Malam Minggu Bersejarah di Tanjung Bira dengan Api Asian Games

Tiap pesta olahraga (Sea Games, Asian Games, dan Olimpiade) menjelang, selalu mengingatkan masa-masa kecil saya yang bercita-cita kelak menjadi atlet nasional, dengan penuh kebanggaan mewakili Indonesia, negara tercinta.

Dunia olahraga memang passion saya sejak kecil. Prestasi akademik standar saja, tidak pernah mencapai juara kelas. Namun nilai mata pelajaran olahraga selalu mendapatkan nilai delapan, bahkan sembilan. Pengetahuan saya seputar dunia olahraga memang luas. Saya belum lupa saat Pak Suardi, guru olahraga menguji kami siswa SD, siapa pemegang rekor Asia lari 100 meter putra?

Teman-teman menjawab dengan yakin: Mardi Lestari dari Indonesia, catatan waktu 10,20 detik. Jawaban mereka dibenarkan, sedangkan jawaban saya (Talal Mansoor) dinilai salah. Guru dan teman-teman belum tahu bahwa rekor Mardi sudah diperbarui oleh Talal Mansoor, Sprinter Qatar, dengan catatan waktu 10,14 detik.

Rupanya sang guru tidak up to date dengan dunia olahraga, sedangkan saya selalu mencari tahu perkembangan aktual persaingan dunia sport, lokal ataupun manca negara, dari hampir semua cabang olahraga. 

Sumber saya waktu itu tabloid Bola dan rubrik olahraga surat kabar Kompas. Siaran TV hanya dapat TVRI, dan saya setia menunggu sebulan sekali program Arena & Juara, dan satu lagi Dari Gelanggang ke Gelanggang

Dari apa yang saya baca dan tonton, saya kemudian mengidolakan pebulutangkis Ardi Wiranata, Eddy Hartono/Gunawan; saya juga fans Marco van Basten dan suporter fanatik PSM Makassar.


****

Dalam hitungan hari, pesta olahraga terbesar benua Asia akan dimulai, dan rasanya luar biasa bangga, kita bangsa Indonesia, mendapat kehormatan sebagai tuan rumah Asian Games ke-18.

Sungguh suatu perhelatan akbar yang menggelorakan kebesaran bangsa, martabat dan kebanggan bangsa Indonesia. Menjadi tuan rumah Asian Games tentu lebih akbar dan bergengsi dibandingkan menjadi tuan rumah ASEAN, APEC, OPEC, atau sejenisnya. 

Bayangkan saja, lebih dari setengah abad, tepatnya sudah 56 tahun, negara kita kembali dipercaya, setelah tuan rumah Asian Games 1962 yang fenomenal di masanya saat Presiden Sukarno menjadi sang pelopor.

Tentu saya sangat senang dilanda demam Asian Games 2018. Saya mengajukan cuti, supaya tidak melewatkan ajang terbesar yang pernah diselenggarakan bangsa Indonesia, karena saya meyakini ini kesempatan pertama dan terakhir, saya bisa menyaksikan langsung Asian Games di negeri sendiri.

Eforia dimulai ketika dengan gegap gempita saya turut menyambut arak-arakan Api Asian Games yang singgah di Bulukumba, Sulawesi Selatan. Masyarakat Bulukumba sepantasnya merasa bangga mendapatkan kehormatan besar. Kabupaten yang berjarak sekitar 170 kilo meter dari kota Makassar, memeroleh kepercayaan menyambut kirab Obor Asian Games 2018 (Torch Relay), pada Sabtu 28 Juli 2018 lalu.


Antusiasme masyarakat Bulukumba menyambut Obor Asian Games sangat tinggi. Mereka sudah menunggu dengan memadati ruas-ruas jalan yang akan dilintasi arak-arakan.

Sekitar pukul 15.00 Wita, pawai Obor Asian Games tiba di Bulukumba dengan dikawal ratusan komunitas mobil dan motor yang menjemput di perbatasan kabupaten Bantaeng-Bulukumba, dan langsung mengarak dengan meriah menuju pelataran Masjid Islamic Center Dato Tiro Bulukumba yang berdiri megah, sebagai tempat resmi prosesi penyerahan obor, dari Panitia INASGOC kepada Andi Syukri Sappewali, Bupati Bulukumba.

Api Asian Games kemudian diarak menuju Pusat Pelabuhan Ikan (PPI) di Bontobahari Tanah Beru, yang juga dikenal sebagai tempat pembuatan kapal Phinisi yang legendaris. Kapal Phinisi telah mendapatkan pengakuan dari UNESCO, badan PBB untuk pendidikan, keilmuan dan kebudayaan, sebagai salah satu warisan budaya dunia.

Dari Bontobahari, rombongan arak-arakan Api Asian Games yang dibawa atlet Pencak Silat asal Bulukumba, Selvi, dan artis Mario Lawalata, kemudian dilayarkan dengan kapal Phinisi, dan dikawal 45 perahu khas nelayan yang dihias 45 bendera negara peserta Asian Games 2018, menuju Pantai Tanjung Bira.

Sekitar pukul 20.30 WITA, iring-iringan yang mengawal kapal Phinisi pembawa obor, berlabuh di bibir pantai Tanjung Bira. Obor Api kali ini berpindah ke tangan Rosiana Tendean, pebulutangkis nasional era '80 dan '90-an yang berasal dari Makassar.  

Rosiana tampil energik dan masih lincah pada usianya yang hampir 54 tahun, berlari sekitar 300 meter dari bibir pantai mengarak Obor ke area panggung festival yang menjadi pusat upacara penyambutan Torch Relay di Bulukumba.


Di panggung yang megah dengan langit yang bertaburan aktraksi kembang api, rasa nasionalisme saya bergelora saat ikut bernyanyi Indonesia Raya, bersama ribuan masyarakat yang hadir untuk satu malam bersejarah. Kemudian ditampilkan berbagai pertunjukan kesenian yang mengangkat dan mempromosikan kebudayaan Bulukumba dan Sulawesi Selatan. Tak ketinggalan musisi Adi, vokalis band Naff, menghibur pengunjung dengan lagu-lagu hits.

*****

Bukan tanpa alasan, pantai Tanjung Bira, didapuk menjadi pusat lokasi festival pergerakan Api Asian Games di Bulukumba. Pantai Tanjung Bira memiliki potensi wisata yang sangat memikat. Pasir putihnya menghampar di sepanjang tepian pantainya; air lautnya sangat jernih, hangat terik matahari yang mengecup tubuh; dan senja pantainya syahdu menenggelamkan matahari.

Sayangnya, potensi pantai Tanjung Bira belum digarap serius, tak terurus dengan baik. Saya bisa mencatat beberapa permasalahan yang harus dibenahi. Mulai dari kebersihan pantai; penerangan yang minim di malam hari; kekurangan air bersih; dan tentu persoalan utama pada sektor infrastruktur dan transportasi. 

Akses ke pantai Tanjung Bira tak bisa dikatakan mudah. Butuh enam jam perjalanan darat dari Makassar, yang bakal menghadapi lalu lintas yang kacau, dan aspal jalan yang bolong-bolong. Padahal jika ingin sektor pariwisata berkembang, selain ditunjang promosi, juga harus memperhatikan infrastruktur dan tetap menjaga kelestarian budaya.

Penyelenggaraan Torch Relay Asian Games 2018 merupakan momentum paling tepat untuk mendorong Pemerintah Daerah Bulukumba dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan melakukan pembenahan pada sektor pariwisata khususnya potensi besar pantai Tanjung Bira.


Ketika hendak meninggalkan lokasi festival sekitar pukul 22.00, saya kembali menatap debur ombak dan pasir putih halus yang masih kelihatan di bawah puluhan sinar lentera. Saya membatin bahwa ini barangkali satu malam minggu bersejarah di Tanjung Bira yang telah menjadi saksi penyambutan semarak Obor Asian Games 2018.

Pikiran saya kemudian melompat jauh tiga pekan ke depan. Sudah tak sabar saya menanti malam penuh sejarah lain, pada 18 Agustus 2018. Bertempat di Stadion Gelora Bung Karno, upacara pembukaan Asian Games 2018 akan dibuka secara resmi oleh Presiden Joko Widodo, yang akan disaksikan miliaran orang di seluruh penjuru bumi, terutama masyarakat Asia.

Indonesia akan menjadi sorotan dunia, sekaligus menjadi panggung megah kita untuk menunjukkan kepada dunia luar, kita punya potensi dan kekuatan sebagai negara besar.

 ****

Dari pedalaman Bonto Bahari, Obor Asian Games akan melanjutkan perjalanan ke berbagai tempat indah di Indonesia, hingga nanti perjalanan obor tersebut berakhir saat disulut ke kaldron Stadion Gelora Bung Karno.

Saya hadir di sana untuk menjadi bagian kecil dari sejarah besar olahraga Indonesia.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naik Kereta Api Surabaya ke Jogja

Mencermati Teori Werner Menski: Triangular Concept of Legal Pluralism

Perjalanan Seru dari Makassar ke Jogja