Hari Spesial pada Malam Chelsea 2012

(sumber: https://www.theguardian.com/football/gallery/2012)

Saya penggemar setia Liga Champions Eropa, karena semua pemain dan manajer terbaik sejagad bertarung di kompetisi elite ini. Final Liga Champions adalah satu hari yang senantiasa saya nanti-nantikan untuk merayakan satu momen spesial.

Pesona dan atmosfer final Liga Champions dapat membius seluruh penggemar sepak bola, menciptakan banyak pertandingan seru dengan drama-drama luar biasa menakjubkan. 

Untuk kali ini saya tertarik menulis satu catatan final Liga Champions kenangan yang layak diceritakan. Final Liga Champions 2012 di Allianz Stadium, Munich, mempertemukan Bayern Munchen vs Chelsea, digelar pada 19 Mei 2012, hari ini tepat delapan tahun yang lalu. 

Manajer Munchen Jupp Heynckes menurunkan formasi terkuatnya. Kapten Philipp Lahm, Bastian Schweinsteiger, Frank Ribery, Thomas Muller, dan Arjen Robben sangat diandalkan karena sedang berada di puncak permainan dengan kepercayaan diri tinggi. Pada babak semifinal, tim asal Bavarian ini menghancurkan ambisi besar Real Madrid dengan kumpulan pemain dan pelatih bergaji mahal seperti Christiano Ronaldo, Ricardo Kaka, dan Il Speciale Jose Mourinho.

Sebaliknya Chelsea tampil dengan kekuatan ‘seadanya’. Tanpa kapten Jhon Terry, meskipun masih ada pemain top seperti Ashley Cole, Frank Lampard, Juan Mata, dan tentu saja Didier Drogba, "si manusia mesin". Di semifinal, Chelsea secara mengejutkan menumbangkan Barcelona yang berstatus juara bertahan dengan mega bintang Lionel Messi dan manager Josep Guardiola.

Untuk pertama kalinya sebuah klub memiliki kesempatan memenangkan gelar sepak bola Eropa di kandang sendiri. Tapi sesungguhnya Bayern Munchen lebih difavoritkan bukan hanya ‘beruntung’ bertindak sebagai “tuan rumah”, kekuatan materi pemain dan perjalanan mereka sepanjang satu musim lebih meyakinkan daripada Chelsea, yang justru mengalami banyak persoalan pada musim itu, termasuk pergantian pelatih Roberto Di Matteo, yang sebelumnya adalah asisten Andre Villas Boaz.

Jalannya pertandingan dan statistik menjelaskan dengan gamblang bagaimana Munchen mendominasi laga dengan membuat rangkaian peluang, memaksa Chelsea bermain dengan pertahanan rapat dan jarang menciptakan peluang bagus sebagai ancaman kiper Manuel Neuer.

Drama sejatinya dimulai pada menit ke-83 saat Munchen akhirnya berhasil unggul. Dari tepi kanan pertahanan Chelsea, Toni Kroos melepaskan umpan silang ke tiang jauh, mulanya kita mengira dia mengincar Mario Gomez, tapi tiba-tiba Thomas Muller datang dari belakang menyundul bola mendahului Ashley Cole. Tandukan Muller memantul rumput membuat arah bola membingungkan bagi kiper Peter Chech, yang tak bereaksi menyelamatkan gawangnya. 

Chelsea tertingal dengan sisa waktu 7 menit, tapi sepertinya tipis harapan jika menyaksikan performa The Blues yang sangat minim menciptakan peluang, dan terus tertekan. Gol Muller justru menjadi pemantik Lampard cs keluar dari tekanan, kemudian Chelsea mendapatkan tendangan sudut di menit ke-87, untuk pertama kali pada malam itu.

Saya hampir tak percaya Didier Drogba bisa menyamakan skor dari peluang yang amat tipis, melalui sundulan mematikan. Dari sepak pojok, Juan Mata mengarahkan ke tiang dekat, bersamaan Drogba berlari dengan kekuatan penuh dan meloncat setinggi-tingginya menjauh dari penjagaan Jerome Boateng. 

Ia menyambar bola sekuat ia bisa dari posisi sangat sulit, mengejutkan Neuer, bola bersarang di pojok atas gawang. Saya terpengarah, baru kali ini menyaksikan gol sundulan dari tendangan penjuru yang begitu mengerikan. Drogba memberi Chelsea napas panjang, dan kita memasuki extra-time saat fans Hollywood bersiap merayakan pesta.

Layaknya drama opera, pada menit ke-93, Drogba justru menjadi terdakwa karena melakukan pelanggaran kecil terhadap Ribery, yang berbuah hukuman pinalti. Rasa-rasanya Chelsea memang sewajarnya takluk, hanya soal waktu saja. Namun kali ini giliran Chech menyelamatkan Chelsea dari kematian. Ia menahan kemudian menangkap tembakan keras Robben. Momen pinati gagal ini membuat semua penonton terguncang, Chelsea belum mati rupanya.

Bayern terus menggempur tak ingin adu pinalti itu terjadi, sebaliknya Chelsea sangat berhasrat mengakhirinya lewat cara itu, meskipun mereka masih trauma pada final 2008 oleh Manchester United di Moskow. 

Adu pinalti akhirnya benar-benar harus dilaksanakan untuk menentukan kampiun. Lagi-lagi Chelsea tak diunggulkan, tim dari Jerman hampir punya rekor nyaris sempurna kalau urusan adu tembak seperti ini. Chelsea dan tim Inggris sebaliknya, rekor adu pinalti memalukan.

Baru algojo pertama, Juan Mata sudah gagal, dan tiga penembak Munchen termasuk Neuer sukses. Posisi sempat 1-3, sebelum Lampard memperpendek 2-3. Nasib berbalik ketika Cech sukses memblok tembakan Ivica Olic sebagai penendang keempat. Pinalti berkelas Ashley Cole menyamakan skor 3-3, dan menyisakan algojo terakhir: Schweinsteiger untuk Bayern dan Drogba untuk Chelsea.

Schweini percaya diri mengulang kisah menjadi algojo penentu kemenangan di Madrid. Teknik pinalti ia seperti mengecoh dengan berhenti sebelum menembakkan bola, dan saya tidak percaya tendangannya meleset, barangkali sebelumnya ditepis ujung jari Cech yang membuat bola membentur tiang dan terpental ke luar. Chelsea kini sangat dekat dengan trofi Liga Champions.

Drogba yang terus berdoa di tengah lapangan saat rekan-rekannya terlihat putus asa karena berada pada posisi sangat sulit, mendapatkan jawaban dari doanya. Dua kegagalan terakhir penendang Munchen, mengantarkan ia sebagai penembak penentu, itu terlalu berat ditanggung. Namun ia berjalan menuju titik putih mencoba meredam beban sembari tetap berdoa dan fokus. 

(sumber: https://www.theguardian.com/football/gallery/2012)
Drogba adalah Drogba, sang legenda hidup. Ia dengan tenang melakukan pinalti yang sangat keren, tendangannya rendah ke sudut kiri saat Neuer bergerak ke kanan. Berkat gol itu Chelsea menjadi juara Eropa untuk pertama kali. Drogba dan skuad Chelsea menghamburkan diri di lapangan dengan caranya masing-masing merayakan euforia tak tergambarkan ini. Terry dan Di Matteo menangis haru menghapus trauma Moskow. 

Tahun-tahun kejayaan tim ini sebenarnya sudah berlalu sejak 2010. Dari 2004 sampai dengan 2009 mereka selau berada di enam semifinal dan sekali final 2008. Mereka tidak percaya tidak pernah beruntung pada banyak kesempatan, membuat putus asa, dan beranjak menurun pada musim 2010 dan 2011. Saat kekuatan 'melemah', keberuntungan berbalik pada 2012. Mereka memenangkan Liga Champions, obsesi bos Roman Abramovich dan seluruh personil klub.

Pada saat bersamaan, patah hati dialami Bayern, ia adalah favorit, tapi statistik tidak berarti apa-apa. Tim yang lebih baik tidak selalu menang. Schweinsteiger tak bisa berhenti meratapi kekalahan dramatis meskipun sudah dihibur rekan-rekannya. 

Legenda dan elite Munchen, Karl Heinz Rummenigge, bahkan bisa merasakan kegagalan 2012 lebih sadis dibandingkan kegagalan 1999 oleh MU, karena terjadi di rumah sendiri dengan cara paling kejam. Luka Munchen 2012 seperti menuangkan garam pada luka Barcelona 1999. Sepak bola kembali menunjukkan sisi brutalnya.

 ****
(Memorabilia hari perkawinan, dok. pri)

Sepak bola adalah permainan emosi yang intens. Malam itu sungguh luar biasa mencekam sekaligus menakjubkan, sulit dipercaya bagi banyak penggemar bola. Tiap 19 Mei akan dikenang sebagai hari paling bersejarah bagi Chelsea dan seluruh fansnya. 

Tanggal itu juga sangat personal dan emosional bagi saya. Sekitar pukul 11.15 Wita, saya dengan tegang melafalkan ijab kabul di hadapan ayah mertua, penghulu, dan ratusan kerabat pada hari perkawinan pada Sabtu 19 Mei 2012. 

Belum genap 24 jam dari prosesi sakral tersebut, saya ‘terpaksa meninggalkan’ istri di kamar untuk bergabung dengan ratusan penonton gila bola nobar final Liga Champions 2012, di lounge hotel yang kami tempati sebagai pasangan pengantin baru.

Sejak momen malam pertama perkawinan yang terjadi berbarengan dengan malam tak terlupakan Chelsea di Munich, saya bisa merasakan menjadi fans the Blues. Dan tak kalah penting, saya menetapkan final Liga Champions sebagai our wedding anniversary setiap pada hari-H digelarnya final Liga Champions, bukan berdasarkan tiap 19 Mei.

Ya, hari ini sewindu tahun lalu kedua momen indah tersebut.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naik Kereta Api Surabaya ke Jogja

Mencermati Teori Werner Menski: Triangular Concept of Legal Pluralism

Perjalanan Seru dari Makassar ke Jogja