Menggugat Remisi Narapidana Koruptor


Jika pemerintahan Presiden Jokowi berani tegas mengeksekusi terpidana mati kehajatan narkoba, dengan tujuan efek jera darurat narkoba. Pemerintah seharusnya juga berani mencabut hak koruptor yang mendapat remisi.

Butir ke-4 dari 9 program prioritas pemerintahan Jokowi yang dikenal dengan sebutan Nawacita, berbunyi "Kami akan menolak negara lemah dan akan melakukan reformasi sitem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya."

Presiden meski turun tangan. Korupsi di Indonesia sudah akut dan mengancam kelangsungan sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Harus membuktikan lewat kebijakan yang diambil. Tidak cukup hanya mengumbar komitmen dan himbauan.

Fasilitas remisi bagi koruptor sebagai sinyal kemunduran dalam pemberantasan korupsi. Pemerintah memandang korupsi bukan kejahatan serius. Padahal korupsi di Indonesia tidak hanya merusak keuangan negara, tapi juga menghancurkan pranata publik yang utama.

Melindungi hak asasi rakyat lebih penting daripada melindungi hak asasi koruptor. Sehingga memberikan keringana hukuman pada pencoleng uang rakyat adalah kebijakan yang tdak adil bagi publik. 

Logika rakyat adalah sederhana, rasa keadilan rakyat itu sendiri. Remisi memang hak setap narapidana, termasuk narapidana korupsi. Namun semestinya tidak diobral, tapi diberikan secara selektif dengan standar akuntabilitas tinggi.

Korupsi adalah sumber dari kemiskinan, sumber dari kesenjangan sosial, dan sumber ketidakadilan sosial.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naik Kereta Api Surabaya ke Jogja

Mencermati Teori Werner Menski: Triangular Concept of Legal Pluralism

Perjalanan Seru dari Makassar ke Jogja