Drama Klasik Sidang Pengadilan
Film Just Mercy dirilis pada akhir 2019, saya tidak mengetahuinya ketika itu, atau barangkali film ini tidak pernah beredar di bioskop-bioskop Makassar. Sampai saya menemukan dan menontonnya di kabin pesawat penerbangan nomor GA-980 Jakarta ke Jeddah pada 12 April 2025 silam.
Just Mercy disutradarai Destin Daniel Cretton diadaptasi dari buku laris tahun 2014 karya Bryan Stephenson, pengacara muda dan aktivis hak-hak sipil, salah satu pendiri Equal Justice Initiative (EJI) di Montgomery, Alabama. Didedikasikan untuk membela orang miskin, mereka yang dipenjara, dan mereka yang dihukum secara tidak manusiawi.
Seperti memoarnya, film ini berfokus pada Bryan Stephenson, yang diperankan oleh Michael B. Jordan, berjuang untuk membantu orang yang butuh bantuan hukum. Awalnya niat mulia Bryan tidak direstui ibunya yang sudah membiayai mahal kuliah Bryan di Harvard dan membayangkan keselamatan Bryan.
Cerita dibuka pada 1987 di pedalaman Alabama, pengusaha kayu Afrika-Amerika bernama Walter McMillian alias Johny D, yang diperankan Jamie Foxx, dihadang dan ditangkap polisi di mobilnya. Ia dituduh melakukan kejahatan brutal membunuh remaja perempuan kulit putih berusia 18, Ronda Morrison. Jelas-jelas tidak pernah dia lakukan, penonton sudah meyakini sejak awal.
Bryan menyadari betapa cacat dan lemahnya bukti, serta saksi kunci yang sudah diatur, untuk memvonis Johny D. Dihukum penjara kemudian diperberat menjadi hukuman mati. Bryan pun bersemangat secara bertahap membuktikan konspirasi pengadilan yang sangat tidak adil buat Johny D, keluarganya, dan masyarakat "kelas dua".
Bersama koleganya, Eva Ansley, psikolog, mereka membela hak-hak terpidana mati, khususnya kasus Johny D. Perjuangan mereka menantang badai. Eva, misalnya, seorang ibu tunggal berkulit putih, selalu dicaci maki, diteror, dan ditinggalkan teman-temannya karena pilihan berani Eva bergabung dengan Bryan di EJI.
Ketika pertama kali Bryan menemui Johny D untuk membantunya bebas, Johny D tidak percaya lagi ada pengacara bisa mendobrak sistem peradilan yang memperlakukan orang kaya dan bersalah lebih baik daripada orang miskin dan tidak bersalah.
Johny D menuduh Bryan tidak berbeda dengan pengacara sebelumnya, meminta uang lalu kabur. Johny D baru merasa yakin ketika mengetahui Bryan pergi jauh menemui keluarga dan kerabatnya di pedalaman Alabama yang miskin, itu sangat berarti bagi Johny D dan keluarga yang diabaikan oleh sistem sosial ekonomi.
Di sana Bryan menemukan saksi baru yang bisa menjadi kunci Johny D mendapatkan pengadilan ulang yang fair, namun menjadi saksi tidak mudah dalam kasus di mana terdakwa orang berkulit hitam dan korban adalah orang kulit putih.
Film durasi lebih dua jam ini disampaikan dengan cerita yang sangat padat dan solid. Semua karakter yang terlibat dalam kasus, pelaku, saksi, lawyer, penuntut, dan hakim, bahkan media, menjelaskan kasus ini dengan argumentasi-argumentasi hukum yang baik. Ada argumen praktis yang ditentang dengan idealisme yang menggugah. Mengingatkan saya belajar mata kuliah Filsafat Hukum dan Acara Pidana.
Saat film mencapai klimaks ruang sidang, kita ikut menarik napas lega, menemukan kebenaran, merasakan keadilan itu membawa kebahagiaan. Sudah lama rasanya tidak menyaksikan film yang menghadirkan adegan-adegan persidangan menarik. Ternyata saya merindukannya.
Komentar
Posting Komentar