Pelayanan Prima di Ibukota

Cerita ini tentang pengalaman kecil saya sebagai warga Makassar, menilai Jakarta ibukota negara tercinta. 

Waktu itu sekitar tahun 2013 berada di Jakarta selama 10 hari, terpanjang. Biasanya paling tahan 3 hari di sana. Itu juga kali pertama saya ke Jakarta berstatus sebagai suami sekaligus sebagai ayah. Jadi judulnya: perjalanan pertama kami sebagai keluarga kecil.

Singkat cerita, kami larut dalam hiruk pikuk kehidupan dinamis Jakarta. Setiap hari, karena banyaknya agenda yang sudah dibuat, kami tentu berangkat pagi-pagi dan akhirnya pulang ke rumah selalu di atas pukul 10 malam. Berulang terus hingga hari terakhir. Capek memang tapi juga senang.

****

Bukan masalah kemacetan akut, bukan pula tentang melimpahnya jutaan manusia dan segala kesibukannya di Jakarta, yang ingin saya bahas di sini. Meski saya sempat berpikir bagaimana bisa Gubernur DKI (saat itu Joko Widodo) menata ibukota yang sudah sedemikian kompleks. 

Bagaimana dan dari mana mereka memulainya saja, saya tidak menemukan jawaban. Pada akhirnya pemimpin Jakarta memang hebat adalah penegasan sahih. 

Terlepas dari yang di atas, kesan saya pada orang-orang di Jakarta--setidaknya yang berhubungan dengan kami selama di sana, mereka semua ramah dan baik hati. Professional lebih tepatnya. 

Saya hanya membandingan saja dengan pengalaman pribadi yang sering kesal dengan persoalan jasa pelayanan di kota sekunder macam Makassar dan kota lainnya. Harus saya akui, kualitas layanan di Jakarta baik dari birokrasi pemerintah maupun sektor privat memang oke dan memuaskan.

Saya terkesan dengan cara mereka memperlakukan warga masyarakat, customer, pelanggan, nasabah, pasien, atau apa pun istilah, bagi orang yang menginginkan pelayanan. 

Ini contoh kecil saja. Saat kami berkunjung ke Jakarta Eye Center (JEC), sebuah rumah sakit mata swasta di kawasan Cikini. Tujuannya berkonsultasi awal rencana istri saya melaksanakan operasi ablasi retina paska melahirkan. 

Hasilnya kami mendapatkan pelayanan yang super prima, lebih dari perkiraan kami. Semua informasi yang kami butuhkan dengan baik dijelaskan ceara mendetail. Semua pertanyaan-pertanyaan kami dijawab dengan meyakinkan yang memberikan rasa puas dan nyaman. Ketika kami meninggalkan hospital, perasaan lega meliputi hati kami.

Begitu pula ketika kami hangout ke Mall dan masuk ke konter salah satu operator seluler, kami dilayani anak muda yang bertugas sebagai guide konter, yang ternyata dia adalah karyawan terbaik pada bulan tersebut (Oktober 2013), saya mengetahui dari slide screen yang terpampang di booth).

Saya pun jadi nyaman berinteaksi ringan sambil sedikit memujinya, “Wah senangnya dilayani sama guide terbaik bulan ini” Puji saya padanya

Sang anak muda tersebut sedikit terkejut dengan pernyataan saya. Namun dia segera merespon dengan percaya diri tanpa kesan sombong. “Hal itu tidak terlalu penting, Pak. Yang utama adalah bagaimana bapak dan ibu merasa puas dan nyaman atas pelayanan kami selama di sini”.

Kini giliran saya yang terkejut dengan pernyataannya yang humble. Budiman namanya, memang layak meraih predikat dari perusahaannya itu.

Pelayanan semacam ini mungkin sudah jamak di Jakarta. Tapi Anda-atau setidaknya saya, ini adalah pelayanan spesial yang amat langkah ditemukan di kota saya menetap. 

Sekali lagi apa yang saya alami bisa berbeda dengan pengalaman teman-teman. 

Salam sehat.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naik Kereta Api Surabaya ke Jogja

Mencermati Teori Werner Menski: Triangular Concept of Legal Pluralism

Perjalanan Seru dari Makassar ke Jogja