Review Life of Pi
(Sumber: https://www.imdb.com) |
Cerita menarik seru dari novel berjudul sama karya Yan Mattel, kemudian diterjemahkan dengan sangat apik oleh Ang Lee, sutradara yang berjaya lewat film Brokeback Mountain pada 2006.
Sebelumnya sutradara asal Inggris Danny Boyle sukses menggarap film tentang kehidupan manusia India namun diproduksi gaya Hollywood dalam film Slumdog Millionaire. Ang dan Boyle merupakan sutradara reputasi Oscar, menghilangkan ciri khas cerita film India yang sudah tertancap: kisah cinta; bernyanyi dan berjoged yang tak berkesudahan; doktrin pemuka agama yang berkotbah, dan sebagainya.
Life of Pi berkisah melalui narasi tentang masa pertumbuhan Piscine Moralto Patel alias Pi (dibaca Pai), dan keluarganya di kebun binatang di kota kecil bernama Pondicherry, India, bekas koloni Perancis.
Ketika terjadi gejolak politik di Pondicherry, keluarga Patel memutuskan pindah ke kota negara Kanada dan memboyong semua binatang miliknya. Mereka akan berlayar mengarungi samudera ibarat Christopher Colombus dan Company, dengan menggunakan kapal kargo Tsim Tsum kapal buatan negara Jepang.
Pelayaran liar dengan mengabaikan rambu-rambu, membuat bahtera Tsim Tsum karam diterjang badai di Samudera Pasific. Seluruh penumpang dan awak kapal tak bisa selamat, kecuali Pi dan empat binatang peliharaan, seekor zebra, seekor orang utan bernama Juice, seekor Anjing Hyena, dan Richard Parker si mamalia macan buas. Kelima makhluk hidup berbagai spesies itu secara kebetulan tertampung di satu-satunya sekoci kapal.
Dalam tempo beberapa hari ke depan, tersisa Pi dan Richard Parker yang masih survival di tengah ganasnya badai. Keduanya terpaksa menjalani hidup di tengah hamparan Samudera Pasific, entah sebagai kawan atau sebagai musuh yang bisa saling menghabisi kapan saja.
Hubungan manusia dan bintang antara Pi dan Parker inilah yang menjadi intisari cerita dari film. Ketegangan harus saling berhadapan sekaligus terus menyiapkan dan mensiasati benda-benda yang tersisa dan cuaca alam untuk terus dapat bertahan hidup dalam tantangan kemarahan, kelaparan, alam yang tak bisa diprediksi, dan tentu saja kebosanan tingkat akut yang berbeda tipis dengan penyakit gila akibat mabuk lautan.
Pertalian non verbal Pi dan Parker mencerminkan sisi spiritual sampai titik paling menyentuh sebagai manusia. Di balik kokohnya semangat Pi menghadapi maut, Pi masih memiliki rasa emosional menyentuh sebagai manusia yang sebenarnya lemah ketika menghadapi alam, apalagi Tuhan sang pencipta. Beberapa kali adegan Pi berdoa dengan caranya sendiri, ia meyakini bahwa Tuhan ada dimana-mana dan tak pernah meninggalkannya. memberi pesan bermakna kepada kita tidak boleh putus harapan, tidak lagi takut mati, dan pasrah kepada takdir apa saja yang Tuhan kehendaki terjadi.
Begitu akhir kisah film ini ditutup dengan sederhana tanpa menonjolkan berlebihan sosok Pi sebagai manusia yang tahan banting baik fisik maupun jiwa, ada keheningan masuk ke pikiran dan jiwa saya. Kini saya dapat lebih memahami bahwa setiap dalam diri manusia adalah individu yang unik. Baik keunikan ragawi maupun keunikan sifat batin. Teringat pula kutipan populer filsuf Friedrizh Nietzche “What doesn’t kill me make me stronger”.
Tak belebihan bila Life of Pi mendapat pujian dengan rating tinggi. Ang Lee kembali menunjukkan kelasnya dengan tema-tema yang luar biasa. Film ini kuat di segala departemen. Teknik penciptaan animasi Richard Parker memukau, sinematografi yang spektakuler, dan tentunya akting prima para pelakon menjadikan satu kesimpulan bahwa film ini sangat layak ditonton.
Salam.
Komentar
Posting Komentar