Dua Guru Saya yang Inspiratif


Fuad Hasan, akademisi sekaligus mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pernah menempatkan posisi guru sesudah nabi. Guru sebagai manusia paling tinggi derajatnya, yang menjadikan ilmu sebagai sikap hidupnya. 

Ibarat mata air, guru adalah sumber inspirasi dan pengetahuan yang tidak boleh kering. Merekalah yang membuka pintu, memberi jalan dan membantu membentuk perjalanan hidup.

Momen hari guru setiap tanggal 25 November selalu istimewa, membuat saya teringat dan ingin menceritakan guru-guru saya sewaktu menempuh pendidikan dasar hingga saat ini. Saya ingin menghormati orang yang berjasa dalam hidup saya, sekaligus merasakan kembali suasana hangat sekolah yang selalu membuat kangen.

Saya masih ingat sekali nama dan sosoknya. Pak Abdullah Ahmad, laki-laki berdarah Arab. Guru pertama saya di SD yang mengenalkan fungsi huruf dan ejaan a-i-u-e-o. Tak sekadar menuliskan dan menghapalnya. Saya tak akan bisa menulis notes ini tanpa peran Pak Abdullah.

Coba tanyakan kepada alumni SD Islam Athirah Makassar pada era 1990-an, mereka pasti akan mengenang Pak Abdullah sebagai guru panutan, berdedikasi tinggi. Pak Abdullah dikenal karena kesederhanaan dan kerendahan hati.

Ada lagi yang menarik, saya belum paham mengapa ayah-ibu saya akrab dengan Pak Abdullah, melebihi keakraban orangtua teman-teman yang lain. Kami enam bersaudara, dan hanya satu di antara kami yang tidak Pak Abdullah ajar. 

Terakhir kali berjumpa dengan sososk inspiratif Pak Abdullah pada 2002 ketika beliau hadir di pesta perkawinan kakak saya yang juga anak didiknya. Satu persatu kami disapa, ditanya kelanjutan pendidikan kami, dan bagaimana kehidupan kami. 

Setelah itu tidak pernah lagi ada kabar tentang beliau yang saya ketahui. Betapa tingginya hati ini.

****

Melanjutkan pendidikan di SMP, saya juga terkesan dengan sosok terhormat pada seorang guru, Bapak Ranreng Pateha. Beliau guru pelajaran Matematika sekaligus sebagai Kepala Sekolah di SMPN 6 Makassar. 

Dalam caranya mendidik siswa, Pak Ranreng sangat idealis, selalu membawa energi positif dan menebar inpirasi pada semua siswanya.

Entah kenapa Pak Ranreng memilih menetap di dalam sekolah, semacam “bujang sekolah” yang membuatnya orang paling pertama siap beraktifitas. Beliau tak pernah absen menyusuri seluruh sudut-sudut sekolah untuk memastikan kelas-kelas dan seluruh fasilitas sekolah layak digunakan sebagai tempat belajar yang aman bagi kami semua siswanya. 

Kepemimpinannya yang disiplin dan tegas membuatnya sangat berwibawa, dihormati, disegani, dan menjadi teladan semua orang di sekolah. Pak Ranreng adalah kepala sekolah yang selalu dijadikan sosok ideal bagi calon kepala sekolah selanjutnya. 

Pak Ranreng selalu menasehati kami jika belajar harus dengan pikiran terbuka, hati terbuka, dan jangan hanya menegaskan pendapat lama. Pak Ranreng laksana manager-pendidik jenius melampaui zaman yang nantinya menemukan banyak bukti di perjalanan waktu. 

Lewat percakapan WhatsApp grup alumni, saya mengetahui Pak Ranreng sudah meninggal dunia empat tahun lalu.

****

Pak Abdullah dan Pak Ranreng bagi saya bukan sekadar guru, beliau berdua contoh ideal sosok pendidik spiritual yang inspirasinya tak putus-putus. Guru dan orangtua terbaik yang menjiwai saya dengan pemahaman dan harapan yang kuat. 

Tanpa peran Pak Abdullah dan Pak Ranreng, dam tanpa peran para guru semuanya, cinta dan ilmu tak akan berpadu dalam hati dan pikiran kita.

Selamat hari Guru, jasa-jasamu tiada tara.





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naik Kereta Api Surabaya ke Jogja

Mencermati Teori Werner Menski: Triangular Concept of Legal Pluralism

Perjalanan Seru dari Makassar ke Jogja