Satu Malam Tak Terlupakan di Gelora Bung Karno (Asian Games -1)


Hari ini, tepat dua tahun silam, Indonesia mengukir sejarah besar dalam dunia olahraga, dengan menggelar upacara pembukaan Asian Games ke-18 yang sangat meriah di Stadion Gelora Bung Karno (GBK).

****

Sudah jauh hari saya antusias pada ajang Asian Games 2018, bertekad hadir langsung di beberapa venue, terutama upacara pembukaan yang akan berlangsung pada Sabtu malam, 18/8/2018, di Stadion Utama Gelora Bung Karno. 

Dari awal saya meyakini tiket opening ceremony bakal cepat habis-tiket yang dijual umum hanya sekitar 40.000 lembar dari 76.000 ribu kapasitas,-karena itu saya terus memantau kapan waktunya Inasgoc resmi melepas ke publik.

40 hari sebelum hari "H", saya telah berhasil melakukan transaksi dua lembar tiket via online, senang sekali saya, meski hanya tiket kategori-C senilai 750 ribu rupiah-tiket termurah. Hal terpenting bisa menikmati atmosfer Asian Games di GBK. Jauh-jauh saya (dan keluarga) berangkat dari Makassar demi menonton pembukaan Asian Games.

Ada dua alasan kuat. Kesatu, Indonesia sudah sangat lama menanti menjadi tuan rumah ajang sebesar Asian Games, dan kemungkinan (saya) tak lagi punya kesempatan menyaksikan Asian Games di negara sendiri; Kedua, saya penarasan wajah baru kompleks GBK yang sudah sangat keren dan berkelas dunia paskarenovasi. Kesimpulannya, hadir di GBK malam itu mungkin pengalaman sekali dalam seumur hidup.

****

Bareng dengan saudara yang menetap di Jakarta, kami menyambangi kawasan GBK sekitar pukul 15.00 WIB. Penonton diarahkan masuk melalui pintu 5, 6, dan 7. Terlebih dahulu menikmati rangkaian festival dan bermacam kemeriahan sore yang semarak. Makan, belanja suvenir, atau sekadar mengecat dan menempel stiker bendera di wajah.

Kita bisa berfoto dengan latar monumen Ir. Soekarno. Patung Soekarno rupanya baru diresmikan pada pagi hari, untuk menyambut pesta olahraga, sekaligus mengingat betapa visionernya "Putra Sang Fajar" membangun stadion termegah dan menjadi kebanggan. Kutipan pidato Soekarno saat membuka Asian Games pada 24 Agustus 1962, terukir di monumen: "Asian Games bukan hanya terbatas pada pertandingan olahraga, tapi juga mengusung harga diri bangsa".

Begitu melewati gerbang dan hendak mencari nomor kursi, terjadi masalah yang membuat kami hampir frustrasi. Rupanya tiba-tiba area kami terpaksa disingkirkan untuk keperluan Broadcasting, memajang layar raksasa di sebelah timur bagian atas stadion. 

Tidak kurang satu jam menunggu setelah protes alot kepada panitia penyelenggara, akhirnya barisan area kami dimutasi ke tribun bawah, bergabung dengan ratusan suporter Korea, yang malam itu tampak spesial, dengan bersatunya dua bendera- Utara dan Selatan- Semenanjung Korea.

Kami kehilangan beberapa momen preshow, memang. Tapi semua terbayar dengan setiap seni pertunjukan yang tampil sepanjang upacara pembukaan yang berdurasi lebih dari 140 menit ini. 

Seluruh penonton langsung merasakan klimaks mengejutkan saat Presiden RI, Joko Widodo, memasuki GBK. Director Wisnuthama dan Jokowi, saya pikir, terinspirasi momen ketika Daniel Craigh-James Bond, menjemput Ratu Elizabeth II, di Istana Buckingham menuju ke Olimpic Stadium menggunakan helikopter untuk membuka pesta Olimpiade London 2012.

Rangkaian cerita pembukaan London 2012 juga mirip Jakarta-Palembang 2018. Budaya tradisional hingga masa retro urban milenial, terpentaskan dengan eksplosif, didukung dengan panggung yang megah. Bedanya, aksi Jokowi merupakan pembuka acara yang langsung memanaskan sorak-sorai penonton di GBK. Teriakan massal Jokowi..! Jokowi .. Jokowi ! beberapa kali membahana di sela acara.

***

Setelah aksi keren Jokowi, pertunjukan kolosal yang menampilkan kekayaan alam, budaya, dan keramahan warga Indonesia disajikan secara epik. Panggung raksasa yang berlanskap gunung-sawah-pohon,dan sungai, lengkap dengan air terjun, pohon kelapa, dan bulan purnama; mewakili betul perhelatan akbar yang melejitkan reputasi Indonesia di pentas dunia.

Setelah itu, deretan pertunjukan memikat, memesona, megangagumkan, dan menyihir, melampaui ekspektasi kita semua. Pertunjukan dibuka dengan ribuan penari membawakan tari Saman dari Aceh. Lirik pertamanya 'Assalamualaikum', saya suka sekali. Seisi GBK bergemuruh.

Penonton dibuat terpukau dengan beragam konfigurasi lewat gerakan sangat kompak dan kostum penari yang berwarna-warni. 1500-an penari remaja itu kemudian membentuk pagar betis yang menyerupai sungai, sambil tetap berdendang, untuk menyambut defile 44 kontingen negara se-Asia. 

Inilah tarian kolosal paling menakjubkan yang pernah saya tonton. Berapa lama mereka latihan, dan betapa kerasnya mereka bekerja untuk satu pertunjukan spektakuler yang membuat kita bangga menjadi bangsa Indonesia, begitu saya membatin.

Kelar defile kontingan di mana delegasi Palestina, Republik Korea, dan tentu saja Indonesia, mendapatkan sambutan meriah, Via Vallen datang mengentak menyanyikan Meraih Bintang, Official Theme Song Asian Games 2018. Via sukses membuat seluruh atlet dan penonton berjingkrak girang, tak terkecuali aksi 'joget dayung' tuan Presiden Jokowi.

Selesai Via Vallen membuat gembira, penonton kembali dibuat bangga sebagai bangsa Indonesia dengan momen pengibaran bendera merah-putih diiringi lagu Indonesia Raya, yang dilantunkan oleh Muhammad Tulus dan Children Purwacaraka Music. Semua hadirin hidmat ikut bernyanyi sambil menatap merah-putih berkibar gagah dengan latar emas Garuda Pancasila di atas panggung berlanskap gunung. Tak lupa kita mengheningkan cipta sebagai empati terhadap korban gempa bumi di Lombok. Beberapa penonton menitikkan air mata haru untuk dua momen ini.

Selanjutnya segmen earth yang menampilkan puluhan lagu dan tarian dari Sabang sampai Merauke secara medley. Lagu Zamrud Khatulistiwa, Si-Golempong, Si-Jali-jali, Manuk Dadali, Padang Bulan, Ampar-ampar Pisang, Bolelebo, Sipakatoan, Apuse, dsb, diisi dengan mengesankan beberapa penyanyi hebat seperti Rossa, Edo Kondologit, Rini, Raisa, Anggun, dan pianis ajaib, Joey Aexander, serta beberapa penyanyi lain.

Performa apik dan luar biasa meriah, lengkap dengan festival mengenakan busana adat yang terkesan megah. Rangkaian pertunjukan dengan tema keberagaman alam dan budaya Indonesia benar-benar terwujud di GBK.

Momen favorit saya, jika harus memilih adalah penyalaan Api Asian Games 2018. Tari Kecak kolosal dramatik dan menggelegar mengawal dan mengiringi penyulutan Api Asian Games yang dilakukan Susi Susanti (saya mengira Yayuk Basuki)- dari estafet lentera obor enam atlet legenda Indonesia (Lanny Gumulya, Arief Taufan, Yustedjo Tarik, Supriati Sutono, dan I Made Oka Sulaksana). Susi Susanti, yang juga menjemput Api Asian Games di New Delhi, India, menyalakan kaldron dengan cara menyulutnya lewat instalasi gunung berapi yang dipasang di panggung stadion. Bagi saya konsep yang sungguh keren dan fantastis. 

****

Sejarah baru telah terukir lewat upacara pembukaan Asian Games ke-18. Pesta penyambutan yang megah dan spektakuler, menunjukkan Indonesia adalah negara yang kuat dan bersatu. Ini merupakan warisan berharga bangsa Indonesia sebagaimana warisan tak ternilai dari perhelatan Asian Games 1962.

Satu malam yang tak akan terlupakan. Uswa, anak saya yang ikut diboyong, berkomentar, wooww, woow!, setiap rangkaian kembang api menghias cantik langit GBK dengan gegap gempita. Mungkin Uswa dan Siti-sang kakak, saat ini belum mengerti kenapa mereka hadir di GBK, namun kelak, mereka berdua akan merasa bangga sebagai saksi bocah dari malam bersejarah untuk bangsa Indonesia.

Peritiwa bersejarah itu sungguh monumental. Salam Asian Games, jayalah Indonesia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naik Kereta Api Surabaya ke Jogja

Mencermati Teori Werner Menski: Triangular Concept of Legal Pluralism

Perjalanan Seru dari Makassar ke Jogja