Perjalanan Seru Bertemu Siti dan Uswa di Bali (12)

Di Dataran Merdeka yang historis, Vera dan saya mengakhiri perjalanan di negeri jiran selama 5 hari. Kami harus segera bergeser ke KL Sentral, menumpang bus, dan bertolak ke bandara KLIA Sepang.

Kami akan meninggalkan Kuala Lumpur dengan pesawat Batik Air Malaysia tujuan Denpasar-Bali dengan flight number OD-177 pukul 16.45. Yes, sebelum cuti selesai, kami melanjutkan perjalanan di Bali. Yang membuat lebih happy, kedua anak kami, Siti dan Uswa akan bergabung. Mereka berdua berangkat dari Makassar.

Pada pukul 13.00 kami tiba di KL Sentral, langsung mendatangi konter untuk membeli tiket bus yang berangkat setiap 20 menit. Kursi bus pukul 13.20 dan pukul 13.40 habis terjual, sehingga kami baru bisa berangkat pada pukul 14.00. Waktu menunggu hampir satu jam kami isi dengan berkeliling di NU Sentral Mall dan ngopi di gerai Starbucks, sekaligus membereskan dan menyiapkan dokumen-dokumen yang diperlukan.

Perjalanan ke bandara molor 10 menit. Kami baru tiba pada pukul 15.15, hampir terlambat, kata petugas saat cekin. Belum lagi rangkaian pemeriksaan dan imigrasi dengan berjalan kaki cukup jauh, dilanjutkan mengantre train yang mengantar penumpang ke ruang tunggu. Akhirnya dengan sedikit ribet dikejar waktu, kami berada di Gate-57 pukul 16.20, menunggu boarding, yang ternyata telat 15 menit. 

Ada perasaan galau juga akan berpisah dengan Kuala Lumpur. Tiba-tiba saya teringat dan memutar salah satu lagu ikonik dari grup Padi, berjudul Semua Tak Sama, dari album studio kedua Sesuatu yang Tertunda (2001) yang sangat populer dan masih sering diputar dan dinyanyikan hingga kini.

Lagu itu sangat puitis dengan lirik penuh metafora dan melodi yang menyentuh. Klip lagu ini dibuat di berbagai tempat terkenal di Kuala Lumpur: Bukit Bintang, Menara Kembar Petronas, Stasiun Kereta Api, dan berakhir di KLI Airport, yang saat itu baru diresmikan dan dinilai salah satu bandara terbaik dunia. 

Sore itu juga di dekat saya, ada tiga penumpang sedang mengobrol seru tentang Oasis. Saya jadi tahu pesawat ini akan membawa mereka ke Melbourne setelah transit di Bali, bersiap menonton konser band asal Manchester Inggris yang digawangi Gallager bersaudara: Noel dan Liam, di Stadium Marvel pada Jumat 31 Oktober 2025. Ah serunya mereka. Saya pun memutar beberapa nomor Oasis: Don't Go Away, Stand By Me, dan tentu saja You are My Wonderwall.

****

Tepat pukul 17.00 pesawat takeoff, dan estimasti tiba pukul 19.55 di Bali. Sementara di Bandara Sultan Hasanuddin, Siti dan Uswa juga sudah bersiap-siap, mereka akan menggunakan pesawat Lion Air JT-747 pada pukul 18.50 dan dijadwalkan tiba pukul 20.10. Ini pengalaman pertama kali mereka berdua naik pesawat tanpa ada kami. Kami tak sabar bertemu dan mendengarkan pengalaman seru mereka.

Sebenarnya kami berharap tiba duluan dan kemudian menunggu mereka, tapi karena penerbangan kami telat, jadinya kami tiba bersamaan, sekitar pukul 20.10. Tapi Siti dan Uswa sudah selesai 10 menit kemudian, sedangkan Vera dan saya butuh 30 menit untuk menyelesaikan bagasi, imigrasi, lalu menyeberang ke terminal domestik. Terpaksa merekalah yang menunggu selama 20 menit di konter Lion Air.

Baru menjelang pukul 21.00 kami akhirnya berjumpa di pintu kedatangan. Senang, lega, dan bersyukur rasanya momen malam itu kami bisa bertemu di Bandara Ngurah Rai sesuai dengan rencana. Kami akan berlibur bersama selama 4 malam di Bali. Ini untuk pertama kali Siti dan Uswa ke Pulau Dewata.

Menumpang Grab Bluebird, kami diantar ke Hotel Alron di Jalan Blambangan Kuta. Cekin, menyimpan koper-koper, lalu keluar lagi untuk makan malam. Kami tentu sudah lapar setelah menempuh perjalanan melewati waktu makan.

Destinasi kuliner pertama adalah Nasi Tempong Indra di Jalan Dewi Sri kawasan Legian. Restoran ini sangat luas, buka 24 jam, dan tak pernah sepi pengunjung.

Kami datang menjelang pukul 22. 00. Siti dan Uswa pesan nasi ayam goreng, saya nasi ikan lele, dan Vera empal dan tahu. Seketika menu-menu itu tersaji di meja, kami menyantapnya, saling mencicipi dengan penuh semangat sampai tak ada yang tersisa, rasanya nikmat dan puas.

Nasi khas Bayuwangi yang bikin ketagihan ini menutup hari kami yang seru pada pukul 23.00. Balik ke hotel dengan perut kenyang dan besok kami akan lanjutkan perjalanan mengeksplore Pulau Bali.










Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Enlightenment Now: Kehidupan Menjadi Lebih Baik

Kenangan di Prambanan Jazz

Jumbo: Dongeng Kesatria dari Kampung Seruni