Studi 7 Negara Modern Mengatasi Krisis

Jared Diamond adalah seorang profesor geografi. Namun karya-karyanya menghubungkan antropologi, sejarah, dan bidang lain sehingga perspektifnya tidak biasa tentang sejarah manusia.

Seperti buku terbarunya yang memikat berjudul Upheaval- Titik Balik Bangsa-bangsa Usai Menghadapi Krisis (2019). Metode Jared adalah studi kasus komparatif, naratif, dan eksploratoris mengenai krisis dan perubahan selektif di tujuh negara modern. 

Jared memotret dengan baik Finlandia, Jepang, Cile, Indonesia, Jerman, Australia, dan Amerika Serikat, pada saat-saat penting dalam sejarah tujuh negara tersebut.

Krisis merupakan satu kata paling terkenal dan paling sering diucapakan dalam dunia modern masa kini. Jika kita krisis, artinya kita menghadapi tantangan penting yang tidak bisa diatasi melalui metode-metode biasa.

Kita akan mempertanyakan identitas kita, nilai- nilai kita, dan pandangan kita mengenai dunia. Setiap orang bisa mendefinisikan krisis dalam cara berbeda-beda, menurut frekuensi berbeda-berbeda, durasi berbeda-beda, dan skala dampak yang berbeda-beda.

Supaya lebih mudah dipahami karena lebih akrab, Jared memulai dari perspektif krisis individual untuk memahami apa yang terjadi pada negara-negara yang sedang mengalami krisis.

Sederhananya cara individu manusia mengatasi krisis dapat juga mengajarkan negara melewati krisis nasional? Apa bisa?

Menurut hipotesa Jared, orang yang berhasil mengatasi masalah cenderung mengidentifikasi dan menganalis, mencari tahu bagian mana dari identitas mereka yang sudah berfungsi dengan baik dan tidak perlu diubah, dan bagian mana yang tidak lagi berfungsi dan perlu diubah.

Jared mengistilahkan  “perubahan selektif” dengan membangun kerangka konseptual mengacu pada 12 faktor yang mempengaruhi penyelesaian krisis. Tentu saja dari 12 faktor tersebut ada yang cocok untuk menyelesaikan krisis pribadi sekaligus krisis negara, dan ada beberapa faktor yang tidak bisa diterapkan.

Kita lihat Jepang, sebagai contoh pertama. Dari perubahan selektif memandang Restorasi Meji, Jepang memiliki persentase warga melek huruf tertinggi di dunia (99 persen). “Status sosial di Jepang lebih bergantung pada pendidikan daripada keturunan dan hubungan keluarga”, tulis Jared.

Restorasi Meiji menciptakan perubahan-perubahan sebagian besar lingkup kehidupan: seni, pakaian, politik dalam negeri, ekonomi, pendidikan, peran kaisar, feodalisme, kebijakan luar negeri, pemerintahan, ideologi, hukum, militer, teknologi, hingga gaya rambut.

Reformasi Meiji dilaksanakan sepotong-potong secara bertahap, tidak berlangsung mulus dan kompak, ada konflik internal, yakni pemberontakan samurai dan kerusuhan kaum tani. Mencontohkan kesabaran, kesediaan menoleransi kegagalan awal dan keteguhan sampai solusi yang bisa diterapkan.

Tujuan Meiji sebenarnya bukan westernisasi, melainkan membuka diri terhadap dunia sambil melestarikan inti budayanya, menemukan cara "untuk mengadopsi banyak fitur Barat, tetapi memodifikasinya agar sesuai dengan keadaan Jepang".  

Jepang mengadopsi Konstitusi dan Angkatan Darat model Jerman; armadanya model Britania; naskah hukum model Perancis; dan reformasi pendidikan model AS. Namun bersamaan dengan itu, kita lihat masyarakat Jepang sebagai warga negara setia dan patriotik, mempertahankan identitas seperti nilai-nilai, bahasa, serta tulisan kanji yang dinilai paling rumit dipelajari di dunia.

Di Amerika Serikat, Jared khawatir krisis di negaranya tersebut terkait buruknya kompromi politik dan perilaku sopan masyarakat di negaranya sendiri.

Dunia digital menciptakan kemerosotan modal sosial seiring meningkatnya komunikasi bukan tatap muka. Modal sosial berkaitan dengan kebajikan sipil (hlm. 342). Orang cenderung lebih “berani’ bersikap kasar dari jauh. Sesudah terbiasa bersikap kasar dari jauh, langkah selanjutnya bersikap kasar pada manusia saat tatap muka menjadi lebih mudah.

Cerita menarik juga kala Jared memberi tahu kita tentang bagaimana kecintaan orang Finlandia terhadap bahasa mereka, yang membuat mereka rela berjuang dan mati untuk Finlandia.

Pada satu titik selama Perang Dunia II, orang-orang Finlandia, yang menghadapi permusuhan Uni Soviet, memiliki banyak upaya dan cara supaya mereka bisa bersahabat dengan Soviet, tak lagi diserang seperti pada PD I. "Pendekatan" Finlandia yang tak lazim, seperti rela menggunakan mobil buatan Soviet yang suka mogok, dan media-media setempat yang menulis kebijakan pemerintah Soviet dengan sopan. Momen krisis hubungan dengan Soviet inilah diyakini menjadikan Finlandia satu negara paling sejahtera, sedangkan Uni Soviet justru runtuh pada 1989.

Bab-bab lain juga dipapar beragam cerita menarik, dengan banyak pelajaran moral. Tentang oposisi di Indonesia yang berbeda dengan di Barat karena oposisi yang asal saja menentang, asal saja berbeda; tentang “nilai-nilai sosial yang sangat egaliter” sebagai etos yang “tetap tidak berubah” di Australia.

Tentang  “kudeta 1973” Chili sebagai hal yang tak terhindarkan. Presiden Salvador Allande disebut orang suci, namun sifat-sifat baik orang suci bukan berarti menjamin keberhasilan politik, tulis Jared (hlm. 148).

Setelah buku Guns, Germs, and Steel, saya mengira Upheaval karya terbaik Jared selanjutnya, karena ditulis sangat indah dan memukau. Cara Jared memandang dunia memberikan ide-ide baru, membuat kita bisa lebih baik dalam menyelesaikan pekerjaan.

Salam literasi.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naik Kereta Api Surabaya ke Jogja

Mencermati Teori Werner Menski: Triangular Concept of Legal Pluralism

Perjalanan Seru dari Makassar ke Jogja