Review Film Kramer vs Kramer (1979)

Sudah sangat lama, bahkan masuk kategori klasik. Saya belum lahir ketika film Kramer vs Kramer dirilis pada akhir tahun 1979, dan menyabet Oscar pada 1980. Pada perjalanan waktu, beberapa kali saya telah mendengar samar-samar film ini didiskusikan.

Kramer vs Kramer merupakan drama keluarga yang ditulis dan disutradarai Robert Benton, adaptasi buku berjudul sama karya Avery Corman. Berkisah perceraian pasangan Ted Kramer (diperankan Dustin Hoffman) dengan Joana (Meryl Streep). 

Ted asli New York dan Joana berasal dari Boston, menikah pada 4 April 1969. Mereka memiliki satu anak laki-laki berusia 7 tahun, Billy (Justin Henry), sebagai pusat konflik.

Film dibuka dengan adegan klimaks namun juga ironis. Ted Kramer yang berprofesi sebagai desaigner perusahaan adverdtising, berhasil mendapatkan proyek besar. “Ini salah satu dari lima hari terbaik dalam hidup saya”, kata Ted sumringah pada bosnya.

Ted pun pulang bermaksud memberi kabar baik ini pada Joana. Tapi alangkah terkejutnya Ted, karena Joana sudah bersiap-siap hengkang dengan koper besar dan mengatakan tidak lagi dapat bertahan mendampinginya, dan memutuskan meninggalkan Ted dan Billy. Ted sempat membujuk Joana, mengejar sampai lift apartemen, namun Joana bergeming, tetap pergi. Ia ke California, mengambil terapis memulihkan mental, dan mulai membangun karirnya yang terkubur sejak menikah.

Ted terkejut karena ia merasa telah berperilaku sebagai suami yang baik dan telah memenuhi segala kebutuhan rumah tangga, tiba-tiba ditinggalkan tanpa alasan yang tak ia pahami, dan harus mengurus Billy, yang selama ini dikerjakan Joana. 

Pada pagi pertama, tugasnya berakhir berantakan membuat sarapan, dan malam pertama yang kacau karena ketidaksabaran saat menghadapi pertanyaan-pertanyaan ‘aneh’ Billy dan ketidakpatuhan anaknya itu terhadap larangan menyantap es krim sebelum menghabiskan makanan di piringnya.

Namun perlahan-lahan ia bisa mengerjakan semuanya dengan baik dan penuh tanggung jawab. Ted antar-jemput Billy sekolah, mengajarkan Billy mengendarai sepeda, menghadiri pesta hallowen, menonton aksi pentas seni sekolah, sesekali mengajak ke ruang kantornya yang tinggi di pusat New York, dan tiap malam membacakan dongeng dan ciuman selamat tidur. Ia yang selama ini berjarak dengan Billy, karena kesibukan mengurus proyek, kini bak tak terpisahkan. Dengan sendirinya kita akan bersimpati pada Ted.

Saat Ted dan Billy semakin hangat dan mulai terbiasa berdua, Joana datang dengan penampilan yang berbeda. Ia berhasil kembali berkarir, mengklaim telah siap dan punya rasa tanggung jawab besar untuk membawa Billy, berhak mendapatkan hak asuh, walaupun ia sudah meninggalkannya selama 18 bulan. 

Tentunya Ted Kramer menolak keras, dan pertarungan mendapatkan hak asuh Billy harus ditentukan melalui pengadilan, yang mana menghadirkan ruang sidang yang dramatis. Salah satu courtroom scene terbaik menurut saya.

Kramer vs Kramer adalah film dengan pertunjukan adegan-adegan yang sangat fokus, lucu, penuh perasaan, yang tidak sedikitpun menjadi klise. Semua scene ditampilkan begitu baik, penuh detail yang sangat indah, termasuk dari para pemeran pendukung. Kita benar-benar merasakan emosi dari setiap karakter.

Kita juga senang dengan nostalgia properti-properti film yang jadul, justru bisa membayangkan properti tersebut semakin menguatkan emosi konflik: Tak ada internet dan seluler, yang ada telepon kabel putar-putar, telepon rumah dinding, album foto, kamera tustel, kartu pos, dan gaya pakaian unik. Semuanya indah dengan analog.

Saya suka adegan saat Ted menjelaskan pada Billy, bahwa yang memutuskan secara adil adalah hakim yang sangat bijaksana. Ia memotivasi Billy bahwa akan lebih bagus bersama ibunya, dan ia masih merasa ‘beruntung’ punya waktu sekali dalam sepekan. Walaupun ‘kehilangan’, Ted tidak memengaruhi Billy melawan ibunya, justru sebaliknya. Sikap yang didasari karena ia sangat mencintai putranya.

Paling menyentuh dan mengharukan saat mereka menghabiskan momen-momen terakhir sebelum Billy dijemput oleh Joanna. Saat menyiapkan sarapan, beberapa waktu ruangan hening dan lirih, nyaris tak ada dialog. 

Semua terasa jelas dengan bahasa tubuh Ted dan Billy. Tedd memeluk erat anaknya sambil memejam mata yang berkaca-kaca. Campuran rasa sedih, kesabaran, dan ketegaran. Menonton Ted tersenyum kecil menelan kepahitan, menahan kecewa, marah, dan frustrasi, adalah akting luar biasa Dustin Hoffman. 

Baru-baru saya menonton Marriage Story (2019), kisah menarik perceraian pasangan Charlie dan Nicole (diperankan Adam Driver & Scarlett Johansson). Marriage Story sangat mirip yang juga tak klise, tapi saya tak ragu mengambil kesimpulan bahwa Kramer vs Kramer jauh lebih nyata, lebih memilukan, dan lebih emosional.

Sudah lebih 40 tahun dan tetap menjadi kekuatan besar. Konon Kramer-Kramer merupakan film paling berpengaruh terhadap budaya pop Amerika Serikat, terutama cara keluarga kelas menengah memaknai perkawinan, sampai saat ini.

Tentang suami yang sibuk dengan proyek dan tidak mengetahui keresahan istrinya, seperti yang digambarkan begitu jelas dan meyakinkan keputusasaan Joanna oleh Merry Streep. Tentang naluri menjadi lebih baik sebagai suami/istri dan orang tua yang baik.

Dustin Hoffman banyak membantu saya bagaimana membangun rumah tangga yang disertai keteguhan dan kesabaran. Selalu merenung memaknai perkawinan.

 

 




 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naik Kereta Api Surabaya ke Jogja

Mencermati Teori Werner Menski: Triangular Concept of Legal Pluralism

Perjalanan Seru dari Makassar ke Jogja