Setelah Hujan Badai, Berharap Pelangi

Dunia boleh modern dengan segala kemajuan pesatnya, tapi tak bisa lepas dari penyakit umum manusia: cemburu, iri, dengki, dan benci, karena tidak bisa menghargai prestasi serta kinerja orang lain. Penyakit tersebut didasari karena manusia kurang bersyukur. 

Barangkali klise, tapi Guru saya pernah menasehati, bahwa manusia yang beruntung adalah manusia yang pandai bersyukur. Manusia yang pandai bersyukur akan mampu menikmati hidupnya dengan baik. Bersyukur akan semakin meningkatkan arti dan kualitas kehidupan. Dengan bersyukur, kehidupan seseorang akan membawa manfaat bagi masyarakat luas. 

Bersyukur terkadang mudah untuk diucapkan, tapi saya selalu juga mengalami betapa sulitnya bersyukur sepenuh hati. Namun saya tetap meyakini, penyakit umum manusia tersebut bukanlah suatu kodrat, takdir, apalagi kutukan yang tak bisa diubah. 

Saya juga masih ingat salah satu kutipan ceramah AA Gym, tentang bagaimana mensyukuri nikmat Allah SWT, sekecil dan sesederhana apa pun. Kata AA Gym, kalau nasi sudah jadi bubur, tidak usah meratap. Bubur tetaplah bubur. Yang penting kita segera cari ayam, cakwe, seledri, bawang, kacang kedelai, daun bawang, kecap manis, kecap asin, kerupuk dan sambel. Maka jadilah bubur ayam spesial. 

Saya bisa menangkap analog bubur AA Gym tersebut, bahwa kita harus lebih melihat kepada kemungkinan-kemungkinan yang bermanfaat dibandingkan dengan menyesali perbuatan yang telah terjadi dan tidak sesuai dengan kehendak kita. Rasa syukur tak bisa didapat langsung jatuh dari langit. Tapi perlu dikelola dan dilatih secara individu. 

Hidup memang begitu. Masalah selalu datang dan pergi. Kerap pula terasa berat hingga seakan di luar jangkauan dan merepotkan. Masalah memang menyakitkan. Tapi masalah justru terdapat anugerah yang tersirat. Apalagi Tuhan tidak akan memberikan beban yang tak bisa dipikul manusia. 

Menjadi penting kita tidak berputus harapan. Bukankah setiap hujan badai, sedahsyat apa pun, setelahnya ada kemungkinan muncul pelangi. Manusia dan hidupnya dikelilingi kejadian tak terduga. Kita tersandung, jatuh, juga bangkit.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naik Kereta Api Surabaya ke Jogja

Mencermati Teori Werner Menski: Triangular Concept of Legal Pluralism

Perjalanan Seru dari Makassar ke Jogja