Minimarket dan Toko Kelontong


Pada satu malam, saya tiba-tiba ingin sekali makan martabak telur. Lansung saja saya ambil sepeda untuk pergi membeli di pedagang langganan yang berjarak 200 meter dari rumah. 

Betapa kagetnya saya ketika sampai tujuan, tak lagi ada gerobak besar menjajakan martabak dan terang bulan yang biasanya berjejer dengan gerobak gorengan, sate ayam, dsb. 

Di tempat tersebut telah berdiri minimarket, yang semakin lama semakin menjamur di kota ini. Semakin masuk ke pemukikan perumahan masyarakat. Di Makassar gerai ritel sudah melewati angka 1.000 unit minimarket dan diyakini akan terus bertambah izin yang dikeluarkan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan. 

Fenomena ini membuat pedagang kelontong di kawasan penduduk cemas. Mereka khawatir lahan pencarian nafkah mereka akan mati dijajah oleh retail. Dari dulu pemerintah kita memang tak pernah memihak golongan masyarakat marjinal yang seharusnya mendapat bantuan. 

Semestinya pemerintah secara tegas menolak berbagai tawaran investasi ekonomi yang dapat mengancam hajat hidup warganya. 

Di Makassar minimarket sudah terlalu banyak dan seharusnya tak boleh ada lagi izin untuk jangka waktu tertentu. Pemimpin kota mestinya mengerti apa sebenarnya kondisi nyata di masyarakat yang memang masih harus didukung dan diberdayakan. 

Mereka pemilik modal jaringan raksasa tanpa adanya bantuan pemerintah diyakini masih bisa bertahan di industri yang sama. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naik Kereta Api Surabaya ke Jogja

Mencermati Teori Werner Menski: Triangular Concept of Legal Pluralism

Perjalanan Seru dari Makassar ke Jogja