Dunia.

Diberitakan, banyak petaruh rugi besar dan murka melihat timnas Kolombia melempem. Toh kans Kolombia melenggang masih terbuka karena masih menyisakan dua laga, asalkan tidak kalah di laga melawan tuan rumah, AS. Kolombia tetap dijagokan waktu itu.

Namun pertandingan yang berlangsung pada 22 Juni 1994 di Rose Bowl, Pasadena, LA, inilah, akan selalu dikenang sebagai pertandingan sepak bola yang mengerikan jika dikaitkan bagi kemanusiaan dan kehidupan pesepakbolanya.

Di babak pertama menit ke-34, Escobar berupaya menghalau serangan umpan tarik pemain AS, John Harkes, ke area penalti dari sisi kanan pertahanan Kolombia dengan aksi membuang badan. Mencoba memotong bola yang menyusur. Nahas, bola tersebut membentur ujung sepatunya kemudian bergulir ke gawang Oscar Cordoba yang telah mati langkah.

Sesaat Escobar terbaring telentang dengan tangan menutup mukanya tak percaya. Skor menjadi 0-1, lalu 0-2, dan skor akhirnya 1-2. Dengan dua kali kekalahan, Kolombia dipastikan angkat koper lebih awal, meski menyisakan satu pertandingan melawan Swiss.

Skuad Kolombia gugur sebelum berkembang, dan Escobar pun pulang kampung yang terus tertekan. Dia bersumpah tak akan menonton sisa turnamen di televisi. Kegagalan di AS membuatnya terpukul. Sampai pada akhirnya pada 2 Juli 1994 Escobar pergi mencari hiburan di klub malam di Kota Medelin.

Kemudian ia dilaporkan mabuk menenggak alkohol. Setelah pesta usai, di luar di tempat parkir klub itu, empat anggota mafia yang telah menunggunya. Sempat diawali perdebatan, akhirnya 12 peluru menyobek-nyobek tubuh Escobar. Sebuah ambulans dipanggil, tapi sudah terlambat. 

Andres Escobar tewas saat Piala Dunia masih berlangsung, ironis. Pelaku utama bernama Humberto Munoz Castro, sindikat kartel narkotik yang kalah besar dan menganggap Escobar lah yang harus bertanggung jawab. Munoz dihukum 43 tahun.

Sungguh kasihan nasib Escobar, dia merupakan korban dari "kekerasan tidak masuk akal" yang melanda negara tersebut. Kematiannya sungguh tragis dan mengerikan.

"Kesalahan" Andres Escobar akan selalu dibicarakan jika kita mengingat sejarah Piala Dunia. Abadi dalam kesakralan di balik kematiannya, pada 2 Juli 1994.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naik Kereta Api Surabaya ke Jogja

Mencermati Teori Werner Menski: Triangular Concept of Legal Pluralism

Perjalanan Seru dari Makassar ke Jogja