Mengapa Orang Percaya Mistis?
Sisi manusia beragam. Kita kadang hanya tahu satu sisi baik saja.
Sejumlah artis ibukota yang puluhan tahun hidup di megapolitan Jakarta, ternyata menjadi pengikut Gatot Brajamusti yang disebut oleh mereka sebagai guru spiritual. Kedok Gatot akhirnya terbongkar dengan tuduhan kasus pidana berlapis: penyalahgunaan narkotika; kepemilikan senjata ilegal; pelecehan seksual; pengawetan satwa lindung. Konon semua aktifitas terlarang tersebut ditopang oleh kekuatan transeden alias mistik atau klenik.
Belum juga reda kasus Gatot, masyarakat tanah air kembali dibuat gempar kasus pembunuhan dua manusia dengan otak kejahatan oleh pemimpin padepokan sesat Dimas Kanjeng Taat Pribadi.
Bagaimana bisa kejahatan kemanusiaan bisa dilakukan dengan begitu enteng, dengan begitu bebasnya, tanpa beban, dan tanpa rasa bersalah dan penyesalan. Itu persoalan hukum. Dimas juga menjerat banyak korban manusia yang menjadi santrinya yang bernafsu kaya raya tanpa berikhtiar, termasuk perempuan politisi intelektual cendekiawati, Marwah Daud Ibrahim.
Dua fakta serupa yang berbeda lokus ini (saya yakin lebih banyak yang belum terungkap), tentu saja menjadi bahan olok-olok manusia normal, apalagi manusia yang selalu mempercayai kebenaran ilmiah. Sudah bukan zaman untuk mempercayai kesaktian yang tidak empiris itu.
Namun banyak di antara kita yang tidak peduli. Masalah-masalah berat yang dihadapinya memerlukan pertolongan alam transeden melalui ‘orang sakti’.
Dunia klenik memang berakar pada budaya primordial bangsa ini. Klenik masih membawa diri sebagai manusia mistis. Meyakini ada kekuatan lebih besar di semesta alam daripada diri kita sendiri.
Kenapa bisa fenomena ini bertahan sangat lama dan masih dibutuhkan oleh sekelompok orang?
Jika menyangkut demikian, kita teringat kembali pidato kebudayaan terkenal Mochtar Lubis, yang berjudul Manusia Indonesia. Selain mengkritik kekuasaan tiran, Mochtar Lubis juga sangat kritis terhadap mentalitas manusia Indonesia. Tanpa pretensi, Mochtar Lubis mendeskripsikan kelemahan-kelemahan perihal kita, watak orang Indonesia : Hipokrit; tidak bertanggung jawab; berjiwa feodal; suka menerabas; selalu mengeluh, dan sangat percaya pada mitos (tahayul/mistik).
Sekali lagi bahwa pada dasarnya mitos-mistis-tahayul sudah tertinggal oleh zaman. Manusia modern lebih percaya pada daya kekuatannya sendiri. Peradaban menuntut setiap orang harus punya orientasi gerakan masa depan, orang harus mau bekerja keras, orang harus menghargai prestasi, orang harus menghargai hukum, orang harus pandai mengelola keuangan, dan hidup sederhana, hidup terkendali, orang harus membangun, mengembangkan, menghargai pendirian, dan hidup saling percaya.
Sikap dan orientasi nilai masyarakat suatu bangsa akan menentukan maju atau tidak suatu bangsa. Mental yang aktif, tangguh, dan penuh inspiratif.
Bagi manusia Indonesia, yang ‘sakti’ hanya satu : PANCASILA.
Komentar
Posting Komentar