Ketua Umum Partai Politik


Selain Presiden Joko Widodo, tak berlebihan rasanya jika 9 orang paling berkuasa di Republik Indonesia adalah mereka yang menjabat sebagai ketua umum partai politik saat ini.

Coba kita cek, berdasarkan hasil pemilihan umum tahun 2019. Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarno Putri, belum tahu sampai kapan melepas jabatan yang telah diemban sejak berdirinya partai Banteng. 

Kemudian Prabowo Subianto, ikon dan simbol partai Gerindra, baru saja terpilih kembali secara aklamasi. Prabowo yang menjadi rival keras Jokowi di dua kali pilpres, seperti turun kelas karena bersedia menjabat ketua umum parpol berlambang burung garuda ini sekaligus menjabat Menteri Pertahanan. 

Airlangga Hartarto ketua umum baru Partai Golkar, yang suaranya terus menurun, dan parahnya lagi untuk kali pertama tak berhasil mengajukan calon presiden dan/atau calon wakil presiden dalam kontestasi dua kali pilpres. Dari Partai Demokrat, SBY sudah memberikan tongkat kepemimpinan pada putranya, Agus Harimurti Yudhoyono.

Itu tadi profil ketua umum parpol papan atas. Siapa penguasa parpol papan tengah? Muhamin Iskandar lebih memilih tetap menjadi ketua umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Zulkifili Hasan melanggengkan jabatan ketua umum Partai Amanat Nasional (PAN), meski akhirnya partai mereka terancam pecah.

Presiden-sebutan untuk ketua umum Partai Keadilan Sejahtera (PKS), adalah Sohibul Imam. Yang paling bersinar adalah Surya Paloh, ketua umum parpol anyar, Nasdem. Paloh adalah politisi ulung, cerdik membentuk organisasi masyarakat Nasional Demokrat, tak lama setelah dikalahkan Aburizal di Munas Golkar Riau 2009. Kini semua orang tahu, Nasdem (Paloh) memang dari awal bertujuan menjadi parpol yang mencari kekuasaan.

Berkuasa Penuh dan Berlimpah Materi

Menyimak kesepuluh sosok di atas, sepertinya ada yang salah dalam sistem partai politik di Indonesia. Hampir semuanya adalah tokoh yang seharusnya bersikap negarawan dan semestinya tidak lagi berada di kepengurusan. Terlebih lagi proses terpilihnya sebagai pemimpin tertinggi partai tak mencerminkan pembangunan demokrasi yang sehat.

Lihat saja faktanya. Sepengetahuan saya, kecuali PAN, semua ketua umum ditetapkan secara aklamasi, dengan alasan mencegah potensi terjadinya perpecahan internal. Aklamasi meski pun sah, cenderung tak lagi sesuai dengan semangat demokrasi. Lebih ideal membuka kesempatan berkompetisi antar kader untuk memilih ketua umum.

Ini sungguh mengkhawatirkan karena regenerasi parpol tak berjalan, alih-alih memperkuat kaderisasi dengan menyiapkan dan mendidik kader mudanya agar siap tampil. Para ketua umum justru lebih mementingkan melanggengkan kekuasaan.

Lalu pertanyaan mengapung apa sih nikmatnya menjadi ketua umum parpol ?

Seperti yang sudah tertulis di pembuka artikel, bahwa ketua umum memiliki pengaruh dan kekuasaan yang teramat besar. Apalagi jika ketua umum parpol besar. Apalagi ketua umum partai pemenang pemilu.

Hanya pengaruh dan kekuasaan? tentu saja tidak, memiliki pengaruh dan kekuasaan besar, otomatis mendatangkan materi yang tak terbatas jumlahnya. Kita contohkan saja Megawati sebagai ketua umum PDIP, partai penguasa saat ini. Bahkan presiden Jokowi segan dan tunduk pada Megawati.

Sekalipun Jokowi selalu menegaskan dia independen dan tak bisa diintervensi siapa pun, namun sudah beberapa keputusannya dalam memilih pejabat negara tak dapat membohongi publik bahwa dia ditekan Megawati. Ketika Jokowi membentuk kabinet kerja, kader PDIP yang boleh masuk haruslah mendapat restu dari Ibu.

Selain di eksekutif, Megawati juga menjadi bos besar 128 anggota DPR fraksi PDIP. Puluhan Gubernur, Walikota/Bupati adalah kader atau diusung PDIP. Ditambah ribuan anggota DPRD tingkat Provinsi dan Kabupaten/kota yang duduk di parlemen lokal dengan bendera PDIP.

Sudah rahasia umum pula bahwa semua jabatan baik legislatif dan eksekutif tersebut tidak gratis. Mereka semua diwajibkan menyetor iuran ke kas DPP PDIP. Besaran setoran dana tergantung dari seberapa tinggi jabatan yang didapat.

Kecuali di Eksekutif, semua pejabat legislatif kader PDIP dapat diberhentikan langsung dan kapan saja jika Megawati sudah berkehendak. Tak terbantahan bagaimana kuatnya kuasa perempuan pertama yang menjadi Presiden RI ini.

Begitu pun sistem dan aturan main yang berlaku di semua parpol di Indonesia. Ketua umum mulai dari Prabowo, Airlanga, SBY, Cak Imin, Zulkifli, Paloh, Sohibul; juga memiliki kuasa absolut seperti Megawati dalam mengatur anak buahnya di eksekutif dan legislatif; hanya kadarnya yang berbeda-beda, tergantung dari perolehan suara parpol di pemilu lalu.

Jelas ketua umum partai, maka akan punya kuasa yang besar dan rekening saldo jumbo.

Salam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naik Kereta Api Surabaya ke Jogja

Mencermati Teori Werner Menski: Triangular Concept of Legal Pluralism

Perjalanan Seru dari Makassar ke Jogja