Pengalaman Menjadi Saksi Perampokan Toko Emas

Ilustrasi (sumber: https;//news.okezone.com)

Saya masih ingat dengan detail peristiwa kriminal sekitar 15 tahun silam, terjadi perampokan di Toko Emas “Cahaya Emas” Jalan C. Simanjuntak, Terban, Yogyakarta.
Dua orang korban tewas ditembak, termasuk pemilik toko. Satu penjaga lain beruntung dapat selamat. Tidak kurang empat kilo gram emas yang dipajang di etalase, dan sejumlah uang di brankas, habis digondol kawanan perampok.

Sejatinya, Jalan C. Simanjuntak termasuk jalan utama di kota Jogja--langsung berhubungan dengan Jalan Jenderal Sudirman di sisi Selatan dan Jalan Kaliurang sisi Utara. Setiap hari jalan ini sibuk oleh lalu lalang kendaraan bermotor, dan sangat dikenal warga Jogja sebagai pusat kawasan bisnis perangkat komputer dan alat listrik. Karena saya sempat sedikit bertanya kehadiran toko emas “Cahaya” di kawasan ini, satu-satunya toko perhiasan. Normalnya, toko emas berada di kawasan pertokoan terpadu dengan tingkat pengamanan maksimum.

Perampokan jahanam itu terjadi pada Senin, 12 Desember 2005, pukul 18.30 petang. Hari itu, Jogja memang hampir seharian diguyur hujan, dan baru reda ketika menjelang Maghrib. 15 tahun lalu, saya masih mahasiswa yang bertempat kos di gang sekitaran tempat kejadian perkara (TKP).

Entah kenapa saya sudah kelaparan pada waktu petang, lalu keluar berjalan kaki membeli makan di warung tenda-pecel lele langganan. Lokasi warung berada di seberang jalan Toko “Cahaya Emas”, yang masih membuka tokonya dengan terang benderang. Tidak seperti biasa, jalanan sangat lengang. Mungkin karena masih hujan gerimis dan waktu menjalankan salat Maghrib.

Baru lima menit di warung, sambil menunggu pesanan, perampokan itu terjadi. Kami yang ada warung berjumlah empat orang (dua pelanggan dan dua pemilik warung), dikagetkan dengan suara letusan pistol yang memecah kesunyian petang. Suasana tenang seketika mencekam di sekitar Jalan Simanjuntak.

Kami yang berada di warung, baru mengetahui pasti bahwa telah terjadi perampokan, ketika ada satu keluarga kecil (terdiri 3 orang) berlari ketakutan dan kemudian bergabung bersama kami di warung. Mereka baru saja diusir geng rampok ketika sedang melakukan transaksi di toko itu.

Kami hanya terpaku diam di posisi masing-masing, melihat dan menyaksikan aksi brutal kawanan perampok profesional tersebut. Beberapa kali letusan pistol terdengar lantang dari dalam toko emas itu, yang membuat bulu kuduk merinding, namun tak ada satu pun yang berani melakukan perlawanan, atau pun setidaknya berteriak untuk mencari bantuan pihak keamanan.

Aksi kejahatan hanya berlangsung kurang dari lima belas menit. Empat perampok datang mengendarai dua motor bebek dari arah Selatan. Mereka semua mengenakan mantel hujan panjang dan tidak melepaskan helm. Satu orang bertugas berjaga di depan memantau situasi, sedangkan tiga komplotan yang lain masuk menyerang. Sepertinya tak ada dialog nego-nego, apalagi perlawanan dari orang toko. 

Perampok itu datang, masuk, dan langsung memberondong peluru ke tubuh tiga penjaga, kemudian menjarah seluruh isi dengan rapi--mereka tidak memecahkan etalase. Nampaknya, semua berjalan sesuai rencana mereka. Mulus.

Kami yang tetap terpaku di seberang semakin tegang ketika melihat tiga kawanan perampok, keluar dari toko emas itu dengan tenang-tenang saja, mereka menjinjing dua kantong tas perhiasan khas berwarna coklat, yang tentunya telah disiapkan. Mereka juga tidak tergesa-gesa meninggalkan TKP, kami melihat bagaimana mereka menghidupkan mesin motor dengan tenang, dan mengendari dengan kecepatan normal, seperti tidak terjadi peristiwa mengerikan. Mereka menuju arah Utara melintasi Jalan Kaliurang.

Setelah itu, mungkin baru lima menit kawanan perampok itu berlalu, datanglah pasukan polisi dari Polwiltabes Kota Jogja, dengan mobil sirene meraung-raung memecah kerumunan warga pada malam yang sangat mencekam. Entah siapa yang menghubungi pak Polisi, yang selalu saja datang terlambat. Persis seperti adegan sinetron, atau film Bollywood.

Singkat cerita. Kami semua yang berada di warung lele dan beberapa orang di sekitar TKP-mungkin berjumlah 20 orang, ditetapkan sebagai status saksi mata oleh pihak penyidik. Tempat kos saya sempat didatangi polisi reserse, dan saya pun dua kali memenuhi panggilan di kantor Poltabes Jogja untuk memberikan kesaksian resmi.

Saya dicecar sekitar 30 pertanyaan dengan memakan waktu selama lima jam. Panggilan kedua juga mirip dengan pertanyaan yang hampir sama pula. Mungkin ini untuk menguji konsisten kesaksian kami. 

Penyidik sempat bertanya apakah saya bersedia dan tidak takut menjadi saksi kasus ini. Dengan tegas saya katakan saya tidak takut.

NB: sampai sekarang, saya belum tahu pengungkapan perampokan ini. Siapa tahu pihak kepolisian, atau ada rekan-rekan yang mengetahui akhir dari penyidikan kasus ini. Mohon diinfokan. Terima kasih.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Setelah Balapan, Konser Keren Lenny Kravitz (10)

Mencermati Teori Werner Menski: Triangular Concept of Legal Pluralism

Perjalanan Seru dari Makassar ke Jogja