Pers dan Politik


Zaman sekarang, hidup manusia banyak dipengaruhi oleh kualitas informasi yang diterimanya. Jika informasi yang didapat seseorang tidak berkualitas, maka pengetahuan yang dimilikinya juga kurang berkualitas. Sebaliknya individu yang memiliki pengetahuan yang tinggi dan berkualitas, maka hal itu sebagai pencerminan bahwa informasi yang diterimanya memiliki bobot dan kualitas yang tinggi.

Apa saja yang kita bicarakan, yang kita pertentangkan, dan segala yang kita diskusikan dalam kehidupan sehari-hari, dasarnya banyak bersumber dari media massa (Pers). Bahkan, Pers diyakini sebagai pilar kekuatan keempat dalam suatu tatanan negara dan berbangsa setelah Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif.

Dalam negara demokratis, Pers berfungsi sebagai sumber informasi sebagai alat kontrol pemerintahan, sekaligus sebagai agen perubahan, reformasi, bahkan revolusi. 

Sudah ada beberapa bukti dalam sejarah, di mana Pers bisa sangat berpengaruh terhadap tumbangnya rezim di suatu negara. Presiden Filipina, Ferdinand Marcos, tumbang dari tampuk kekuasaan pada 1987 melalui people power. Gerakan itu bermula ketika banyak Pers yang kontra pemerintah, umumnya radio-radio, secara luas berani menyiarkan tentang laporan hasil pemilu yang berbeda dengan apa yang dilaporkan media pemerintah.

Sebelumnya di negara persia pada 1979, raja Iran, Reza Pahlevi, dijatuhkan oleh kelompok Ayatullah Khoimeini, dengan modus ceramah-ceramah agama yang direkam, kemudian disebar dan diperdengarkan di Masjid-Masjid di Iran. Ceramah tersebut akhirnya membakar semangat perlawanan pendengarnya untuk menciptakan revolusi. 

Sekarang contoh di dalam negeri. Soeharto, presiden yang memberangus pers sepanjang kekuasaannya pun, lengser tidak lepas dari kebijakan komunikasi media massa.

Kala itu TVRI sebagai satu-satunya media televisi di Indonesia sangat konservatif dan terlalu banyak memanipulasi pemberitaan. Segalanya berubah ketika beberapa TV swasta dan surat kabar mulai berani menyiarkan peristiwa-peristiwa yang sebelumnya tabu, seperti demonstrasi, monopoli ekonomi, penegakan hukum, serta kekerasan politik.

****

Hari-hari ini pers kita banyak dikecam karena dimanipulasi untuk kepentingan politik. Tadinya sebagai sumber informasi yang terpercaya, akurat, dan berdiri tak berpihak, kini jelas-jelas tak berimbang. Nyaris tak pernah jeda, pemberitaan mengenai kampanye sudah membuat tak nyaman, bahkan menjengkelkan.

Terutama pers pertelevisian yang memiliki akses luas. Alih-alih ajang kampanye menjadi sarana pendidikan politik, yang mencuat dan terus dipoles adalah sejumlah isu kampanye negatif atau kampanye kotor--saya tidak ingin menyebut dengan kampanye hitam, karena hitam merupakan jenis warna yang konotasinya belum tentu salah atau negatif. Kampanye itu sebagian fitnah.

Semuanya dipermak lawan politik dan simpatisan yang terang-terangan menuju pada pembunuhan karakter. Parah. Mungkin satu-satunya harapan adalah masyarakat yang semakin dewasa dan pandai menyaring pemberitaan. Bukan apa-apa banyak kalangan masyarakat kita di akar rumput mudah digiring dari informasi-informasi tak jelas, tanpa mencari keakuratan berita.

Karena itu, masyarakat mesti makin cerdas dengan terus menguatkan rasionalnya terhadap Pers. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naik Kereta Api Surabaya ke Jogja

Mencermati Teori Werner Menski: Triangular Concept of Legal Pluralism

Perjalanan Seru dari Makassar ke Jogja