Review Buku The Choice


Masa lalu terasa hidup bagi Dr. Edith Eva Eger. Jiwanya tak pernah mati. Hal terburuk memunculkan yang terbaik dalam diri kita, demikian pengalaman mengajarkannya.

Eger menenun kisah-kisahnya yang mengerikan selamat dari peristiwa holocaust di kamp kematian Nazi dengan humor dan motivasi. Dengan sikap ceria dan bersemangat. 

Kini Eger merupakan psikolog klinikal, terapis berpengalaman spesialis pasien traumatis. Dalam bukunya, The Choice, Embrace the Possible (2017), pengalaman Eger berbicara banyak. Buku yang memerlukan 10 tahun penyusunan ini terbagi dua bagian besar. Sebagian merupakan memoar Eger, dan sebagian lain bercerita tentang proses terapi para pasiennya.

Eger lahir di Hungaria pada 1927, sejak belia ia menekuni balet dan senam, bahkan nyaris bertanding di Olimpiade 1944. Namun Eger dicoret dari tim karena ia keturunan Yahudi. Olimpiade yang sejatinya diselenggarakan di London itu pada akhirnya batal karena perang dunia kedua meletus.

Satu malam pada April 1944, Eger yang berusia 16 bersama keluarganya- ayah-ibu-dua saudaranya, diangkut oleh kereta busuk menuju ke kamp Auschwits. Saat perjalanan horor itu, ibunya berbisik: “Tidak ada yang bisa mengambil dari kamu apa yang telah kamu pikirkan.” Kata-kata sakti yang telah membentuk perjalanan hidup Eger.

Eger adalah remaja dalam masa kegelapan. Ia disiksa, kelaparan, dan ancaman pemusnahan etnis di kamp konsentrasi kerja paksa selama enam bulan. Eger telah membayangkan akan mati dalam keadaan perawan. Kepala Kamp, malaikat maut Josef Mangele mengeksekusi 400 ribu orang Yahudi-Hungaria, termasuk ayah dan ibunya. Sedangkan ia dan dua saudaranya, Magda dan Klara, bisa selamat melanjutkan hidup. Barangkali keterampilan menari balet dan senam yang menyelamatkan Eger.

Eger bahkan merasa bersalah kenapa ia bagian kecil yang selamat dan yang lain tidak. Ia menulis, 

“Memori adalah tempat yang sakral, tapi juga berhantu. Tempat di mana amarah, rasa bersalah, dan kesedihan saya berputar-putar seperti burung-burung lapar yang mencari tulang-tulang tua yang sama. Memori adalah tempat di mana saya mencari jawaban untuk pertanyaan yang tidak dapat dijawab: Mengapa saya bertahan hidup? Apa yang harus saya lakukan dengan kehidupan yang telah diberikan kepada saya?” 

Eger butuh beberapa dekade untuk menemukan jawaban atas pertanyaan besar tersebut. Dia telah bebas dari kematian, tapi juga harus bebas untuk menciptakan dan membuat sebuah kehidupan dan memilih. Kebebasan manusia untuk memilih sikap dan jalannya sendiri.

Pada 12 November 1946 saat usia 19, ia menikah dengan Bela Eger setelah mengetahui kematian Eric-pacar pertamanya, di kamp Auschwits. Perkawinan yang unik karena sempat bercerai dan rujuk lagi, membuahkan dua anak perempuan dan satu anak laki-laki.

Setelah selamat dari horor yang luar biasa, ia dan Magda, bersama keluarga pindah ke Texas, Amerika Serikat. Pada 1966 Eger direkomendasi rekan kampusnya sebuah buku berjudul Man's Search for Meaning karya Victor Frank, yang mengubah banyak jalan hidupnya. 

Eger mendapat sarjana Psikologi pada Mei 1969 saat 24 tahun. Lima tahun kemudian ia meraih gelar MA Psikologi Pendidikan di University of Texas-El Pasoz. Dan puncak gelar akademik ia rengkuh saat mencapai Ph. D Psikologi Klinik pada 1978 di Saybrook University.

Saat menyusun disertasi, ia berkunjung ke Israel pada 1975 untuk mewancarai penyintas holocaust, dan ia menemukan, mengartikulasikan dan membuat kesimpulan: kita dapat memilih untuk menjadi sipir kita sendiri, atau kita dapat memilih untuk bebas.

Pengalaman panjang dan pendidikan tinggi kemudian ia manfaatkan untuk menolong penyembuhan orang lain sebagai psikolog klinikal. Membantu orang untuk melampaui keyakinan yang membatasi diri, untuk menjadi siapa mereka seharusnya di dunia.

Pasiennya orang-orang yang diabaikan dan dilecehkan. Datang dari beragam latar belakang dan profesi, dari remaja anoreksia, perempuan kanker payudara, tentara militer yang diselingkuhi istrinya, atau pasangan yang di ambang perpisahan. 

Menurut Eger, kita akan memiliki pengalaman yang tidak menyenangkan dalam hidup, kita akan membuat kesalahan, kita tidak akan selalu mendapatkan yang kita inginkan. Ini adalah bagian dari manusia.

Sangat menarik dan unik pendekatan Eger pada pasiennya, namun ia selalu menekankan bahwa semua makna hakiki hidup akan datang dari diri sendiri. Each moment is a choice. Tidak peduli seberapa berat masalah dan peristiwa yang kita hadapi. Kita memiliki kapasitas untuk membenci dan kapasitas untuk mencintai. Yang mana yang kita pilih, terserah kita, karena kita selalu dapat memilih bagaimana kita merespons.

Kekuatan pikiran positif tidak cukup, juga membutuhkan aksi positif. Dari rangkaian proses terapis, Eger juga membuat kita paham bahwa tidak ada yang namanya hirarki penderitaan. Kehilangan uang, salah pilih warna mobil, putus cinta, atau menjadi korban perang seperti dirinya, sama saja, perlu terapis pemulihan. Selalu ada jalan untuk menjadi lebih baik, tidak peduli apa yang kita alami.

Sulit saya percaya ada kisah demikian menyentuh dari pengalaman hidup seorang Dr. Edith Eva Eger. Latar belakangnya yang unik memberinya wawasan yang luar biasa. 

Membaca memoar Eger, kita mendapatkan pengetahuan, pemahaman, dan kecerdasan sosial dan emosional yang baik. Kita belajar menghargai kenangan, menolak semua jejak kesedihan dan ketakutan serta memandu menangani situasi sulit, menuju kebebasan sejati.

Eger kini berusia 93, ia terus menangani pasien sembari tetap berlatih balet.  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naik Kereta Api Surabaya ke Jogja

Mencermati Teori Werner Menski: Triangular Concept of Legal Pluralism

Perjalanan Seru dari Makassar ke Jogja