Bola Klasik: Gelar Bersejarah Manchester City 2012

(Sumber: https://www.theguardian.com/football/)

Hari penghakiman itu tiba pada Minggu, 13 Mei 2012, tepat delapan tahun lalu, pada pekan ke-38 kompetisi Liga Inggris 2012 yang akan menentukan siapa dari dua klub sekota Manchester, yang menjadi kampiun.


Manchester City akan berhadapan dengan Queen Park Rangers (QPR) di kandang sendiri, Etihad Stadium. Pada saat bersamaan Manchester United akan menjalani laga away di markas Sunderland. City sedikit di depan karena keuntungan selisih gol lebih baik. Jadi City yang memegang kendali, sementara United berharap kendali itu lepas.


Jadi, pertandingan di Etihad Stadium harus selalu dihubungkan di Stadion 'Cahaya', venue klub Sunderland menjamu pasukan Alex Ferguson, yang mengincar trofi ke-20. Fergie mencoba kalem sembari memainkan mind games untuk melumpuhkan mental anak-anak Roberto Mancini di situasi kritis. Situasi yang mencekam. 


Etihad Stadium mempunyai dua sisi. Pertama, akan menjadi taman surga apabila Citizen mampu mengalahkan QPR. Kedua, Etihad juga mempunyai 'pintu' neraka yang amat pedih jika City tertahan imbang apalagi kalah.


Seharusnya tidak terlalu sulit bagi City mengatasi tim papan bawah seperti QPR. Rekor mereka cemerlang sepanjang satu musim, dari 18 pertandingan home, hanya ada satu tim yang bisa menahan imbang City di Etihad, yakni Sunderland. Tapi harus dicatat City menjalani pertandingan yang sangat menentukan tidak hanya untuk gelar tahun itu, tapi berpengaruh pada masa depan klub. Mental singa dituntut mengatasi tekanan berat sang Iblis Merah, United.


Drama sepanjang laga dari awal hingga akhir tersaji. Takdir yang menentukan United dan City seperti koin yang dilempar untuk mencari satu pemenang dan satunya harus menjadi pecundang. Setiap bergulirnya waktu dalam dua pertandingan penentu juara malam itu, emosi kedua kubu pendukung bak roller coaster yang menekan syaraf dan memacu adrenalin.


Terutama pada babak kedua di Etihad. Setelah unggul satu gol di paruh pertama melaui gol Zabaleta, City dikejutkan dua gol QPR akibat kelemahan dan kebodohan barisan pertahanan. Skor 1-2 dan waktu tersisa 25 menit. Etihad hening seperti tak percaya mereka kebobolan dua gol konyol yang akan disesali sepanjang sejarah klub.


Setelah tertinggal, City tampak bingung dan tersesat, benar-benar tidak punya ide. City diliputi tegang dan gelisah. Meski pun terus mencoba mereka tidak dapat menemukan ritme yang biasa mereka miliki, operan terburu-buru dan mudah dipatahkan. Penggemar di tribun meraung-raung, frustrasi, patah hati, dan menangis.


Wasit Mike Dean memberi tambahan waktu lima menit saat skor belum berubah. City benar-benar diambang kehancuran. Pada saat bersamaan, United yang membutuhkan hasil lebih baik tampaknya telah mengamankannya dengan kemenangan 1-0 di Sunderland, dan bersiap merayakan gelar ke-20 Setan Merah, dan ke-13 bagi Sir Alex Ferguson.


Tapi ini adalah Liga Premier, tidak ada yang dapat memprediksi drama seperti apa yang akan mengakhiri kompetisi terbaik di dunia ini. Lewat sepak pojok David Silva, Edin Dzeko, Striker asal Bosnia, mencetak gol yang menjadikan imbang 2-2, pada menit ke-91, memberi City satu embusan napas, penuh harap. Tapi masih diliputi kekalutan.


Dua menit kemudian, Striker Mario Balotelli menguasai bola di tepi area QPR. Dengan tergelincir, ia menyodok melewati dua pemain belakang ke dalam kotak. Sergio Aguero muncul menggeliat ke area penalti dan menemukan posisi dengan satu sentuhan, dan saat itulah semuanya tiba-tiba tampak bergerak lambat. Ia menembakkan bola dengan kaki kanannya melewati kiper Kenny, terbang ke sudut dekat gawang. Masuk !!!


Gol Aguerro memenangkan pertandingan di detik terakhir. Ini juga berarti gelar Liga Premier ke-20 jatuh ke City. Manchester City menyulap finish yang gila untuk mengakhiri musim fantastis sebagai juara. Gol Aguerro merupakan salah satu gol yang paling terkenal dalam sejarah Liga Premier.


Penonton Etihad Stadium meraung dan terisak-isak, terpental, dan menjerit, kali ini penuh dengan kebahagiaan. Mancini juga meloncat-loncat gembira sekali. Ia telah merebut gelar dari Ferguson. Timnya memenangkan gelar liga pertama selama 44 tahun. 


Saat Wasit Dean mengakhiri pertandingan, tentu saja para penggemar menyerbu ke lapangan Stadion Etihad untuk menampilkan kegembiraan yang diliputi oleh kelegaan dan keheranan. Momen yang bakal sulit terulang dalam waktu yang lama.


Sejak itu Manchester City meraih tiga gelar juara lagi, menjadikan City tim terbaik di Inggris pada dekade 2010-an.

 

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Setelah Balapan, Konser Keren Lenny Kravitz (10)

Mencermati Teori Werner Menski: Triangular Concept of Legal Pluralism

Perjalanan Seru dari Makassar ke Jogja