Bola Klasik : Kontroversi Derby d'Italia pada 1998

Juventus v Inter Milan pada 1998 (Sumber: theguardian.com)

Saya tumbuh menjadi penggemar sepak bola dari tayangan Liga Serie-A Italia pada pertengahan 1990-an. Lega Calcio merupakan liga terbaik di Eropa bahkan Dunia kala itu.


Dalam segala kemegahan dan gemerlap bintang-bintangnya, satu hal yang tak bisa disangkal bahwa ada bagian dari sepak bola Italia terbangun dari satu skandal ke skandal yang lain. 


Kasus mafia Totonero pada 1980, dan tentu saja mafia Calciopoli pada 2006 yang menjatuhkan hegemoni sepak bola Italia, dan hingga kini belum pulih sepenuhnya.


Tepat hari ini, 22 tahun silam, saya ingin mengenang satu dari sekian pertandingan sepak bola Italia yang paling kontroversial, bahkan masih sering didebat setelah dua dekade laga tersebut. 


Pada 26 April 1998, Inter Milan melakukan perjalanan ke Stadion Delle Alpi Turin menantang Juventus "si Nyonya Besar" sekaligus juara bertahan, untuk satu duel krusial yang sangat menentukan menjuarai Liga Italia. Nerazzuri tidak lagi pernah memenangkan Scudetto selama sembilan tahun. Namun kali ini dipimpin pelatih Luigi Simoni dan mengandalkan pemain terbaik sejagad, Ronaldo, Inter memiliki kesempatan besar, hanya berselisih satu poin dari Juventus sebelum big match tersebut.


Rivalitas bertajuk Derby d'Italia dipenuhi pemain papan atas dunia. Juventus dengan pelatihnya Marcelo Lippi menurunkan Didier Deschamps, Edgar Davids, Filippo Inzaghi, Zinedine Zidane dan Alessandro Del Piero. 


Inter mengandalkan Javier Zanetti, Diego Simeone, Aron Winter, Youri Djorkaeff dan Il Fenomeno Ronaldo, pemenang Ballon d'Or. Namun dari semua pemain tersebut, sorotan utama pada laga itu ternyata pada sosok Wasit Piero Ceccarini.


Laga pada awalnya sesuai yang diharapakan. Kedua tim bermain dengan tempo tinggi, saling berganti menyerang dan bertahan. Juventus unggul pada menit ke-21 yang diciptakan Del Piero melalui sontekan pelan, setelah serangkaian percobaan. Pertandingan makin seru, Inter berusaha membalas, dengan mengandalkan ketajaman Ronaldo yang terus mengancam pertahanan Bianconeri, tapi belum berhasil menyamakan skor saat jeda.


Pada 45 menit babak kedua inilah yang menjadi kontroversi, penuh kecaman, dan konflik, sampai saat ini, terkhusus para Interisti. Laga ketat masih terjadi selama dua puluh menit seperti pada babak pertama, sampai pada menit ke-69 dan 70. 


Serangan yang dibangun Inter masuk ke area pinalti, terjadi perebutan bola yang ketat, namun bola berada di jalur Ronaldo, yang memiliki ruang bagus dan menggocek bola melewati bek Mark Iuliano. Sadar kehilangan posisi dan ancaman besar menanti, Iuliano dengan sengaja menabrakkan dirinya ke tubuh Ronaldo, dan menjatuhkannya.


Hampir semua pemain Inter bereaksi menunggu sempritan peluit Ceccarini memberikan tendangan pinalti atas 'tabrakan maut" tersebut, tetapi bunyi peluit itu tak pernah terdengar. Ceccarini dari jarak dekat memerintahkan melanjutkan permainan. Ketika mereka terus memburu dan memprotes, pemain Inter jadi tidak fokus, bola sudah di kaki pemain Juventus dan memberikan kepada Zidane, kemudian menggiring lalu melepaskan umpan tarik pelan pada Del Piero. 


Aksi Del Piero dihadang oleh bek Inter Taribo West dengan sedikit kontak tubuh, membuat Del Piero terjatuh. Untuk momen ini, Ceccarini meniup peluit dan menghadiahkan pinalti untuk Juventus. Momen Ronaldo dihantam Iuliano dengan Del Piero dihadang West, hanya rentang 15 detik. Dua keputusan krusial Ceccarini ini adalah satu skandal paling menyita sepak bola Italia. 


Pemain dan staf Inter mengamuk, mengejar, memaki Ceccarini. Simoni yang bisanya kalem naik pitam, ikut bergabung mengecam Ceccarini, dan dia pun diusir dari tepi lapangan dengan berjalan meneriaki wasit telah bertindak memalukan.


Setelah rusuh sekitar lima menit, laga akhirnya bisa dilanjutkan, Del Piero mengambil 'hadiah' tersebut, namun tendangannya berhasil terblok oleh kaki Gianluca Pagliuca. Motivasi pemain Inter terangkat lagi, namun sampai dengan akhir pertandingan, Ronaldo cs tak bisa menciptakan gol balasan ke gawang Angelo Peruzzi. 


Seperti yang ditebak, saat pemain dan tifosi Juventus merayakan kemenangan penting ini, para punggawa Inter mengamuk lagi, mengejar Ceccarini hingga tak lagi tersorot kamera. Dan yang sudah kita ketahui, hasil akhir di musim itu Juventus meraih gelar Scudetto dengan koleksi 74 poin dan dibuntuti Inter di posisi kedua dengan 69 poin.


Kontroversi yang menguntungkan Juventus di laga itu tentunya mendapat kritik dan kecaman dari berbagai khalayak, bahkan sampai ke Parlemen Italia. Pendukung Inter menjuluki laga kotor itu La Grande Ruberia (Perampokan Hebat). Ronaldo sendiri dengan lantang menuduh Juventus sudah seperti mafia dengan mencuri gelar yang mesti diraih Inter Milan. 


Sementara itu dua puluh tahun kemudian, pada 2018, wasit Piero Ceccarini tetap pada keputusannya tidak memberikan Inter penalti, sekalipun selama insiden itu ia dan keluarga mendapat banyak ancaman.


Laga tak terlupakan yang membuat kita ingat lagi apa yang pernah diujar Perdana Menteri Italia, Giulio Andreotti atau Don Giulio: "Di Italia tak ada malaikat dan tak ada setan, yang ada hanya pendosa kecil. Berbuat salah dan berlaku curang adalah soal biasa saja bagi orang Italia. Melakukan dosa kecil tidak membuat orang masuk neraka asalkan segera bertobat."


Orang Italia juga sangat percaya sejarah selalu berulang (I'histoire se repete)


#Rindu sepak bola

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naik Kereta Api Surabaya ke Jogja

Mencermati Teori Werner Menski: Triangular Concept of Legal Pluralism

Perjalanan Seru dari Makassar ke Jogja