Pengalaman Seru Menggunakan Ojek Online
Masih tentang disertasi. Kisah pada satu hari yang menegangkan. Saya masih ingat dengan jelas, hari itu adalah Jumat pagi, 26 Juli 2019, menjelang ibadah Jumatan.
Saat itu saya yang sedang dalam tahap akhir menempuh pendidikan doktor di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, telah membuat janji dengan Promotor saya untuk bimbingan/konsultasi disertasi pada pukul 10.00 wita. Oleh karena itu saya harus sudah siap di kampus pukul 09.45 wita atau 15 menit sebelumnya.
Hari Jumat "keramat" tersebut juga bertepatan dengan acara pentas seni dan silaturahmi orang tua siswa sekolah Siti Almirah, anak sulung saya. Bersama Vera, istri saya, memenuhi undangan acara yang jadwalnya dimulai pada pukul 08.00 wita. Setidaknya saya bisa hadir sampai pukul 09.00 wita dan kemudian pamit duluan ke kampus Unhas menghadap promotor. Saya berharap waktu satu jam berada di sekolah, sudah selesai menyaksikan Siti dan teman kelas tampil di panggung melafalkan beberapa surat-surat pendek Al-Qur'an.
Namun rencana tinggal rencana, saya sudah harus berangkat ke Unhas saat waktu tepat pukul 09.00 wita, sebelum Siti naik pentas. Waktu tempuh dari sekolah ke kampus Unhas berjarak 11 km dengan kondisi lalu lintas yang sulit diprediksi. Estimasinya satu jam perjalanan.
Mulailah ketegangan. Hambatan pertama datang tatkala mobil saya tak dapat keluar dari parkiran karena dipepet baberapa mobil, tak bisa sama sekali keluar-suatu masalah klasik dalam sistem transportasi kita-parkiran. Saya memang luput mengantisipasi jika sekolah ini membuat event, kendaraan mobil sangat sulit untuk dapat parkir.
Setelah beberapa saat, keputusan cepat harus diambil. Tak ada pilihan lain yang efektif selain meninggalkan mobil di parkiran sekolah, untuk beralih ke tranportasi online motor.
Setelah mengorder ojek online, saya mengambil tas ransel yang berisi buku-buku di mobil. Celakanya, saya lupa satu tas lagi, kanvas bag, yang di dalamnya berisi naskah draft disertasi yang akan saya presentasikan pada promotor. Hal lazim jika kita tergesa-gesa dan tak berpikir tenang mana kala dalam masa genting dan situasi panik.
Ketika saya sudah dijemput abang ojek online, saya merasa sudah berada dalam waktu yang aman, bisa 10-15 menit tiba sebelum waktu janjian. Namun 10 menit sebelum saya sampai di kampus Unhas, tiba-tiba saya merasa ada yang salah dalam pembimbingan kali ini. Masih di atas boncengan abang ojek online tersebut, saya akhirnya sadar bahwa kanvas bag berisi draf disertasi itu tertinggal di bagasi mobil.
Setelah berhasil mengatasi kepanikan pertama akibat mobil terhalang dengan menggunakan ojek online, kini kepanikan kedua datang lagi, lebih serius dan lebih berbahaya. Bagaimana caranya saya menjelaskan kepada promotor saya bahwa saya tidak membawa draf disertasi pada saat bimbingan ?
Saya menarik napas berkali-kali seraya memikirkan apa solusi untuk kali ini? Apakah saya putuskan untuk menghadap dan mengatakan sejujurnya 'situasi alam' yang tak mendukung saya pagi ini, dan menunggu respon sang promotor.
Masih dalam boncengan di perjalanan. Dalam waktu yang sempit itu-20 menit sebelum waktu janjian--, ada dua alternatif yang terbersit. Pertama, saya singgah di rental pengetikan untuk print out ulang naskah disertasi tersebut. Tapi langsung dicoret, karena tak mungkin bisa mencetak 300 lembar naskah disertasi dalam waktu 15 menit. Alternatif kedua adalah memutar arah untuk mengambilnya di mobil, kemudian kembali secepatnya ke kampus. Namun solusi ini juga sangat berat, karena tak mungkin bisa diselesaikan dalam waktu 20 menit.
Puji syukur alhamdulillah, saat saya sudah pasrah terhadap dua kemungkinan itu, ternyata langsung diberikan satu solusi jitu. Yes, lagi-lagi memanfaatkan ojek online pengantaran dokumen, melalui Vera yang masih di sekolah---untungnya kunci mobil tadi saya serahkan pada Vera.
Dengan cepat saya menelpon dan menceritakan keadaan mendesak ini, dan memintanya tolong mengorder ojek online pengantaran kanvas bag berisi draf disertasi itu ke Rektorat Unhas dengan segera. Secepat-cepatnya.
Singkat cerita saya tiba di Rektorat Unhas, bergegas ke lantai-6, ruangan promotor saya berkantor sebagai Ketua Satuan Pengawas Internal Unhas (SPI). Saya berharap sambil menunggu naskah disertasi datang diantar ojek online, promotor saya juga telat datang dari waktu perjanjian. Beberapa kali pembimbingan demikian, saya sering menunggunya sekitar 30-60 menit keterlambatan beliau.
Tapi kali ini, harapan saya beliau molor tak terkabul. Beliau ternyata sudah tiba dan siap, menyuruh saya segera menyiapkan materi-materi disertasi yang akan dikonsultasikan. Di tas ransel yang saya bawa, ternyata masih ada matriks disertasi.
(Matriks disertasi merupakan semacam rumusan disertasi berbentuk tabel berupa saran-saran tujuh penguji pada saat seminar hasil penelitian; tindak lanjut peneliti atas saran tersebut. Agar lebih mudah ditemukan maka wajib mencantumkan halaman perbaikan atas saran-saran tersebut. Untuk menguji kevalidan matriks tersebut harus ada naskah lengkap disertasi setebal 300 halaman)
Saya menyodorkan matriks disertasi itu kemudian sedikit berharap diskusi-diskusi dengan Promotor tidak membutuhkan naskah lengkap disertasi (bisa saja seperti itu). Namun sekali lagi, keinginan saya tak terwujud. Sang Promotor ingin memastikan halaman-halaman koreksi yang tertera di matriks, terkonfirmasi pada naskah draft disertasi secara urut.
Karena naskah disertasi itu yang tertinggal, maka saya pun akhirnya memohon maaf dengan menceritakan alasan ketertinggalan tersebut. Promotor saya marah dan menilai saya tidak menyiapkan dengan baik jika hendak mengajukan bimbingan akademik. Beliau dengan tegas tak bisa memeriksa tanpa naskah disertasi itu.
Saya bisa memahami respon beliau atas kejadian ini. Setelah mohon maaf, saya pun menjelaskan duduk perkaranya dan memberitahu bahwa naskah draf disertasi sebenarnya sudah di perjalanan menuju kampus menggunakan manfaat ojek online, barangkali 15 menit lagi tiba. Saya memohon kepada beliau jika draf disertasi itu tiba apakah masih diberikan kesempatan untuk melanjutkan bimbingan ini?
Setelah menyimak penjelasan logis dari saya, kekecewaan dan kemarahan beliau mereda dan bersedia menunggu datangnya abang ojek online mengantarkan draft disertasi. Saya kemudian bergegas turun dan menelpon abang ojek online, yang bertugas, agar lebih cepat karena saya berkejaran dengan waktu. Aneh rasanya bagi saya membuat Promotor bergelar Guru Besar bersedia menunggu abang ojek online ini.
Singkat cerita draft disertasi yang dinanti-nanti itu tiba di Rektorat Unhas sesuai harapan, dan segera saya kembali menemui Promotor dan menunjukkannya. Bimbingan akademik disertasi akhirnya bisa diselesaikan hari itu dengan 'positif' dan melegakan. Jumat penuh rahmat dan berkah yang patut saya syukuri.
****
Bagian perjuangan-perjuangan itu menemukan hasil manis pada Rabu 28 Agustus 2019, saat saya menempuh ujian Promosi untuk memeroleh gelar Doktor dalam bidang Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar.
Sesaat setelah saya diyudisium, sang Promotor memberikan pesan emosional dan mengharukan di ruangan ujian, terutama mengenai proses membimbing saya kurang lebih tiga tahun. Seraya saya menyimak nasihat-nasihat beliau dari mimbar ujian, saya mencoba mengingat-ingat semua pihak yang telah berjasa membantu saya. Satu demi satu sosok itu terlintas, dan abang ojek online di Jumat dramatis itu juga muncul di benak saya saat itu.
Sekali lagi puji syukur atas segala berkah ini.
Komentar
Posting Komentar