Bombshell; Keberanian Perempuan Melawan Kejahatan Seksual



Film tema jurnalistik selalu menarik bagi saya. Sebuat saja kisah investigasi membongkar praktik pedofilia pastur gereja Katolik oleh tim Spotlight dari surat kabar The Boston Globe pada 2015; Kemudian perjuangan dan pengorbanan Marie Colvin, wartawan perang perempuan dari koran The Sunday Times pada film Private War (2018), masih menancap kuat dalam benak saya.

Paling anyar pada akhir 2019, satu lagi film latar belakang jurnalistik berdasarkan kisah nyata dirilis menemui penggemar sinema. Judulnya menarik perhatian: Bombshell. Kali ini jurnalistik pertelevisian, mengangkat skandal pelecehan seksual yang dilakukan bos eksekutif Fox News, Roger Ailes, pada 2016, di sela-sela kampanye pemilihan presiden Amerika Serikat yang belakangan dimenangkan oleh Donald Trump, dari Partai Republik.

Korban-korban kekerasan seksual Roger Ailes (diperankan Jhon Lithgow) tak lain adalah perempuan-perempuan pembaca berita di stasiun tv yang memiliki puluhan juta pemirsa tersebut. Kumpulan anchor nona-nona blonda berwajah seperti boneka, rok pendek-ketat dan sepatu hak-tinggi tersebut yang kemudian menjatuhkan Roger dari kuasa besarnya. Ia dipecat tidak hormat oleh Rupert Murdoch, sang taipan Fox.

Film dimulai saat debat pertama kandidat presiden dari Partai Republik di Quicken Loans Arena, markas klub basket Cleveland Cavaliers. Anchor andalan Fox News Megyn Kelly (Charlize Theron) mengajukan pertanyaan "menyerang" Trump, 

"Apakah lelaki seperti itu yang harus kami pilih sebagai presiden?

Kelly merujuk setumpuk dokumen yang menunjukkan Trump adalah sosok yang memperlakukan perempuan dengan tidak layak.

Pertanyaan yang tentunya menyita perhatian publik dan berakibat panjang. Trump yang responsif mengamuk di Twitter membalas 'keberanian' Kelly. Pun Kelly dan keluarga mendapat serangan teror, meskipun dia tengah liburan bersama suami dan anak perempuannya. Ia mengadu kepada Roger Ailes, namun alih-alih mendapat perlindungan, Kelly diminta untuk melakukan permohonan maaf. 

Kemudian terjadilah "kompromi" Kelly dan Trump dengan wawancara rekayasa yang menaikkan popularitas Trump. Sikap politik Fox News tak bisa disembunyikan, pro-Republikan. Roger Ailes adalah konsultan media Presiden Amerika Serikat: Richard M. Nixon, Ronald Reagan, dan George H. W Bush. Ketiganya dari Partai Republik.

***

Sutradara Jay Roach mengajak kita melacak seluk beluk bagaimana masing-masing perempuan korban kekerasan seksual Roger Ailes, yang pada awalnya takut untuk berbicara, mencapai titik di mana dia tidak tahan untuk terus bungkam menutup rapat satu kejahatan.

Kelly dengan kecerdasan yang dingin, ternyata bukan yang berani memulai melawan kesewenangan Roger Ailes. Tapi Gretchen Carlson (Nicole Kidman), anchor senior paruh baya yang tidak disukai Roger Ailes. 

Belakangan diketahui ketidaksenangan Roger Ailes karena Gretchen selalu bisa menolak ajakan kencannya. Makanya Gretchen tersingkir secara pelan-pelan dan kemudian dipecat karena syuting tanpa polesan make-up yang menor

"Tidak ada yang ingin melihat perempuan paru baya menopause berkeringat." Demikian Roger Ailes menghina seksualitas Gretchen secara verbal.

Adegan paling melecehkan perempuan saat sosok Kayla Popsili (Margot Robbie), sebagai new anchor menemui Roger Ailes di lantai-2 ruangan kerja Roger. Kayla ingin karirnya melesat seperti Megyn Kelly. 

Ambisi si-nona yang kemudian dimanfaatkan oleh CEO tua mesum. Ia memerintahkan Kayla mengangkat rok mini hitam hingga menampakkan celana dalam putihnya. Simbol penyerahan diri, dinilai sebagai bentuk loyalitas oleh Roger Ailes. 

Kayla adalah karakter fiktif yang diciptakan Jay Roach, representasi dari korban kepolosan perempuan muda penuh ambisius dan naif. Adegan 'audisi' dan pengakuan Kayla telah berkencan dengan Ailes membuat kita semua merasa marah.

Skandal Roger Ailes bisa terkuak karena Gretchen yang dipecat menuntut lewat jalur hukum. Namun tuntutan ini butuh banyak bukti pengakuan dari keberanian para korban yang juga telah 'diorbitkan' oleh Roger Ailes, dilema tentunya. 

Kelly, yang (rupanya) bernasib sama dengan Gretchen mengalami pelecehan, akhirnya berani berbicara meskipun mempertaruhkan karirnya yang berada di puncak ketenaran. Testimoni Kelly inilah yang telak memukul jatuh Ailes dari tampuk kekuasaan. 

Demikianlah, satu faktor yang membuat laki-laki terempas dan tumbang dari lingkar kekuasaan adalah perilaku buruk laki-laki terhadap perempuan.

***

Film sudah selesai, Roger dipecat, dan kemudian meninggal setahun kemudian (2017), namun esensi dalam film ini terus berlanjut di mana saja, termasuk di Indonesia. 

Sudah sering kita mendengar bos-bos mata keranjang di kantor 'memanfaatkan' kuasanya pada ambisi-ambisi perempuan bawahan, dengan memaksa melayani hasrat seksualnya.
Di Indonesia, korban pelecehan seks kurang berani untuk melapor dengan segala alasan, sehingga pelaku-pelaku tersebut merasa aman melanjutkan aksi kejinya. 

Institusi bernaung pun serupa, tak cukup nyali, memilih jalan pintas dengan menutup rapat kasus-kasus pelecehan seksual, secara tak langsung melembagakan pelecehan seksual terhadap perempuan. Bahkan hal ini terjadi di institusi kampus terpandang kita beberapa waktu lalu saat seorang mahasiswi dilecehkan di lokasi KKN.

Bombshell adalah kisah keberanian untuk menentang objektifikasi perempuan. Penuh wawasan yang didukung skenario bagus dan desain produksi yang luar biasa, menampilkan suasana kantor dan studio Fox News di Manhattan, New York, menjelaskan kita bagaimana industri media pertelevisian bekerja dengan segala triknya. 

Tapi bukan berarti kita harus menyukainya (pelecehan seksual). Ada perasaan marah setelah menontonnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naik Kereta Api Surabaya ke Jogja

Mencermati Teori Werner Menski: Triangular Concept of Legal Pluralism

Perjalanan Seru dari Makassar ke Jogja