Catatan Si Boy dan Si Naga Bonar



Sebenarnya saya agak kecewa dengan kondisi perfilman nasional saat ini. Setelah bangkit dari keterpukuran, perfilman Indonesia seakan kembali terdegradasi secara kualitas. 

Siapa lagi yang akan menonton film Indonesia kalau bukan orang Indonesia. Film kita harus menjadi tuan rumah di negara sendiri.

Dan inilah film Indonesia paling berkesan yang pernah saya tonton:

1. Catatan Si Boy

Film yang dirilis pada 1987 hingga sekuel ke-4, buatan sutradara Nasri Cheppy. Zaman itu siapa tak kenal Boy? yang memang tidak akan pernah pas diperankan selain Onky Alexander. Film ini menjadi fenomena yang memengaruhi kehidupan banyak anak muda Indonesia.

Karakter Boy oleh Nasri digambarkan laki-laki ”sempurna”: Gagah, tajir, alim, pintar, jago berkelahi, baik hati dan tidak sombong, dsb. Sosok Boy membuat para lelaki ngiri tapi membuat kaum perempuan terpikat.

Ceritanya standar, karakter-karakter tokohnya pun datar saja, kecuali tokoh Emon yang diperankan sangat bagus oleh Didi Petet. Hingga kini peran-peran banci, belum ada yang bisa senatural akting Didi. Sebenarnya karakter Emonlah yang membuat saya mengingat film Catatan si Boy. 

2.  Naga Bonar

Rilis pada tahun yang sama dengan CSB, mengambil latar peristiwa perang kemerdekaan Indonesia di Sumatera Utara. Skenarionya ditulis oleh Asrul Sani dan disutradarai MT. Risyaf.

Aksi perjuangan pencopet Naga Bonar (Deddy Mizwar) bersama sahabat sejatinya Bujang melawan Belanda, lalu kisah asmara merebut cinta sang pujaan hati, Kirana (Nurul Arifin) adalah kekuatan cerita yang terus melekat hingga kini.

Alasan itu film diremaster pada 2008 dengan judul Naga Bonar jadi Dua. Deddy Mizwar tak main-main, dengan mengajak artis-artis papan atas seperti Tora Sudiro dan Wulan Guritno.  

Alhasil film ini sukses besar. Namun hukum kepuasan marjinal tetap berlaku. Bahwa tak mungkin sekuel kedua, ketiga,  sebuah film (atau buku), di manapun akan mampu menyamai versi originalnya. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Setelah Balapan, Konser Keren Lenny Kravitz (10)

Mencermati Teori Werner Menski: Triangular Concept of Legal Pluralism

Perjalanan Seru dari Makassar ke Jogja