Dua Sisi Bonus Demografi



Saking pentingnya pembangunan kependudukan, Konstitusi Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945 paska amandemen kedua pada 2000, secara jelas mendefinisikan penduduk, dan menjelaskan hal-hal mengenai warga negara dan penduduk, selanjutnya akan diatur dengan undang-undang tersendiri.

Sembilan tahun berselang, lahirlah Undang-undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. Tujuan diterbitkan undang-undang ini adalah mendorong terwujudnya pertumbuhan penduduk dan keluarga berkualitas, dengan melakukan berbagai upaya pengendalian angka kelahiran melalui program Keluarga Berencana (KB).

Pemerintah menyadari bahwa pembangunan kependudukan memiliki implikasi besar terhadap aspek kehidupan sosial, ekonomi, budaya, politik dan sebagainya, yang semuanya berkaitan dengan kehidupan penduduk itu sendiri. 

Proses pembangunan mutlak memerlukan integrasi antara variabel demografi dengan variabel pembangunan. Estimasi yang salah akan melahirkan kebijakan yang salah. Penduduk adalah subyek sekaligus obyek dari pembangunan. Dengan kata lain pembangunan harus berpusat pada penduduk (people-centered), yaitu berdasarkan situasi penduduk satu negara.

Hasil sensus penduduk terakhir tahun 2020 (belum dipublish), diyakini populasi penduduk Indonesia hampir 270 juta jiwa. Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Fasli Djalal, pada satu event BKKBN, di Makassar pada November 2013, yang sempat saya hadiri, menjelaskan dengan perhitungan cermat dan menarik. Kata Fasli, setiap tahun penduduk kita bertambah 3,5 juta jiwa, atau setiap hari manusia di Indonesia bertambah sekitar 9.100 jiwa. 

Indonesia berada di urutan ke-4, setelah China, India, dan Amerika Serikat. Indonesia semestinya patut bersenang.

Indonesia mendapat peluang bonus demografi yang sangat penting, dan mungkin hanya terjadi sekali saja dalam sejarah. Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) UGM, dalam rilisnya pada bulan Mei 2018, memproyeksikan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2035 nanti berjumlah 304,9 juta jiwa. 200 juta diantaranya berusia produktif 15-64 tahun. PSKK UGM menambahkan, dalam rentang periode 21 tahun ke depan, terjadi penambahan 50 juta angkatan kerja baru. Dengan demikian, ada 2 juta angkatan kerja baru tiap tahunnya.

Potensi bonus demografi akan dimulai pada tahun 2020 ini hingga tahun 2030. Harian Kompas, menulis jika Indonesia ingin mendapat terbesar bonus demografi, investasi pada manusia (penduduk) adalah hal mutlak. Manusia yang berkualitas dimulai dari kesehatan fisiknya, termasuk pertumbuhan otak, diikuti pendidikan yang baik dan sesuai dengan kebutuhan serta keunggulan kompetitif dan komparatif bangsa (Tajuk Utama- Kompas, 27/08-2014).

Ini tentu tantangan terbesar jika melihat angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia, dengan melihat variabel pendidikan, kesehatan, dan pendapatan masih dibawah rata-rata Asia Tiur dan Pasifik, bahkan jauh di bawah negara-negara tetangga, ASEAN.

Pendidikan jadi kunci. Tidak sekadar pendidikan formal, juga pusat-pusat pelatihan tenaga kerja di masyarakat. Indonesia harus menggenjot menghasilkan penduduk usia produktif tersebut memiliki pendidikan dan keterampilan tinggi. Pemerintah mesti meningkatkan pemerataan dan kualitas pendidikan. Akses pendidikan harus dibuka seluas-luasnya, bahkan hingga tingkat perguruan tinggi.

Dari data yag dihimpun, sekitar 23 juta penduduk yang berusia 19-23 tahun, hanya 5,5 juta yang bisa mengakses jenjang pendidikan tinggi. Oleh karenanya, daya tampung PT dan Akademi Vokasional harus ditingkatkan, setidaknya dua kali lipat. Meski demikian, seperti dua sisi koin, bonus demografi tersebut tidak lantas bisa dianggap sebagai bonus semata.

Jumlah penduduk yang besar juga bida menimbulkan ancaman jika tidak mampu dikelola sehingga bisa jadi beban pembangunan. Laju pertumbuhan penduduk sekitar nyaris 2 persen per tahun, di satu sisi menambah penduduk usia produktif di masa depan. Namun di sisi lain, bisa menghambat pembangunan dengan munculnya penuaan populasi (population aging).

Jika pada tahun 2010 penduduk lanjut usia berkisar 11, 9 juta jiwa, diperkirakan bertambah menjadi 32,5 juta jiwa pada tahun 2035. Ini mengancam Indonesia, seperti yang terjadi pada Singapura, Jepang, dan Thailand saat ini. 

Pemerintah perlu memanfaatkan kesempatan bonus demografi ini dengan baik. Jika sukses, Indonesia bisa melangkah menjadi negara maju yang bersinar di panggung dunia. Jika kita gagal memanfaatkan the window of opportunity, maka kita akan sangat berat memasuki tahapan berikutnya.

Kompetisi antar angkatan kerja akan makin ketat dan berpotensi konflik horizontal semakin besar. Kita pasti menaruh harapan besar pada pemerintahaan periode kedua Presiden Joko Widodo. 

Butuh terobosan kebijakan kependudukan (population policy) untuk meningkatkan kualitas SDM secara tepat, serta mengintegrasikan semua sektor yang berkaitan dengan data kependudukan.

Meski kita sudah banyak membuang waktu, semuanya belum terlambat.

Salam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naik Kereta Api Surabaya ke Jogja

Mencermati Teori Werner Menski: Triangular Concept of Legal Pluralism

Perjalanan Seru dari Makassar ke Jogja