Sang Nakhoda Mengarungi Samudra Luas
Ujung Pandang, suatu hari pada bulan Maret 1974, Rektor Universitas Hasanuddin Achmad Amiruddin, mengajak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Syarif Thayeb meninjau kampus Unhas Baraya dengan menyetir sendiri jeep "Land Rover". Di suatu titik mobil terperosok masuk lubang kubangan. Mesin pun mati. Ketika Amiruddin berusaha menghidupkan kembali, menteri menghalangi, kemudian mengucapkan: "Pindahkan saja kampus ini". Ucapan yang membuat Amiruddin agak shock.
Tujuh tahun kemudian kampus baru Unhas diresmikan, berdiri megah dan asri di Tamalanrea. Kampus yang menjadi candradimuka bagi penempaan calon-calon pemimpin di Sulawesi Selatan.
Demikianlah cerita menarik yang ditulis pada bab "Memindahkan Kampus Unhas", di buku biografi A. Amiruddin Nakhoda dari Timur.
****
Untuk generasi saya dan sebelumnya, sosok Amiruddin adalah pemimpin ideal dan banyak dikagumi karena prestasinya sangat fenomenal. Nilai-nilai yang ia tanam dan jejak-jejak yang ia bangun masih terasa dan dimanfaatkan masyarakat luas hingga saat ini.
Waktu kanak-kanak saya mengetahui Amiruddin sebagai Gubernur Sulawesi Selatan karena hampir tiap hari membaca surat kabar dan menonton berita daerah TVRI. Kemudian ia menjabat Wakil Ketua MPR-RI 1992-1997, posisi yang sangat strategis zaman itu.
Suatu waktu pada tahun 2000, ayah mengunjungi saya yang sedang kuliah semester awal di Jogja. Ayah membawa buku ini, mungkin ia belum selesai membacanya di Makassar. Pada waktu itulah saya ikut membaca sebagian besar buku ini dan saya tamatkan ketika mudik lebaran di Makassar.
Dari otobiografi ini kita dapat memahami lebih dalam sosok Amiruddin secara utuh, dari masa kecil, karakter dan kepribadian, perjuangan menempuh pendidikan hingga PhD, keputusan dan kebijakan penting yang diambil saat menjadi pejabat publik.
Biografi Amiruddin terdiri dari tiga bagian. Pertama tentang masa kecil, menempuh pendidikan di Makassar, kuliah di ITB, dan meraih gelar akademik PhD di Kentucky Amerika. Bagian kedua periode Amiruddin memimpin Unhas yang fenomenal pada tahun 1973 hingga tahun 1982. Pada bagian ketiga dikisahkan saat Amiruddin menjabat Gubernur Sulawesi Selatan dua periode, lalu Wakil Ketua MPR, dan masa pensiunnya.
Mungkin karena sama berprofesi dosen, saya paling favorit pada bagian kedua ketika Amiruddin menjabat Rektor Unhas, pada waktu saya belum lahir. Dikisahkan bagaimana Amiruddin membangun Unhas menjadi kampus yang disegani tingkat nasional. Kebijakan-kebijkannya sangat monumental.
Amiruddin membangun perumahan dosen yang layak huni, mengirim ratusan dosen-dosen muda melanjutkan studi S2 dan S3 di universitas terkemuka di Pulau Jawa dan bahkan Luar Negeri sebagai penyiapan SDM yang unggul. Dan yang tak kalah spektakuler, membangun kampus baru Unhas yang megah seperti yang ditulis pada pembuka tulisan ini.
Ayah saya adalah civitas Unhas, baik saat masih menjadi mahasiswa yang lulus pada tahun 1976, dan kemudian diangkat sebagai dosen sejak tahun 1978. Rasanya dosen-dosen seangkatan ayah sangat mengagumi dan terinpirasi pada Amiruddin. Banyak yang menyebut Amiruddin adalah Rektor Unhas terbaik sepanjang sejarah. Setiap pelaksanaan pemilihan rektor, civitas akademik Unhas merindukan sosok kepemimpinan Amiruddin.
Sosok ilmuwan dan pendidik yang sederhana, integritas diri, berdedikasi, dan memiliki visi jauh ke depan.
Amiruddin telah wafat pada 22 Maret 2014, namun warisan Amiruddin abadi.

Komentar
Posting Komentar