Marriage Story: Konflik Perkawinan dan Perpisahan

(sumber: https://www.imdb.com)

Semalam saya menonton Mariagge Story di kanal digital Netflix. Drama yang menyentuh hati tentang pasangan hebat yang mengalami hubungan buruk.

Ketika film dibuka, betapa indah Charlie Barber (diperankan Adam Driver) dan Nicole (Scarlett Johansson) saling memuji yang menjadi alasan mengapa mereka jatuh cinta; semua hal yang mereka kagumi terhadap pasangan digambarkan secara gamblang: Charlie sebagai ayah yang kuat, mandiri, dan perfeksionis. Sedangkan Nicole adalah perempuan penuh perhatian pada suami dan anak, jago pula memotong rambut dan telaten menyelesaikan pekerjaan yang butuh kekuatan tenaga.

Rumah tangga mereka lengkap dengan kehadiran buah kasih sayang, Henry, 9 tahun. Henry adalah jangkar bagi Charlie dan Nicole dalam satu tarikan napas. Charlie adalah sutradara teater di Broadway New York; sedangkan Nicole adalah aktris televisi yang sedang bersinar, dulunya merupakan aktris binaan Charlie. 

Kemudian hubungan mereka retak, tanpa kita tahu penyebab langsung atau penyebab mendasar dari gugatan perceraian tersebut. Rasa penasaran menemukan alasan-orang ketiga yang pertama terpikir-tersebut dan soal siapa yang akan menjadi pemegang hak asuh Henry, serta bagaimana pembagian adil aset keduanya merupakan latar dan plot cerita film ini dibangun.

Drama ‘tradisional’ dengan kisah rumah tangga yang lazim sebenarnya. Dan jika tema itu diangkat lagi untuk menciptakan film di masa sekarang dengan niat sekadar nostalgia, akan sangat berisiko menjadi klise dan tak menarik ditonton. 

Sutradara sekaligus penulis skenario Noah Baumbach, menjawab keraguan itu dengan menggarap film 'sederhana' ini menjadi konflik cerita yang menarik. Konon sedikit banyak dilatari pengalaman pribadi Noah yang bercerai dengan Jennifer Jason Leigh pada 2013, dan juga perpisahan orangtuanya silam.

Dialog-dialog manis dan mengumpat hadir silih berganti dari adegan Charlie dan Nicole. Sulit kita menolak bahwa Adam dan Scarlett sangat hebat bermain peran di sini. Akting keduanya pas, rileks, dan dewasa. Saya terkesima saat mereka adu akting cekcok berkepanjangan namun pada saat itu juga setelah semua emosi mereka telah tertumpahkan, keduanya kemudian saling memaafkan. Saling menguatkan satu sama lain. Meski begitu, sepertinya tak pernah lagi ada ruang untuk mereka kembali rukun seperti kisah-kisah klise yang happy ending.

"Biarkan persoalan ini diatur oleh pengacara", demikian penolakan Nicole saat Charlie ‘memprotes’ cara Nicole mengurus perpisahan ini. 

Sampai di sini kita sudah sedikit paham alasan perpisahan: Adam merasa telah membuat Nicole bahagia, sedangkan Nicole menuduhnya sebagai suami yang asik dan bahagia menurut perspektif dan perasaanya sendiri. Tak memahami baik pendapat dan hasratnya sebagai istri, menjadi fans George Horrison The Beatles, misalnya. Bahkan perasaan Nicole ini lebih menyakitkan daripada dia mengetahui Charlie berselingkuh dengan anggota kru-nya sendiri. 

Dan seperti yang kita simak bagaimana sengketa ini maju ke ruang sidang pengadilan. Perdebatan pun tersaji antar dua pengacara (kebetulan) antar jender. Argumentasi di court itu penuh wawasan hukum, ragam perspektif, dan juga agak membingungkan, kalau hal itu tidak bisa disebut dengan adu licik pihak pengacara yang tamak. 

Jika di pembuka film narasi menggambarkan sisi baik Charlie dan Nicole, maka di ruang sidang dua pengacara ini tanpa sungkan saling mengumbar aib pasangan tersebut, terlepas apakah tuduhan itu berhubungan dengan perkara 'sederhana' ini. Noah menyampaikan pesan mendalam mengapa penegakan hukum di Los Angeles dan di New York bisa berbeda di negara sedemokratis Amerika Serikat.

Noah Baumbach menampilkan sedekat mungkin dengan kehidupan kita, tepatnya bagaimana dinamika rumah tangga kelas menengah di kota megapolitan; tentang mana kota terbaik: Los Angeles atau New York? Mengingatkan saya persaingan sengit basket Knicks melawan Lakers, atau rivalitas bisbol Yankees versus Dodgers.

Noah juga tak luput menampilkan beberapa adegan ‘kecil’ begitu pas dengan peristiwa faktual kita. Sebagai contoh misalnya, saat Charlie yang hendak mengambil tiket parkir di mesin otomatis namun tangannya tak bisa menjangkau karena jarak mesin dari stir kemudi kejauhan; lucu pula saat Charlie berpesan pada Henry jika pipis berdiri, maka dudukan kloset harus diangkat supaya air urine laki-laki tidak menyembur; kita pun sering lupa pada nama anak teman kita padahal sudah berkali-kali dia menyebutkannya.

Film tentang perceraian yang dikemas dengan baik. Luar biasa lucu, menyenangkan, sekaligus sedih dan memilukan. Marriage Story berbicara tentang simpati, kebijaksanan, kekuatan hati, sekaligus kerapuhan menghadapi konflik rumah tangga.

Saya senang sekali Noah mengakhiri film dengan adegan Nicole mengizinkan Charlie bisa bersama Henry untuk satu malam. Saat Charlie sudah beberapa langkah pergi dengan menggendong Henry yang hampir ketiduran, Nicole tiba-tiba balik memanggil dan berlari ke arahnya hanya untuk mengikat tali sepatu Charlie, supaya tidak terjadi apa-apa pada Charlie dan Henry. 

Selalu ada misteri dalam setiap orang dalam membangun perkawinan. Jika perpisahan tak terhindarkan, tetap ada harapan di baliknya. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naik Kereta Api Surabaya ke Jogja

Mencermati Teori Werner Menski: Triangular Concept of Legal Pluralism

Perjalanan Seru dari Makassar ke Jogja