Review 9 dari Nadira: Drama Jurnalis Perempuan
Pada suatu pagi 10 Desember 1991, Nadira Suwandi menemukan ibunya, Kemala Yunus, tewas bunuh diri. Sungguh mengejutkan. Mengapa perempuan hebat itu memutuskan mati?
Sejak kematian Kemala, kehidupan Nadira berubah. Nadira sebagai seorang anak, saudara, sahabat, kekasih, istri, dan sebagai jurnalis. Ia menjadi berbeda, wajahnya kusut. Kolong meja kerjanya berubah menjadi tempat dia menyembunyikan seluruh kesedihan dan traumanya, ia tak peduli pada gejolak dunia.
Novel ini terdiri dari sembilan bab mengisahkan hubungan Nadira dengan orang-orang terdekatnya. Pada ayahnya Bramantyo, pada dua saudaranya Arya dan Nina, pada mantan suaminya Niko, dan pada bosnya Utara Bayu. Karakter-karakter kuat dan menarik yang mengungkap trauma, kehilangan, dan harapan.
Drama yang lengkap tentang keluarga, karier, persahabatan, dan percintaan. Alur ceritanya tidak linear sebagaimana novel-novel Leila S Chudori sebelumnya. Tapi enak dibaca, karena selalu ada "ledakan-ledakan" menyenangkan saat kita membaca plot maju dan mundur, yang sangat kaya referensi budaya pop, dari buku, film, dan musik.
Kita jadi tahu di balik kerja jurnalis yang menantang, dunia yang sangat dicintai Nadira. Setiap liputan ia tak segan mengkritik rezim tiran, anggota DPR yang sok pandai, pengusaha yang menyuap, pengacara yang membela mafia, dan pejabat yang korupsi.
Sejarah bangsa juga kita selami melalui cerita dunia jurnalistik novel ini. Dari peristiwa 1965, "Malari" 1974, Petisi 50, lengsernya Gus Dur, atau tragedi Bom Bali 2002. Kita menikmati suasana-suasana latar dalam setting novel karena Leila menjelaskannya senyata dan sedekat mungkin dengan kita.
Setelah tamat membaca, perasaan saya bercampur, sedih tapi saya suka. Ada perasaan kehilangan tak bisa lagi "berteman" dengan karakter-karakter di novel tersebut. Menjadikan hidup kita merasa indah dan sangat berharga.
Saya yakin sosok Nadira sebagai tokoh utama dibangun dari perjalanan kehidupan Leila sendiri, yang juga jurnalis dan ayahnya juga jurnalis. Novel paling personal bagi Leila.
Saya penggemar karya-karya Leila, baik sebagai jurnalis majalah Tempo dan sebagai penulis. 9 Nadira pertama kali diterbitkan pada 2009, tapi justru saya lebih dulu membaca Pulang (2012), Laut Bercerita (2017), dan Namaku Alam (2023).
Salam.

Komentar
Posting Komentar