Obituari Ichsan YL: Menggugat Sistem Pendidikan Nasional


Hari ini 30 Juli, tepat satu tahun lalu, Ichsan Yasin Limpo, Bupati Gowa periode 2005-2015 meninggal dunia di Tokyo, Jepang, karena penyakit kanker paru.

Ichsan YL dikenal sebagai pemimpin yang sangat concern pada pendidikan. Setelah masa pengabdian Bupati selesai, Ichsan YL memilih melanjutkan studi Program Doktor Ilmu Hukum di Universitas Hasanuddin. Kebetulan saya rekan seangkatan pada 2015.

Untuk mengenang setahun kepergian Punggawa, begitu ia selalu disapa, saya mencoba menulis artikel, semacam memoar atau intisari dari disertasi beliau.

****


Pada Kamis, 8 Februari 2018, Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin meyudisium Ichsan Yasin Limpo sebagai Doktor Ilmu Hukum. Ichsan YL, yang saat itu Calon Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan, sukses dan meyakinkan mempertahankan disertasinya yang berjudul Politik Hukum Pendidikan Dasar Dalam Sistem Pendidikan Nasional, di hadapan Dewan Senat Promotor dan Penguji, termasuk penguji eksternal Prof. Dr. Hamdan Zoelva, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, yang juga alumni Program Doktor Ilmu Hukum Unhas.

Ichsan YL menggugat regulasi hukum dan kebijakan pemerintah dalam penyelenggaran pendidikan di tingkat dasar dan menengah. Terdapat tiga persoalan yang menjadi fokus, yakni : 

  1. Sinkronisasi dan harmonisasi pengaturan pendidikan dasar dalam sistem pendidikan nasional;
  2. Implementasi pengaturan pendidikan nasional ditinjau dari legal policy;
  3. Bagaimana menciptakan konsep ideal pengaturan pendidikan dasar dan menengah.

Untuk menjawab tiga permasalahan di atas, Ichsan YL menetapkan tiga pendekatan penelitian, yakni: 

  1. Pendekatan regulasi (statute approach) dengan menelaah peraturan perundangan mulai UUD 1945, UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan berbagai peraturan turunan hingga tingkat Perda;
  2. Pendekatan konsep (conceptual approach) untuk memahami dan mengkaji konsep-konsep kewenangan pengaturan pendidikan dasar secara berjenjang kewenangan pemerintah kabupaten/kota, kewenangan provinsi, dan kewenangan pemerintah pusat; 
  3. Pendekatan perbandingan (comparative approach) dengan melakukan penelitian penyelenggaraan pendidikan dasar di negara Australia, Belanda, Finlandia, Jepang, Korea Selatan, dan Singapura. 

Metode perbandingan inilah yang membuat disertasi Ichsan YL memiliki kedalaman analisa, yang kemudian kita jadi paham di mana posisi Indonesia pada bidang pendidikan.

****

Ichsan YL mengutip paparan Anies Baswedan sewaktu menjabat Mendikbud pada acara silatuhrahmi Kementerian yang dilaksanakan pada Desember 2014, bahwa 75 persen sekolah di Indonesia tidak memenuhi standar pelayanan minimal. Kondisi birokrasi dan kondisi pendidikan nasional sudah sangat gawat. 

Fakta yang sesungguhnya membuat kita harusnya prihatin. Satu faktor penyebab keterpurukan pendidikan nasional adalah politik hukum pendidikan, mengenai pembangunan hukum yang berintikan pembuatan dan pembaruan terhadap materi-materi hukum (beserta kebijakan pemerintah) yang sesuai dengan kebutuhan.

Ichsan YL menyimpulkan bawa pengaturan pendidikan dasar dalam sistem pendidikan nasional tidak siknron dan tidak harmonis dengan kebijakan pendidikan  dasar dan menengah dalam Pembukaan dan Batang tubuh UUD 1945 khususnya Pasal 31; UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional khususnya Pasal 2, dan Pasal 12; PP No. 48 tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan khususnya Pasal 51; dan Permendikbud No. 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah boleh menggalang dana yang bersumber dari orang tua/wali siswa. 

Ketentuan peraturan yang lebih rendah telah membelokkan atau mengganti maksud dan tujuan dari ketentuan peraturan yang lebih tinggi, bahkan dalam UU yang sama yakni UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas terdapat kontradiksi antara Pasal 2 dengan Pasal 12 Ayat (2) huruf b.

Politik hukum tentunya berpengaruh langsung pada implementasi. Ichsan YL menilai bahwa pengaturan pendidikan dasar dalam sistem pendidikan nasional kita, telah menyimpang jauh dari semangat pendiri bangsa yang tertuang dalam rumusan pandangan Muhammad Yamin dalam sidang BPUPKI, dan rumusan Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945, serta UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, baik dalam proses penyelenggaraan sistem pembelajaran maupun dalam proses penilaian dalam evaluasi belajar yang berjenjang. 

Justru implementasi dari semangat politik hukum pendidikan dasar kita, ditemukan dalam praktik/implementasi penyelenggaraan pendidikan dasar di enam negara yang merupakan lokasi penelitian.

Salah satu masalah pengelolaan sekolah adalah muatan mata pelajaran pada semua jenjang terlalu menekankan pada aspek kognitif, beban siswa terlalu berat, serta minim pengembangan karakter. Di sekolah dasar kita, terdiri dari 11 mata pelajaran dengan beban 30-36 jam perminggu. Di tingkat SMA, siswa harus mengikuti 16 mata pelajaran. Padahal di negara-negara maju seperti Finlandia dan Singapura, maksimal 9 tagihan mata pelajaran.

Hal ini kemudian menurut Ichsan YL menciptakan 'stres akademik', yang memaksakan, menekan, bahkan mengancam peserta didik. Tidak tercipta atmosfir belajar yang kondusif untuk memberikan ruang yang luas bagi anak untuk mengembangkan kreativitasnya. Padahal kreativitas sangatlah dibutuhkan untuk berinovasi dan berkompetisi di masa yang akan datang.

Mengeni 'stres akademik', diskursus menarik dipaparkan Ichsan YL, bahwa anak-anak pada usia 3 tahun sampai 8 tahun berada pada the golden age, yang memiliki potensi sangat besar otak anak berkembang, dengan berkembangnya jaringan sel otak (neuron) pada otak kiri dan otak kanan diharapkan pada usia 8 tahun jaringan sel otak (neuron) yang ada pada otak kiri dan otak kanan dapat tersambung. Kesempatan ini tidak boleh dilewatkan karena pengalaman menunjukkan bahwa upaya remedial bagi generasi yang terlanjur kehilangan masa emasnya tak akan banyak gunanya.

Saya teringat artikel Boediono-mantan Wakil Presiden berlatar belakang akademisi--bahwa bidang ilmu yang diuraikan Ichsan YL adalah Neuroscience, yakni ilmu yang mempelajari perkembangan dan bekerjanya otak manusia. Satu temuan penting dan relatif baru di bidang ini adalah bahwa kualitas otak manusia sudah mulai terbentuk sejak bayi dalam kandungan. 

Kemudian pada umur-umur emas, hampir seluruh perangkat otak anak terbentuk dan ini akan menentukan kapasitas daya pikir anak yang ia bawa sampai dewasa nanti. Pada umur krusial ini terbentuk sebagian besar kecerdasan akademik, kecerdasan emosional, dan kecerdasan sosial anak, yang nantinya akan sangat menentukan jalan hidupnya.

Oleh karena itu Ichsan YL merekomendasikan perlu mensinkronkan dan konsistensi pengaturan pendidikan dasar dengan kebijakan pengaturan pendidikan di Indonesia, mulai dari UUD 1945, UU No. 23 tentang Sisdiknas, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, hingga pada kebijakan yang paling rendah.

Dari aspek implementensi penyelenggaraan pendidikan dasar 12 tahun, tidak mengenal lagi SD, SMP, dan SMA, sehingga sistem pendidikan ideal adalah kelas 1 sampai kelas 12 menjadi satu kesatuan utuh sebagai sistem yang berkelanjutan. Demikan pula dengan evaluasi, modelnya tidak lagi berjenjang dan muaranya bukan pada lulus-tidak lulus, bukan naik-tinggal kelas, rangking-tidak rangking; tapi evaluasi telah menuntaskan atau belum menuntaskan kompetensi kurikulum minimalnya.

Sedangkan konsep ideal pendidikan dasar yang sejalan dengan politik hukum pendidikan nasional adalah Sistem Kelas Tuntas Berkelanjutan (SKTB) berbasis IMTAQ Indonesia yang titik beratnya pada aspek proses dan bukan pada output di mana semua tagihan mata pelajaran berkelanjutan dan menerapkan semi SKTB. Inti dari SKTB adalah automatic promotion atau tidak mengenal tinggal kelas.

Pada intinya menurut Ichsan YL, pendidikan adalah proses, bukan sekali-dua kali langkah, tapi terus berkesinambungan. Seperti yang disampaikan Ichsan YL di mimbar ujian, bahwa apa yang telah dikajinya merupakan sebentuk ihktiar mencerdaskan anak-cucu kita ke depan dalam bersaing di tingkat global. 

Disertasi Ichsan YL menurut tim penguji, sangat layak dijadikan dasar pertimbangan dalam penetapan kebijakan di sektor pendidikan.

Selamat beristirahat Sang Punggawa.



 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Setelah Balapan, Konser Keren Lenny Kravitz (10)

Mencermati Teori Werner Menski: Triangular Concept of Legal Pluralism

Perjalanan Seru dari Makassar ke Jogja