Inzaghi Bawa Milan Balas Dendam di Athena 2007

Jika kita flashback final Liga Champions 2007 kita akan mengingat sosok Filippo Inzaghi.

Dua tahun setelah "Keajaiban Istanbul" 2005, AC Milan dan Liverpool kembali bertemu di final Liga Champions 2007 yang dilaksanakan pada Rabu 23 Mei 2007 di Spyros Loius Stadium, Athena, Yunani. Tepat hari ini 18 tahun silam.

Tak banyak yang berubah dari line up. AC Milan masih dilatih Carlo Ancelotti, sedangkan Liverpool tetap diasuh Rafael Benitez. Dua kapten lapangan juga tak berganti, Paolo Maldini dan Stevan Gerrad.

Sedikit yang mengejutkan adalah "perjudian" Ancelotti memilih Filippo Inzhagi alih-alih Alberto Gilardino, sebagai penyerang tunggal dalam pola "pohon natal" 4-3-2-1. Pippo, sapaan akrab Inzaghi, yang berusia 34 tahun sama sekali tidak dimainkan di Istanbul saat Milan bermain dengan dua striker, Andry Sevchenko dan Hernan Crespo. Tema utama malam itu jelas adalah balas dendam Rossoneri untuk memulihkan martabat klub.

Begitulah yang pada akhirnya kita saksikan, takdir memilih Pippo menjadi bintang pertandingan final.

Pada menit ke-44, satu pelanggaran Xabi Alonso terhadap Kaka, di depan area. Andrea Pirlo yang mengambil tendangan bebas. Ia melepaskan tembakan yang keras, tapi menuju jangkauan kiper Jose Reina. Entah muncul dari mana, Pippo berlari melintasi jalur tembakan dan bola mengenai bahunya untuk membelokkan arah dan mengecoh Reina. Kebetulan yang luar biasa. Banyak orang bilang itu lucky goal, tapi Pippo sudah mencetak empat gol yang serupa.

Tapi anggaplah gol pertama kebetulan, yang kedua adalah modus Pippo yang paling terkenal, melepaskan diri dari perangkap offside. Pada menit ke-82, Kaka punya ruang dan waktu untuk menyodorkan bola ke Pippo melewati barisan pertahanan Liverpool yang dipimpin Jamie Carragher. Pippo tinggal berhadapan dengan Reina, ia tenang menggocek dan menceploskan bola ke gawang. 2-0. 

Pippo merayakannya dengan emosional di bendera sudut di depan fans Liverpool yang tak henti bernyanyi tapi tidak dapat menghentikan Pippo malam itu. 

Faktor menonjol keberhasilan Inzaghi adalah nafsunya yang besar untuk mencetak gol, walaupun ia kelihatan penyerang biasa-biasa saja dan kerap diremehkan.

Fisiknya ringkih, kecepatan standar, dan tak punya skill layaknya Ronaldo, Thiery Henri, atau Gabriel Batistuta pada zamannya. Tapi ia tutupi itu penempatan posisi dan kecerdasan bermain. Pippo terus bergerak seperti hantu, tanpa harus banyak menyentuh bola.

Satu hal yang membuat dirinya istimewa adalah ia sabar menunggu kesempatan untuk mencetak gol. Pippo berhasil mencetak 288 gol dari 623 penampilannya bersama klub.  Sedangkan bersama timnas Italia, ia mencetak 25 gol dari 57 penampilannya. 

Puncak dari kehebatannya brace Pippo ke gawang Liverpool di Athena malam itu bermakna dalam. Milan memenangkan Liga Champions yang ketujuh, sekaligus menebus dengan layak trauma besar dari tragedi Istanbul yang ditanggung selama dua tahun. 

Pippo tidak diragukan lagi sebagai penyerang unik dalam sejarah sepak bola. Jika ada striker yang saya rindukan selain Ronaldo Nazario, dia adalah Filippo Inzaghi.















Komentar

Postingan populer dari blog ini

Setelah Balapan, Konser Keren Lenny Kravitz (10)

Review Enlightenment Now: Kehidupan Menjadi Lebih Baik

Kenangan di Prambanan Jazz