Review Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas

(Sumber: https://www.kompas.com/global/image/2021/10/12/071849570/karya-indonesia-seperti-dendam-rindu-harus-dibayar-tuntas-tayang-di?page=1)

Jika Anda ingin ketahui ada film Indonesia yang tak biasa dan benar-benar baru, tontonlah Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas (Vengeance Is Mine, All Others Pay Cash). Selanjutnya akan ditulis Dendam-Rindu

Disutradarai Edwin dari adaptasi novel populer berjudul sama karya Eka Kurniawan, penulis dan penyair Indonesia pertama yang dinominasikan untuk Man Booker International Prize pada 2016, penghargaan prestisius yang konon berada hanya setingkat di bawah Hadiah Nobel Sastra.

Edwin dan Eka sekaligus berduet menulis skenario. Film ini dibuat dengan pita seluloid 16 milimeter oleh sinematografi analog Akiko Ashizawa dari Jepang. Gambar-gambarnya pun magis, kuat, dan hangat.

Dendam-Rindu membawa kita balik ke masa Indonesia periode 1980-an yang semuanya tentang esensi kedewasaan.

Pada adegan pembuka kita menonton duel pemuda yang tak biasa pada 1989, di balapan dua motor tapi arah berlawanan siapa tercepat mengambil botol kaca sebagai target yang dipajang di tengah-tengah di jalan aspal Desa Bojong Soang.

Dendam-Rindu berkisah tentang pemuda bernama Ajo Kawir (diperankan Marthin Lio), jagoan Bojong Soang yang selalu ingin berkelahi, ternyata menderita impoten alat vitalnya.

"Hanya orang yang gak bisa ngaceng, bisa ngapain aja tanpa takut mati".

Menurut Ajo Kawir penyakit seksual ini disebabkan trauma masa kecil, ia dipaksa menyaksikan kejahatan pemerkosaan yang dilakukan dua oknum aparat masa orde baru. Impotensi ini yang membuatnya mencari jalan pertarungan demi pertarungan supaya masih dianggap jantan oleh teman-temannya. Membuktikan ia maskulin.

Ajo Kawir tak sengaja bertemu dengan Iteung (Ladya Cheryl), gadis tukang pukul yang disewa Pak Lebe sebagai pengawal, salah satu yang ditarget dibunuh oleh Ajo Kawir. Sebuah profesi yang sangat langka bagi perempuan.

Pertemuan Ajo dengan Iteung adalah pertarungan tangan kosong seni bela diri yang spektakuler dengan latar belakang tempat pabrik kerikil dengan alat-alat berat sebagai pendukung. Mengingatkan kita pada adegan film klasik Indonesia.

Kemudian tempo dipercepat dan padat demi menyesuaikan novel. Ajo Kawir dan Iteung kawin, walaupun dari awal Iteung sudah ketahui "burung' Ajo tidak bisa berdiri".

"Aku mencintai mu Iteung, tapi Aku tak bisa ngaceng. Apa yang akan kau lakukan pada laki-laki yang tak bisa ngaceng?" tanya Ajo Kawir

"Aku akan akan mengawininya," jawab Iteung.

Perkawinan mereka kemudian merupakan titik sentral narasi yang menghubungkan seluruh tokoh-tokoh yang masing-masing membawa konfliknya.

Karakter Budi Baik, tidak sesuai nama dan sikapnya, adalah pacar lama Iteung, berbisnis minyak lintah penambah kejantanan. Orangnya sangat narsis, menyebalkan, dan brengsek, dimainkan sangat bagus oleh Reza Rahadian.

Tokek (Sal Priadi) sahabat setia Ajo Kawir juga lucu, polos, dan mencuri perhatian. Paman Gembul (Piet Pagau) sosok pensiunan jenderal yang gemar bercerutu, sangat dingin sekaligus keji terhadap manusia, ia semacam psikopat.

Nama-nama beken seperti Christine Hakim, Lukman Sardi, Ratu Felisa, Djenar Maesa Ayu, turut beradu akting di film ini. Semuanya berperan natural dalam cerita-cerita yang saling terkait.

Jika belum membaca novelnya, maka kita sulit menebak-nebak alur ceritanya. Banyak sekali kejutan dalam durasi 120 menit. Menguji nyali dalam banyak hal kehidupan. Mulai penghianatan, balas dendam, pembunuhan, kehidupan mistis, hingga kelamnya dunia penjara.

Satu hal paling beda adalah bahasa yang digunakan sangat otentik dengan kalimat baku, agak kaku, tapi terasa enak didengar. Pilihan kata per kata dan diksi pengucapan juga unik, khas tulisan Eka pada setiap novelnya.

Kita juga senang bernostalgia dengan lagu berjudul Sekuntum Mawar Merah dan Laron-Laron. Kemudian model rambut, gaya berpakaian khas 1980-an di mana saya masih sempat melaluinya waktu kanak-kanak.

Dendam-Rindu memberikan pengalaman baru menikmati film yang luar biasa. Konsep yang segar dan dieksusi dengan sangat baik. Sangat romantis dan menghibur.

Sinema klasik Indonesia yang dirindukan.



 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naik Kereta Api Surabaya ke Jogja

Mencermati Teori Werner Menski: Triangular Concept of Legal Pluralism

Perjalanan Seru dari Makassar ke Jogja