Suatu Minggu Pagi di Kuta (18- Selesai)

Sampailah hari terakhir kami di Bali, pada Minggu 2 November 2025.

Tak afdal rasanya jika belum berkunjung ke kawasan Kuta. Pantai ikonik dengan pasir putih, ombak gulung tebal, dan sinar matahari-nya yang sudah terkenal sejak lama.

Dari tempat menginap, Yans House Hotel, di Jalan Kartika Plaza, Kuta, sebelum pukul 7.00 kami berjalan kaki menyusuri jalan-jalan menuju pantai, melewati Pasar Seni Kuta, dan hanya 10 menit sudah berada di pantai legendaris ini.

Minggu pagi itu di Pantai Kuta sedang dilaksanakan upacara adat keagamaan Hindu, juga kegiatan aksi bersih-bersih limbah plastik oleh pemerintah Kecamatan Kuta dengan komunitas lokal. Di seberang pantai dilaksanakan event Rock and Run 2025 yang berpusat di Hard Rock Hotel.

Kaki Siti dan Uswa akhirnya menginjak pasir pantai di Bali. Ombak dan pasir Kuta memang keren bagi penggemar selancar. Suasana Minggu pagi di Kuta bikin hari kita langsung cerah, semangat menjalani hidup.

Setelah puas berjalan di bibir pantai sekitar 15 menit, kami melanjutkan berjalan dengan kaki masih basah dan pasir yang masih melengket di betis, di sepanjang trotoar Pantai Kuta, tujuan selanjutnya adalah mengunjungi Monumen Tragedi Kemanusiaan di Legian. 

Persis di Beachwalk, kami belok kanan dan menyurusi Jalan Poppies Lane II, sebuah jalan kecil yang terkenal dengan penjual barang-barang khas Bali, money changer, rumah tatto, galeri seni, losmen, dan yang lain. Jalan ini menghubungkan Jalan Pantai Kuta dengan Jalan Legian sejauh 750 meter. Tapi pagi itu masih sangat sepi, tidak sampai 10 toko yang sudah berjualan.

Di ujung Poppies, kita menemukan Jalan Raya Legian, lokasi Monumen Tragedi Bom Bali 2002 dibangun. Sewaktu di sana, kami menemukan tiga ikat bunga diletakkan di bawah dinding marmer hitam yang mengukir 202 nama korban jiwa. Pada satu bunga itu, Siti dan Uswa membaca satu nama, lalu mereka mencari nama itu di dinding dan menemukan Bellinda Allen dari Australia (nomor-2). Saya menjelaskan kepada mereka mengapa monumen ini dibangun, sesederhana mungkin supaya mereka paham dan berempatik kepada korban dan keluarganya. Juga memberikan pesan kuat, kami tidak takut pada teroris yang pengecut.

Usai refleksi di monumen memorial, kami kembali ke hotel. Sarapan, dan bersiap-siap checkout. Hari itu kami akan pulang menggunakan pesawat Citilink nomor CG- 342 pada pukul 19.00. Jadi masih ada waktu sekitar tiga jam sebelum berangkat ke Bandara Ngurah Rai. Usai menitipkan koper-koper di resepsionis, kami menuju Beachwalk Mall.

Selalu menyenangkan main ke Beachwalk, mall tiga lantai yang didesain dengan semi outdoor, lokasi yang strategis dan mempunyai fasilitas lengkap mulai dari fashion dan kuliner dengan latar pantai membuat pengunjung betah menghabiskan waktunya. Tidak terasa tiga jam berlalu dengan berkeliling dan makan siang di sini. Pada pukul 15.40 kami harus segera beranjak ke hotel mengambil barang dan langsung berangkat lagi ke bandara. 

Di ruang tunggu, kami menyempatkan salat Magrib, jajan bakso Afung, lalu boarding. Ketika tiba di Bandara Sultan Hasanuddin, Mandai pukul 21.00, Makassar baru saja reda setelah diguyur hujan deras seharian.

Menjelang pukul 22.00 akhirnya tiba di rumah, kami pulang setelah melakukan perjalanan selama 9 hari. Perjalanan yang berkesan, memperkuat kualitas hubungan dengan quality time, serta perjalanan ini sebagai cara mendapatkan energi dan motivasi baru untuk kembali ke aktivitas.

Sampai jumpa di perjalanan berikutnya.






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Enlightenment Now: Kehidupan Menjadi Lebih Baik

Kenangan di Prambanan Jazz

Jumbo: Dongeng Kesatria dari Kampung Seruni