Membaca dan Menulis di Era Digital


Sudah lama rasanya kita semua dibombardir informasi dari sumber yang berbeda pada waktu yang sama. Akses informasi melimpah tak tertahankan.

Segala sesuatu yang terjadi di bumi diperbarui melalui sumber-sumber online atau offline, nyata atau maya, lewat jejaring Facebook, Twitter, WhatsApp, dan segala perangkat media lain.

Tentu dengan derajat informasi yang berbeda. Ada informasi tidak penting, kurang penting, dan juga pasti ada informasi yang penting. Satu persoalan serius di zaman informasi saat ini adalah justru karena begitu melimpahnya informasi itu sendiri. Informasi dan berita kita terima setiap saat dari media apa saja dengan begitu cepat tanpa terkendali.

Aneka ragam kualitas informasi dengan sendirinya menimbulkan pula kesulitan mengukur dan menilai informasi mana yang layak dipercaya dan informasi mana yang hendak kita sampingkan ?

Semua diserahkan pada setiap individu. Satu hal lagi, bahwa melimpahnya informasi ternyata tidak sebanding dengan pertanggung jawaban kepada masyarakat. Tidak sedikit info dan berita diumbar ke publik tanpa ada proses seleksi dan tanggung jawab sosial jika terjadi hal yang menyesatkan dan merugikan pihak tertentu.

Menurut satu studi artikel, otak kita memiliki kesulitan dalam memilah-milah informasi dalam jumlah banyak dengan pilihan berbeda yang disampaikan dalam waktu yang bersamaan. 

Otomatis mengganggu kemampuan kita pada saat mengambil keputusan, alih-alih membuat kita lebih cerdas dan berpikir lebih baik, bisa berakhir dengan membingungkan dan membuat kita memilih keputusan yang salah, terutama ketika keputusan harus dibuat dengan cepat tanpa kehilangan substansi.

Lantas, apa yang Anda pikir dan sikapi tentang itu?

Saya ingin sedikit berbagi pengalaman. Sama seperti orang banyak, saya juga menggunakan perangkat digital. Hampir setiap informasi dan berita yang ingin saya ketahui dapat dengan cepat tertunaikan.

Namun bersaamaan dengan kenyamanan itu, ada hal negatif yang sulit terkendali, anggota tubuh, selain jari-jari, menjadi malas bergerak beraktifitas. Dan lebih dari itu, secara tidak disadari, saya berjarak dan kekurangan waktu bergelut dengan media-media informasi nondigital, yang sebelumnya banyak menemani, seperti membaca buku, membaca koran, mendengarkan radio, dan sebagainya. Saya merindukan itu.

Semangat zaman ini adalah kecepatan, waktu diapresiasi secara kuantitatif. Mengikis kualitas kehidupan. Orang kehilangan irama, ritme, jeda, karena menganggap waktu semata-mata linear, bukan lagi suatu siklus. Membuat bumi terasa semakin rata.

Salam.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naik Kereta Api Surabaya ke Jogja

Mencermati Teori Werner Menski: Triangular Concept of Legal Pluralism

Perjalanan Seru dari Makassar ke Jogja