Review Film Flight

(sumber: https:/www.imdb.com/)

Motivasi pertama memutar Flight karena sosok Robert Zemeckis, sang director. Dua film besutan Zemeckis tak terlupakan bagi saya: Forrest Gump (1994) dan Cast Away (2000). 

Namun kesempatan ini bukan aktor Tom Hanks yang diajaknya. Tidak masalah, siapa juga yang meragukan Denzel Washington, yang sudah pasti tidak pernah bermain jelek tiap peran yang dimainkannya. Dan benar saja, Denzel-lah yang menggerakkan seluruh isi film sepanjang 138 menit durasi.

Film dimulai di ranjang hotel pada satu pagi di kota Orlando, ketika Kapten Pilot William “Whip” Whitaker dan pramugarinya, Katerina, bugil bareng, dan masih sempat-sempatnya mengonsumsi alkohol, ganja, dan heroin. Padahal kurang dua jam lagi mereka bertugas dalam penerbangan Orlando ke Atalanta, Georgia.

Bisa kita membayangkan hidup-mati 102 penumpang SouthJet 227 kini berada di pundak pilot pecandu alkohol, drugs, and sex. Alam kemudian "menghukum" Whip dengan penerbangan yang tidak bersahabat dengan cuaca, ditambah lagi kerusakan beberapa panel pesawat yang ia kemudikan.

Dengan segenap pengalaman dan teori yang dia pahami, Kapten Whip membuat keputusan ekstrem. Ia terpaksa membalikan badan pesawat 360 derajat dan mendaratkan pesawat naas tersebut di tanah rumput lapang. 

Dari eksperimen tak lazim Kapten Whip tersebut, 96 penumpang selamat dari musibah kematian. Menyisakan enam tewas termasuk Katerina, pramugari. Banyak pakar penerbangan memuji aksi Whip, dengan caranya yang tak lazim. Pakar tersebut yakin, jika tidak ada keputusan Whipp, kemungkinan besar seluruh penumpang tewas seketika. Satu sisi Kapten Whipp dipuja sebagai pahlawan.

Satu sisi lain Whipp menjadi pesakitan, ia dijadikan terdakwa di pengadilan. Enam nyawa manusia yang tewas sebagai tragedi udara di Amerika Serikat tentu menuntut pertanggungjawaban di depan publik.

Babak yang paling seru, rentetan penyelidikan kecelakaan dari tim investigasi. Apakah kondisi fisik pilot ataukah faktor teknis pesawat yang menjadi penyebab? Bisakah atau pantaskah melihat maboknya Whip dan kecelakaan pesawat itu merupakan dua hal yang tak berhubungan? Sudah benarkah Whip tidak diapresiasi karena telah menyelamatkan 96 penumpang? Haruskah Whip dipenjara 12 tahun atau bahkan seumur hidup ?

Rangkaian misteri itu serta perjuangan seorang Whip sebagai laki-laki abu-abu, yang ternyata juga rapuh dan galau menghadapi masalah-masalah yang melilit, inilah menjadi inti kisah yang terus dibangun.

Kecelakaan pesawat hanyalah pemantik. Ceritanya bukanlah tentang pesawat terbang menjelajah dari bandara ke bandara, melainkan menelusuri kemudian memvonis seseorang apakah dia pahlawan atau bajingan. 

Menonton Flight membuat saya teringat pada film The Fighter (2011), yang mengisahkan seorang petinju bukanlah dia naik dari ring tinju ke ring tinju lainnya, namun bercerita tentang guncangan batin yang hebat dalam dirinya sebagai orang yang kecanduan narkotika, sebagaimana Whip sebagai seorang pilot. Saat ia bisa menyelesaikan persoalan berat dengan bertanggung jawab, maka ia dapat merasakan kebebasan hakiki, untuk pertama kali.

Flight berpesan bahwa pada diri manusia, terutama laki-laki, pastilah mempunyai dua sisi kontras yang terkadang tak bisa dikendalikan.






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Setelah Balapan, Konser Keren Lenny Kravitz (10)

Mencermati Teori Werner Menski: Triangular Concept of Legal Pluralism

Perjalanan Seru dari Makassar ke Jogja