Legenda Sejati Inter Milan Itu Javier Zanetti

Pesepak bola ini bernama lengkap Javier Ademar Zanetti, lahir di Buenos Aires, pada 10 Agustus 1973. Oleh media Italia, Zanetti dijuluki Il Trattore (Traktor), merujuk kekuatan, keuletan, dan stamina prima yang ditunjukkan sang pemain di atas lapangan.

Sejak tahun 1995 hingga kini, Zanetti hanya membela satu klub, Inter Milan. Zanetti hengkang ke kota Milano dari klub lokal, Banfiled. Kabarnya Zanetti merupakan pembelian pertama yang kemudian menjadi pembelian tersukses Presiden Inter kala itu, Massimo Moratti, si raja oli.

Pemain ini memang kurang mendapat tempat pemberitaan, bila dibandingkan dengan mega bintang seperti Lionel Messi, Cristiano Ronaldo, Wayne Rooney, dan sebagainya. Bahkan di klubnya sendiri, walaupun penyandang ban kapten, Zanetti masih kalah populer oleh sejumlah pemain Inter yang silih berganti menjadi rekannya, sebut saja Il Fenomenon Ronaldo da Lima, Cristian ‘Bobo’ Vieri, Adriano, dan lain-lain.

Sejak mengabdi di Inter, sudah 19 allenatore yang ditugaskan oleh Moratti. Beberapa nama beken seperti Roy Hodson, Luigi Simoni, Marcelo Lippi, Hector Cuper, Roberto Mancini, Jose Mourinho, Rafa Benitez, Leonardo, Gianperio Gasperini, Claudio Ranieri, Andrea Stramatchoni, dan sekarang Walter Mazzari.

Tak satupun yang tidak mempercayai Zanetti sebagai formasi inti. Suatu pencapaian hebat mengingat karakter pelatih yang berbeda-beda sangat memungkinkan untuk memilih pemain yang berbeda pula. Satu hal lagi yang luar biasa dari laki-laki sederhana ini adalah loyalitas sepenuh hati.

Banyak yang meyakini untuk loyalitas, tak ada yang menandingi pengabdian bek kiri AC Milan, Paolo Maldini. Namun saya tetap menganggap bahwa Zanetti-lah pesepakbola paling setia. Alasannya sederhana, Zanetti yang berpaspor Argentina dapat bertahan sangat lama di suatu klub yang bukan negara asalnya. Berbeda dengan Maldini yang memang sejak kecil dan tumbuh bersama AC Milan di negara sendiri, Italia.

Di Inter saja, sudah ratusan pemain yang pernah bersama Zanetti, tapi nyaris semuanya pinah dengan berbagai macam alasan. Ronaldo "tega" meninggalkan Inter yang merawat cedera panjangnya hanya karena rayuan uang Real Madrid. Vieri yang disebut-sebut bakal mengangkat Inter tampil tidak stabil sehingga tidak dipakai lagi. Adriano pun setali tiga uang. Zlatan Ibrahimovic juga pindah ke Barcelona dan menyeberang ke AC Milan. Hanya Zanetti yang selalu tampil stabil dan bergeming dengan rayuan Euro.

Berkat usaha keras bertahun-tahun, Zanetti telah menuai hasilnya dengan sukses besar. Lima gelar scudetto Serie-A, empat Piala Copa Italia. Prestasi Zanetti mencapai puncaknya pada 2010, ketika Inter Milan memenangkan treble (Liga Champions, Serie-A, Copa Italia) di bawah pelatih Special One, Jose Mourinho.

Bisa dikatakan, Javier Zanetti adalah pemain terbaik dan tersukses Inter Milan yang pernah ada. Zanetti telah tampil 800 pertandingan resmi membela Nerazzuri, menyamai legenda Inter lainnya, Beppe Bergomi.

Namun prestasi mengilapnya di klub berbanding terbalik dengan pencapaiannya di Tim Nasional Argentina. Ketika Zanetti telah meraih banyak gelar idaman di tingkat klub, sungguh ironis dengan nihilnya trofi bersama negara tercinta, Argentina, sejak debutnya pada 1994.

Meski telah 145 kali mengenakan jersei kebanggaan Argentina, prestasi terbaik hanyalah meraih medali perak Olimpiade Atlanta 1996 dan runner up Copa America tahun 2004 dan 2007.

Di Piala Dunia, Zanetti hanya tampil dua kali, yakni Piala Dunia 1998 di Perancis, dan Piala Dunia 2002 Korea-Japan. Di Perancis, Argentina ditukangi pelatih Daniel Pasarella takluk di perempat final oleh Belanda dengan skor 1-2.

Empat tahun kemudian lebih buruk lagi, Argentina datang sebagai unggulan utama, nyatanya tersingkir di penyisihan grup. Laga terakhir grup melawan Swedia kala itu adalah pertandingan terakhir yang dimainkan Zanetti di putaran final Piala Dunia.

Dua piala dunia selanjutnya, Jerman 2006 dan Afsel 2010, Zanetti mesti menelan kecewa berat, harapan menebus dua kegagalan terempas tatkala dia tak masuk skuad "Tango". Pencoretan namanya oleh Jose Pakerman (2006) dan Diego Maradona (2010) sangat kontroversial di mata fans dan media Argentina, mengingat prestasinya di klub saat itu sangat mentereng.

Hasilnya, pada Piala Dunia 2006, dan Piala Dunia 2010, Argentina dua kali disingkirkan oleh Jerman di perempat final. Pundit football meyakini hasil buruk itu adalah bayaran mahal karena melupakan beberapa pemain hebat bermental juara, termasuk Zanetti.

Zanetti gantung sepatu pada 2014 pada usia 41. Ia mesti berjiwa besar bahwa panggung gemerlap world cup bukan untuk dirinya, meski dikaruniahi talenta dan skill sepakbola yang diatas rerata.

Sepak bola memang begitu, sukses di klub tidak menjamin sukses di tim nasional. Begitu juga sebaliknya.

Salam sepak bola.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naik Kereta Api Surabaya ke Jogja

Mencermati Teori Werner Menski: Triangular Concept of Legal Pluralism

Perjalanan Seru dari Makassar ke Jogja